Kamis, 03 Januari 2013

Pernikahan Dini Dalam Pandangan Ulama




Pernikahan Dini Dalam Pandangan Ulama

Menurut syara’ menikah adalah sebuah ikatan seorang wanita dengan seorang laki-laki dengan ucapan-ucapan tertentu (ijab dan qobul) yang memenuhi syarat dan rukunnya.
Sedang menurut Menurut Sayuti Thalib pengertian pernikahan ialah “perjanjian suci membentuk keluarga antara seorang pria dengan seorang wanita (Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, h. 73)
Sedangkan Imam Syafi’i memberikan definisi nikah ialah “akad yang dengannya menjadi halal hubungan seksual antara pria dengan wanita (M. Idris Ramulyo h. 2)
Arti pernikahan dalam islam adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk hidup bersama dalam rumah tangga yang sakinah, mawadah dan warohmah untuk dapat mempertanhankan hidup dengan menghasilkan keturunan yang dilaksanakan sesuai dengan syariat islam.
Seperti dalam QS.Al-Hujurat: 13
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوباً وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“ sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal ”.
Dengan melihat surat tersebut tergambarkan bahwa Allah SWT telah menetapkan aturan yang sesuai dengan harga diri dan kehormatannya dapat terjaga.Allah SWT menjadikan hubungan laki-laki dan perempuan dalam ikatan suci, yaitu pernikahan yang terjalin atas dasar ridho antara calon suami dan calon isteri.Ijab dan Qobul sebagai wujud dari keridhoan mereka dan kesaksian banyak orang bahwa mereka telah syah menjalin hubungan suami-isteri.
Undang-undang negara indonesia juga telah mengatur batas usia perkawinan. Dalam Undang-undang Perkawinan bab II pasal 7 ayat 1 disebutkan bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak perempuan sudah mencapai umur 16 (enam belas tahun) tahun.
Kebijakan pemerintah dalam menetapkan batas minimal usia pernikahan ini tentunya melalui proses dan berbagai pertimbangan. Hal ini dimaksudkan agar kedua belah pihak benar-benar siap dan matang dari sisi fisik, psikis dan mental. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pernikahan dini adalah suatu ikatan yang dilakukan oleh calon wanita dan lak-laki disaat usianya masih muda.
Menurut Ibnu Syubromah bahwa agama melarang pernikahan dini (pernikahan sebelum usia baligh). Menurutnya, nilai esensial pernikahan adalah memenuhi kebutuhan biologis, dan melanggengkan keturunan. Sementara dua hal ini tidak terdapat pada anak yang belum baligh. Ia lebih menekankan pada tujuan pokok pernikahan.
Ibnu Syubromah mencoba melepaskan diri dari kungkungan teks. Memahami masalah ini dari aspek historis, sosiologis, dan kultural yang ada. Sehingga dalam menyikapi pernikahan Nabi Saw dengan Aisyah (yang saat itu berusia usia 6 tahun), Ibnu Syubromah menganggap sebagai ketentuan khusus bagi Nabi Saw yang tidak bisa ditiru umatnya. Sebaliknya, mayoritas pakar hukum Islam melegalkan pernikahan dini. Pemahaman ini merupakan hasil interpretasi dari Surat al Thalaq ayat 4. Disamping itu, sejarah telah mencatat bahwa Aisyah dinikahi Baginda Nabi dalam usia sangat muda. Begitu pula pernikahan dini merupakan hal yang lumrah di kalangan sahabat.
Bahkan sebagian ulama menyatakan pembolehan nikah dibawah umur sudah menjadi konsensus pakar hukum Islam. Wacana yang diluncurkan Ibnu Syubromah dinilai lemah dari sisi kualitas dan kuantitas, sehingga gagasan ini tidak dianggap. Konstruksi hukum yang di bangun Ibnu Syubromah sangat rapuh dan mudah terpatahkan.
Imam Jalaludin Suyuthi pernah menulis dua hadis yang cukup menarik dalam kamus hadisnya.
Hadis pertama adalah ”Ada tiga perkara yang tidak boleh diakhirkan yaitu shalat ketika datang waktunya, ketika ada jenazah, dan wanita tak bersuami ketika (diajak menikah) orang yang setara/kafaah”
Hadis Nabi kedua berbunyi, ”Dalam kitab taurat tertulis bahwa orang yang mempunyai anak perempuan berusia 12 tahun dan tidak segera dinikahkan, maka anak itu berdosa dan dosa tersebut dibebankan atas orang tuanya”
Pada hakekatnya, penikahan dini juga mempunyai sisi positif. Kita tahu, saat ini pacaran yang dilakukan oleh pasangan muda-mudi seringkali tidak mengindahkan norma-norma agama. Kebebasan yang sudah melampui batas, dimana akibat kebebasan itu kerap kita jumpai tindakan-tindakan asusila di masyarakat. Fakta ini menunjukkan betapa moral bangsa ini sudah sampai pada taraf yang memprihatinkan. Hemat penulis, bahwa pernikahan dini merupakan salah satu upaya untuk meminimalisasikan tindakan-tindakan negatif tersebut, dan sekaligus menghindari agar tidak terjerumus kedalam pergaulan yang kian mengkhawatirkan.
Allah SWT sangat tidak menginginkan manusia memiliki perilaku yang sama dengan makhluk lain yang senang mengumbar nafsunya dan melampiaskan dengan bebas hubungan antara laki-laki dengan perempuan dengan tanpa ikatan.

0 komentar:

alipoetry © 2008 Por *Templates para Você*