Senin, 21 Januari 2013

Sejarah Pemeliharaan Al-Qur’an




Sejarah Pemeliharaan Al-Qur’an
            Al-Qur’an sendiri yang menyatakan bahwa keotentikan al-Qur’an dijamin oleh Allah SWT sesuai dengan firman Allah SWT :
$¯RÎ) ß`øtwU $uZø9¨tR tø.Ïe%!$# $¯RÎ)ur ¼çms9 tbqÝàÏÿ»ptm: ÇÒÈ  
9. Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya[793].

[793] Ayat ini memberikan jaminan tentang kesucian dan kemurnian Al Quran selama-lamanya.

Dari ayat tersebut menyatakan secara tegas bahwa penurunan al-Qur’an serta pemeliharaannya merupakan urusan Allah SWT. Tetapi bukan berarti umat muslim boleh berpangku tangan tanpa menaruh kepedulian terhadap pemeliharaan al-Qur’an karena firman Allah di atas.
Dan upaya demikian (pemeliharaan al-Qur’an) telah berjalan sepanjang sejarah kaum muslimin sejak masa Rasulallah saw dan berlanjut pada masa sahabat dan berlanjut hingga masa kini, dan masa mendatang. Sejarah telah membuktikan pemeliharaan kesucian al-Qur’an dari ternodanya wahyu Allah oleh siapa, kapan dan dimanapun.

Pemeliharaan Al-Qur’an di Masa Rasulallah
             Rasulallah saw menunjuk beberapa orang sahabatnya (yang bisa menulis dan membaca) untuk menuliskan wahyu, antara lain, Khulafaurrasyidin, Mu’awwiyah, Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka’ab, Khalid bin Walid dan lain-lain.
Mereka para penulis wahyu itu bertugas menulis dan meletakkan urutannya sesuai dengan petunjuk Nabi (Taufiqi) berdasarkan petunjuk Allah SWT melalui Malaikat Jibril.
Ayat-ayat al-Qur’an tersebut ditulis dihadapan Nabi pada benda-benda yang bermacam-macam seperti Lakhfah (kepingan batu halus), Ruq’ah (lembaran-lembaran kulit atau kertas), Kalfun (tulang unta atau domba), Qotbun (kayu di punggung unta), pelepah kurma dan sebagainya. itu semua disimpan di rumah Nabi dalam keadaan masih terpencar-pencar ayatnya, belum dihimpun dalam satu mushhaf/shuhuf, disamping itu para penulis wahyu secara pribadi membuat pula naskah dari tulisan ayat-ayat al-Qur’an bagi kepentingan pribadi masing-masing.
Alasan al-Quran tidak dikumpulkan dalam satu mushaf menurut al-Khattabi : Rasulallah tidak mengumpulkan al-Qur’an dalam satu mushaf karena masih datang ayat-ayat yang menasakh (menghapuskan) sebagian hukum-hukum al-Qur’an dan tilawahnya.

Pemeliharaan Al-Qur’an Pada Masa Khulafaurrosidin
            Dan ketika selesai penurunan al-Qur’an bersamaan dengan wafatnya Rasulallah saw, kemudian Allah SWT memberi ilham kepada Khulafaurrosidin untuk mengumpulkannya, sebagai pelaksanaan janji Allah SWT yang benar dengan menjamin pemeliharaan al-Qur’an bagi umat ini.
            Ketika Abu Bakar RA menjabat sebagi khalifah, pada masa ini agama Islam menghadapi tantangan yang cukup berat yaitu memerangi orang-orang murtad (diantaranya adalah musailamah al kazdzdab yang mengaku sebagai Nabi). Maka dengan adanya perang itu, banyak kaum muslimin yang menjadi korban/syuhada yang diantaranya adalah para Qori dan Hafizh (yaitu kira-kira 70 orang).
Penulisan dan pengumpulan al-Qur’an pada masa khalifah Abu Bakar Asshiddiq Radapat dilihat pada kitab al-Itqon fi ulumil qur’an yang terjemahannya sebagai berikut :
“Al-Bukhori meriwayatkan dalam kitab shahihnya yang diterima dari Zaid bin Tsabit, katanya : Abu Bakar telah mengutusku ke medan perang yamamah. Umar bin Khattab pun sedang berada disampingnya, Abu Bakar lalu berkata : “Sungguh Umar bin Khattab datang kepadaku dan berkata : “sesungguhnya para penghafal al-Qur’an/hafizh banyak yang gugur dalam perang ini (yamamah). Aku khawatir akan banyak pula para penghafal al-Qur’an itu gugur dalam perang selanjutnya, karenanya aku menyarankan agar al-Qur’an itu cepat-cepat dikumpulkan (dibukukan)”. Maka Abu Bakar RA menjawab : Bagaimana aku mengerjakan sesuatu yang belum pernah dikerjakan Rasulallah SAW?... Umar menjawab : Demi Allah, ini adalah perbuatan yang baik”. Dan ia berulangkali memberi saran sehingga Allah SWT membukakan dadaku untuk mengumpulkannya, pendapatku akhirnya sama dengan pendapat Umar. Abu Bakar akhirnya memanggil Zaid bin Tsabit seraya berkata : Engkau adalah pemuda yang cerdas yang lebih aku percaya dan Engkau adalah sekertaris Nabi yang selalu menulis wahyu, karena itu periksalah ayat-ayat al-Qur’an kemudian kumpulkanlah!... Zaid bin Tsabit menjawab : Demi Allah seandainya mereka menyuruhku untuk memindahkan gunung, maka hal itu tidak seberat pekerjaanku, Zaid kemudian berkata : mengapa kamu berdua (Abu Bakar dan Umar) melakukan suatu pekerjaan yang tidak pernah dikerjakan oleh Rasul?... maka Abu Bakar menjawab : Demi Allah ini adalah pekerjaan yang baik, kemudian Abu Bakar memberikan saran tentang kebaikan mengumpulkan al-Qur’an sehingga Allah SWT membukakan dadaku (Zaid bin Tsabit) untuk menerimanya sebagaimana terjadi pada Abu Bakar dan Umar RA, kemudian aku memeriksa ayat-ayat al-Quran dan mengumpulkannya dari daun, pelepah kurma, batu tipis, dada-dada para sahabat lainnya. dan aku menemukan akhir suroh at-Taubah pada Abu Khuzaimah al-Anshari, yang tidak aku temukan pada sahabat lain.”
Shuhuf itu kemudian disimpan di rumah Abu Bakar RA hingga beliau wafat, kemudian disimpan di rumah Umar bin Khattab, setelah Umar wafat maka shuhuf itu disimpan di rumah Binti Umar (Isteri Nabi Muhammad SAW) Sedemikianlah pernyataan as-Suyuthi dalam al-Itiqon.

Penyempurnaan Penulisan Al-Quran Pada Masa Khalifah
            Ketika Usman bin Affan menjabat sebagai khalifah dan para sahabat berpencar di berbagai Negara dan masing-masing membawa bacaan (al-Qiroah) yang didengarnya dari Rasulallah SAW dan diantara mereka ada yang memiliki bacaan yang tidak dimiliki oleh yang lainnya.
Setiap Qori mengunggulkan bacaan (Qiroah) nya dan menyalahkan bacaan Qori yang lainnya sehingga perselisihan terjadi antara ummat.
Kenyataan ini mengejutkan khalifah Usman RA disaat berita itu sampai kepadanya, beliau pun berkata : Kamu sekalian berselisih dihadapanku, maka orang-orang yang jauh dariku yang berada dipeloksok-peloksok akan lebih berselisih lagi.
Kenyataan Usman tersebut menjadi kenyataan ketika Khuzaifah ibn al-Yaman datang mengabarinya tentang perselisihan bacaan diantara penduduk Syam dan ‘Iraq dalam perang Armenia.
Dari sebab itulah Usman bermusyawarah dengan para sahabat yang kesepakatannya adalah untuk menyatukan bacaan manusia dalam satu mushaf agar tidak terjadi perselisihan. Kemudian Usman menulis surat kepada hafshah agar mengirimkan lembaran al-Qur’an yang telah ditulis pada masa Abu Bakar RA.
Selanjutnya Usman menegaskan kepada Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair , Sa’id ibn al-‘Ash, Abdurrahman ibnu al-Harits, dan Ibnu Hisyam untuk menulis atau menyalin kembali lembaran tersebut ke dalam mushaf.
Usman berkata kepada kaum Quraisy : “Jika kamu sekalian berbeda pendapat (mengenai bacaan) dengan Zaid, tulislah bacaan itu sesuai dengan bacaan Quraisy, karena sesungguhnya al-Qur’an diturunkan dengan bahasa mereka.”
Kemudian mereka pun menjalankan perintah itu dengan sebaik mungkin, yaitu menulis mushaf itu sesuai tertib surat-surat sebagaimana yang kita kenal sekarang. Setelah penulisan itu selesai, maka Usman mengirimnya ke setiap penjuru Negeri terkenal dan Ia juga menyuruh untuk membakar semua mushaf selain yang sastu ini, supaya kaum muslimin bersatu dalam bacaan dan melupakan perselisihan yang terjadi waktu itu.
Dengan demikian Allah SWT telah memberi petunjuk kepada Usman dan para sahabat untuk melakukan pekerjaan yang mulia ini, kemudian Usman mengembalikan Mushaf itu kepada Hafshah hingga akhir hayatnya (Hafshah). (yaitu pada tahun ke-41 H, menurut keterangan lain sampai 45 H).

Salah satu bahan diskusi mata kuliah Ulumul Qur’an di UIN SyariF Hidyatullah Jakarta 13 Oktober 2009

0 komentar:

alipoetry © 2008 Por *Templates para Você*