Sejarah Pemeliharaan Al-Qur’an
Al-Qur’an sendiri
yang menyatakan bahwa keotentikan al-Qur’an dijamin oleh Allah SWT sesuai
dengan firman Allah SWT :
$¯RÎ) ß`øtwU $uZø9¨tR tø.Ïe%!$# $¯RÎ)ur ¼çms9 tbqÝàÏÿ»ptm: ÇÒÈ
9.
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya Kami
benar-benar memeliharanya[793].
[793] Ayat ini memberikan jaminan tentang
kesucian dan kemurnian Al Quran selama-lamanya.
Dari ayat tersebut menyatakan secara tegas bahwa penurunan
al-Qur’an serta pemeliharaannya merupakan urusan Allah SWT. Tetapi bukan
berarti umat muslim boleh berpangku tangan tanpa menaruh kepedulian terhadap
pemeliharaan al-Qur’an karena firman Allah di atas.
Dan upaya demikian (pemeliharaan al-Qur’an) telah berjalan
sepanjang sejarah kaum muslimin sejak masa Rasulallah saw dan berlanjut pada
masa sahabat dan berlanjut hingga masa kini, dan masa mendatang. Sejarah telah
membuktikan pemeliharaan kesucian al-Qur’an dari ternodanya wahyu Allah oleh
siapa, kapan dan dimanapun.
Pemeliharaan Al-Qur’an di Masa Rasulallah
Rasulallah saw menunjuk beberapa orang
sahabatnya (yang bisa menulis dan membaca) untuk menuliskan wahyu, antara lain,
Khulafaurrasyidin, Mu’awwiyah, Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka’ab, Khalid bin
Walid dan lain-lain.
Mereka para penulis wahyu itu bertugas menulis dan meletakkan
urutannya sesuai dengan petunjuk Nabi (Taufiqi) berdasarkan petunjuk Allah SWT
melalui Malaikat Jibril.
Ayat-ayat al-Qur’an tersebut ditulis dihadapan Nabi pada
benda-benda yang bermacam-macam seperti Lakhfah (kepingan batu halus), Ruq’ah
(lembaran-lembaran kulit atau kertas), Kalfun (tulang unta atau domba), Qotbun
(kayu di punggung unta), pelepah kurma dan sebagainya. itu semua disimpan di
rumah Nabi dalam keadaan masih terpencar-pencar ayatnya, belum dihimpun dalam
satu mushhaf/shuhuf, disamping itu para penulis wahyu secara pribadi membuat
pula naskah dari tulisan ayat-ayat al-Qur’an bagi kepentingan pribadi
masing-masing.
Alasan al-Quran tidak dikumpulkan dalam satu mushaf menurut
al-Khattabi : Rasulallah tidak mengumpulkan al-Qur’an dalam satu mushaf karena
masih datang ayat-ayat yang menasakh (menghapuskan) sebagian hukum-hukum al-Qur’an dan tilawahnya.
Pemeliharaan Al-Qur’an Pada Masa
Khulafaurrosidin
Dan ketika selesai penurunan al-Qur’an
bersamaan dengan wafatnya Rasulallah saw, kemudian Allah SWT memberi ilham
kepada Khulafaurrosidin untuk mengumpulkannya, sebagai pelaksanaan janji Allah
SWT yang benar dengan menjamin pemeliharaan al-Qur’an bagi umat ini.
Ketika
Abu Bakar RA menjabat sebagi khalifah, pada masa ini agama Islam menghadapi
tantangan yang cukup berat yaitu memerangi orang-orang murtad (diantaranya
adalah musailamah al kazdzdab yang mengaku sebagai Nabi). Maka dengan adanya
perang itu, banyak kaum muslimin yang menjadi korban/syuhada yang diantaranya
adalah para Qori dan Hafizh (yaitu kira-kira 70 orang).
Penulisan dan pengumpulan al-Qur’an pada masa
khalifah Abu Bakar Asshiddiq Radapat dilihat pada kitab al-Itqon fi ulumil
qur’an yang terjemahannya sebagai berikut :
“Al-Bukhori meriwayatkan dalam kitab shahihnya
yang diterima dari Zaid bin Tsabit, katanya : Abu Bakar telah mengutusku ke
medan perang yamamah. Umar bin Khattab pun sedang berada disampingnya, Abu
Bakar lalu berkata : “Sungguh Umar bin Khattab datang kepadaku dan berkata :
“sesungguhnya para penghafal al-Qur’an/hafizh banyak yang gugur dalam perang
ini (yamamah). Aku khawatir akan banyak pula para penghafal al-Qur’an itu gugur
dalam perang selanjutnya, karenanya aku menyarankan agar al-Qur’an itu cepat-cepat
dikumpulkan (dibukukan)”. Maka Abu Bakar RA menjawab : Bagaimana aku
mengerjakan sesuatu yang belum pernah dikerjakan Rasulallah SAW?... Umar
menjawab : Demi Allah, ini adalah perbuatan yang baik”. Dan ia berulangkali
memberi saran sehingga Allah SWT membukakan dadaku untuk mengumpulkannya,
pendapatku akhirnya sama dengan pendapat Umar. Abu Bakar akhirnya memanggil
Zaid bin Tsabit seraya berkata : Engkau adalah pemuda yang cerdas yang lebih
aku percaya dan Engkau adalah sekertaris Nabi yang selalu menulis wahyu, karena
itu periksalah ayat-ayat al-Qur’an kemudian kumpulkanlah!... Zaid bin Tsabit
menjawab : Demi Allah seandainya mereka menyuruhku untuk memindahkan gunung,
maka hal itu tidak seberat pekerjaanku, Zaid kemudian berkata : mengapa kamu
berdua (Abu Bakar dan Umar) melakukan suatu pekerjaan yang tidak pernah
dikerjakan oleh Rasul?... maka Abu Bakar menjawab : Demi Allah ini adalah
pekerjaan yang baik, kemudian Abu Bakar memberikan saran tentang kebaikan mengumpulkan
al-Qur’an sehingga Allah SWT membukakan dadaku (Zaid bin Tsabit) untuk
menerimanya sebagaimana terjadi pada Abu Bakar dan Umar RA, kemudian aku
memeriksa ayat-ayat al-Quran dan mengumpulkannya dari daun, pelepah kurma, batu
tipis, dada-dada para sahabat lainnya. dan aku menemukan akhir suroh at-Taubah
pada Abu Khuzaimah al-Anshari, yang tidak aku temukan pada sahabat lain.”
Shuhuf itu kemudian disimpan di rumah Abu
Bakar RA hingga beliau wafat, kemudian disimpan di rumah Umar bin Khattab,
setelah Umar wafat maka shuhuf itu disimpan di rumah Binti Umar (Isteri Nabi
Muhammad SAW) Sedemikianlah pernyataan as-Suyuthi dalam al-Itiqon.
Penyempurnaan Penulisan Al-Quran Pada Masa
Khalifah
Ketika Usman bin Affan menjabat sebagai
khalifah dan para sahabat berpencar di berbagai Negara dan masing-masing
membawa bacaan (al-Qiroah) yang didengarnya dari Rasulallah SAW dan diantara
mereka ada yang memiliki bacaan yang tidak dimiliki oleh yang lainnya.
Setiap Qori mengunggulkan bacaan (Qiroah) nya
dan menyalahkan bacaan Qori yang lainnya sehingga perselisihan terjadi antara
ummat.
Kenyataan ini mengejutkan khalifah Usman RA
disaat berita itu sampai kepadanya, beliau pun berkata : Kamu sekalian
berselisih dihadapanku, maka orang-orang yang jauh dariku yang berada
dipeloksok-peloksok akan lebih berselisih lagi.
Kenyataan Usman tersebut menjadi kenyataan
ketika Khuzaifah ibn al-Yaman datang mengabarinya tentang perselisihan bacaan
diantara penduduk Syam dan ‘Iraq dalam perang Armenia.
Dari sebab itulah Usman bermusyawarah dengan
para sahabat yang kesepakatannya adalah untuk menyatukan bacaan manusia dalam
satu mushaf agar tidak terjadi perselisihan. Kemudian Usman menulis surat
kepada hafshah agar mengirimkan lembaran al-Qur’an yang telah ditulis pada masa
Abu Bakar RA.
Selanjutnya Usman menegaskan kepada Zaid bin
Tsabit, Abdullah bin Zubair , Sa’id ibn al-‘Ash, Abdurrahman ibnu al-Harits,
dan Ibnu Hisyam untuk menulis atau menyalin kembali lembaran tersebut ke dalam
mushaf.
Usman berkata kepada kaum Quraisy : “Jika kamu
sekalian berbeda pendapat (mengenai bacaan) dengan Zaid, tulislah bacaan itu
sesuai dengan bacaan Quraisy, karena sesungguhnya al-Qur’an diturunkan dengan
bahasa mereka.”
Kemudian mereka pun menjalankan perintah itu
dengan sebaik mungkin, yaitu menulis mushaf itu sesuai tertib surat-surat
sebagaimana yang kita kenal sekarang. Setelah penulisan itu selesai, maka Usman
mengirimnya ke setiap penjuru Negeri terkenal dan Ia juga menyuruh untuk
membakar semua mushaf selain yang sastu ini, supaya kaum muslimin bersatu dalam
bacaan dan melupakan perselisihan yang terjadi waktu itu.
Dengan demikian Allah SWT telah memberi
petunjuk kepada Usman dan para sahabat untuk melakukan pekerjaan yang mulia
ini, kemudian Usman mengembalikan Mushaf itu kepada Hafshah hingga akhir
hayatnya (Hafshah). (yaitu pada tahun ke-41 H, menurut keterangan lain sampai
45 H).
Salah satu
bahan diskusi mata kuliah Ulumul Qur’an di UIN SyariF Hidyatullah Jakarta 13
Oktober 2009
0 komentar:
Posting Komentar