Pernikahan
Dini Dalam Pandangan Ulama
Menurut syara’ menikah adalah sebuah ikatan seorang wanita
dengan seorang laki-laki dengan ucapan-ucapan tertentu (ijab dan qobul) yang
memenuhi syarat dan rukunnya.
Sedang menurut Menurut Sayuti Thalib pengertian pernikahan
ialah “perjanjian suci membentuk keluarga antara seorang pria dengan seorang
wanita (Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, h. 73)
Sedangkan Imam Syafi’i memberikan definisi nikah ialah “akad
yang dengannya menjadi halal hubungan seksual antara pria dengan wanita (M.
Idris Ramulyo h. 2)
Arti pernikahan dalam islam adalah suatu ikatan lahir batin
antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk hidup bersama dalam
rumah tangga yang sakinah, mawadah dan warohmah untuk dapat mempertanhankan
hidup dengan menghasilkan keturunan yang dilaksanakan sesuai dengan syariat
islam.
Seperti dalam QS.Al-Hujurat: 13
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ
وَأُنثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوباً وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ
عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“ sesungguhnya Kami menciptakan kamu
dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang
yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Mengenal ”.
Dengan melihat surat tersebut tergambarkan bahwa Allah SWT
telah menetapkan aturan yang sesuai dengan harga diri dan kehormatannya dapat
terjaga.Allah SWT menjadikan hubungan laki-laki dan perempuan dalam ikatan
suci, yaitu pernikahan yang terjalin atas dasar ridho antara calon suami dan
calon isteri.Ijab dan Qobul sebagai wujud dari keridhoan mereka dan kesaksian
banyak orang bahwa mereka telah syah menjalin hubungan suami-isteri.
Undang-undang negara indonesia juga telah mengatur batas
usia perkawinan. Dalam Undang-undang Perkawinan bab II pasal 7 ayat 1
disebutkan bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria mencapai umur 19
(sembilan belas) tahun dan pihak perempuan sudah mencapai umur 16 (enam belas
tahun) tahun.
Kebijakan pemerintah dalam menetapkan batas minimal usia
pernikahan ini tentunya melalui proses dan berbagai pertimbangan. Hal ini
dimaksudkan agar kedua belah pihak benar-benar siap dan matang dari sisi fisik,
psikis dan mental. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pernikahan
dini adalah suatu ikatan yang dilakukan oleh calon wanita dan lak-laki disaat
usianya masih muda.
Menurut Ibnu Syubromah bahwa agama melarang pernikahan dini
(pernikahan sebelum usia baligh). Menurutnya, nilai esensial pernikahan adalah
memenuhi kebutuhan biologis, dan melanggengkan keturunan. Sementara dua hal ini
tidak terdapat pada anak yang belum baligh. Ia lebih menekankan pada tujuan
pokok pernikahan.
Ibnu Syubromah mencoba melepaskan diri dari kungkungan teks.
Memahami masalah ini dari aspek historis, sosiologis, dan kultural yang ada.
Sehingga dalam menyikapi pernikahan Nabi Saw dengan Aisyah (yang saat itu
berusia usia 6 tahun), Ibnu Syubromah menganggap sebagai ketentuan khusus bagi
Nabi Saw yang tidak bisa ditiru umatnya. Sebaliknya, mayoritas pakar hukum
Islam melegalkan pernikahan dini. Pemahaman ini merupakan hasil interpretasi
dari Surat al Thalaq ayat 4. Disamping itu, sejarah telah mencatat bahwa Aisyah
dinikahi Baginda Nabi dalam usia sangat muda. Begitu pula pernikahan dini
merupakan hal yang lumrah di kalangan sahabat.
Bahkan sebagian ulama menyatakan pembolehan nikah dibawah
umur sudah menjadi konsensus pakar hukum Islam. Wacana yang diluncurkan Ibnu
Syubromah dinilai lemah dari sisi kualitas dan kuantitas, sehingga gagasan ini
tidak dianggap. Konstruksi hukum yang di bangun Ibnu Syubromah sangat rapuh dan
mudah terpatahkan.
Imam Jalaludin Suyuthi pernah menulis dua hadis yang cukup
menarik dalam kamus hadisnya.
Hadis pertama adalah ”Ada tiga perkara yang tidak boleh
diakhirkan yaitu shalat ketika datang waktunya, ketika ada jenazah, dan wanita
tak bersuami ketika (diajak menikah) orang yang setara/kafaah”
Hadis Nabi kedua berbunyi, ”Dalam kitab taurat tertulis
bahwa orang yang mempunyai anak perempuan berusia 12 tahun dan tidak segera
dinikahkan, maka anak itu berdosa dan dosa tersebut dibebankan atas orang
tuanya”
Pada hakekatnya, penikahan dini juga mempunyai sisi positif.
Kita tahu, saat ini pacaran yang dilakukan oleh pasangan muda-mudi seringkali
tidak mengindahkan norma-norma agama. Kebebasan yang sudah melampui batas,
dimana akibat kebebasan itu kerap kita jumpai tindakan-tindakan asusila di
masyarakat. Fakta ini menunjukkan betapa moral bangsa ini sudah sampai pada
taraf yang memprihatinkan. Hemat penulis, bahwa pernikahan dini merupakan salah
satu upaya untuk meminimalisasikan tindakan-tindakan negatif tersebut, dan
sekaligus menghindari agar tidak terjerumus kedalam pergaulan yang kian
mengkhawatirkan.
Allah SWT sangat tidak menginginkan manusia memiliki
perilaku yang sama dengan makhluk lain yang senang mengumbar nafsunya dan
melampiaskan dengan bebas hubungan antara laki-laki dengan perempuan dengan
tanpa ikatan.
0 komentar:
Posting Komentar