Kamis, 03 Januari 2013

ISTIHSAN DAN PROBLEMATIKANYA




ISTIHSAN DAN PROBLEMATIKANYA
Pengertian Istihsan
            Secara etimologi, Istihsan mempunyai arti menganggap sesuatu lebih baik, adanya sesuatu itu lebih baik, atau mengikuti sesuatu yang lebih baik atau mencari yang lebih baik untuk diikuti. (Dalam : Safiudin Shidik, Ushul Fiqh, Jakarta : PT. Intimedia Cipta Nusantara, 2005, hal. 59). Dalam penggunaan lafal istihsan ini para ulama ushul fiqh tidak banyak perbedaan pendapat, karena memang lafal yang seakar dengan istihsan banyak dijumpai dalam al-Qur’an dan Sunnah Rasulallah saw. Dalam hal ini, H. Nasrun Haroen memiliki pendapat bahwa menurutnya, letak perbedaan pendapat sebenarnya hanya terdapat dalam rumusan dan hakikat istihsan. (Dalam : Nasrun Haroen, Ushul Fiqh I, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997, h. 102). Dalam terminology bahasanya, para ulama ushul mendefinisikan istihsan adalah pindahnya seorang mujtahid dari tuntutan kias jali (nyata) kepada kias khafi (samar), atau dari dalil kully kepada hukum takhshis lantaran terdapatr dalil yang menyebabkan mujtahid mengalihkan hasil pikirannya dan mementingkan perpindahan hukum (Dalam : Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushulul Fiqh, penerjemah K.H. Masdar Helmy, Bandung : Gema Risalah Press, 1997, hal. 136).
Dalam hal ini beberapa ulama dari mazhab fiqih Hanafiyah, Malikiyah dan sebagian ulama Hanabilah menerima istihsan sebagai salah satu metode dalam mengistimbathkan hukum syara’. Para ulama ini mencoba mendefinisikan istishan seperti Imam al-Bazdawi seorang ahli ushul fiqh Hanafi. Dia mengatakan “Istishan adalah berpaling dari kehendak qiyas kepada qiyas yang lebih kuat atau pengkhususan qiyas berdasarkan dalil yang lebih kuat”. Selain itu, Imam al-Sarakhsi seorang ahli ushul fiqh Hanafi juga mengatakan bahwa “Istishan itu berarti meninggalkan qiyas dan mengamalkan yang lebih kuat dari itu, karena adanya dalil yang menghendakinya  serta lebih sesuai dengan kemaslahatan umat manusia”. Imam Malik sebagaimana dinukilkan Imam Syathibi, Seorang ahli ushul fiqh Maliki mendefinisikan : “Istishan adalah memberlakukan kemaslahatan juz’i ketika berhadapan dengan kaidah umum”. Ibn Qudama seorang ahli ushul fiqh Hambali mengatakan: “Istishan adalah berpaling dari hukum dalam suatu masalah disebabkan adanya dalil khusus yang menyebabkan pemalingan ini, baik dari dalil-dali al-Qur’an maupun Sunnah Rasul”. Dari berbagai definisi di atas hanya ulama Syafi’iyyah yang tidak ditemukan definisi istishan karena sejak semula memang dari mereka tidak menerima istishan sebagai salah satu dalil dalam menetapkan hukum syara’. Dalam hal ini Imam Syafi’i mengatakan “Barangsiapa yang menggunakan istishan, sesungguhnya ia telah membuat syara”. (Dalam : Nasrun Haroen, Ushul Fiqh I, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997, hal. 103)

Salah satu bahan diskusi mata kuliah ushul fiqh...


0 komentar:

alipoetry © 2008 Por *Templates para Você*