Pengertian dan Hukum Ilaa'
Pengertian Ilaa’
Secara bahasa kata ilaa’ berarti melarang diri dengan menggunakan
sumpah. Sedangkan menurut istilah terminologis, kata ilaa’ berarti sumpah untuk
tidak mencampuri lagi isteri dalam waktu empat bulan dengan tidak menyebutkan
jangka waktunya.
Hukum Ilaa’
Apabila seorang suami bersumpah tidak akan
menggauli isterinya dalam waktu kurang dari empat bulan, maka lebih utama
hendaklah ia membatalkannya dengan membayar kafarah, lantas mencampurinya.
Rasulullah saw. bersabda, ”Barangsiapa bersumpah atas suatu hal, lalu ia
melihat yang lainnya lebih baik daripada sumpahnya tersebut maka
hendaknya ia membatalkan dan membayar kafarah.” (Shahih: Shahihul
Jami’us Shaghir no:6208, Muslim III:1271 no:1650 Nasa’i VII:11 dan Ibnu Majah
I:681 ni:2108).
Bilamana sang suami tidak mau membatalkannya, maka hendaknya sabar
dan tabah hingga jangka waktu yang telah ditetapkan suaminya berakhir. Karena
ada riwayat, Rasulullah saw. pernah bersumpah untuk tidak mencampuri sebagian
isterinya, padahal ia sudah mengajak beliau melakukan hubungan intim, kemudian
beliau menetap di dalam kamarnya, selama dua puluh sembilan hari, kemudian
turun keluar, lalu para sahabat bertanya ”Ya Rasulullah, apakah engkau
bersumpah untuk tidak bercampur selama sebulan?” Jawab beliau, ”Satu bulan berjumlah dua puluh sembilan hari.” (Shahih: Shahih Nasa’i no:2133, Fathul Bari IX:415 no:5289, Nasa’i
VI:166 dan Tirmidzi II: 99 no:685).
Adapun apabila sang suami bersumpah untuk tidak bergaul dengan
isterinya selama-lamanya atau dalam jangka waktu lebih dari empat bulan, maka
jika dia membatalkannya dengan membayar kafarah dan kembali mencampurinya (maka
selesalah urusannya); dan jika tidak sang isteri harus menunggu empat bulan,
lalu menuntut kepada suaminya agar mencampurinya atau menceraikannya. Hal ini
merujuk pada firman Allah SWT, ”Kepada orang-orang yang meng-illa' isterinya di beri
tangguh empat bulan, kemudian jika mereka kembali (kepada isterinya), maka
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan jika mereka berlain
(bertetap hati untuk) tidak, maka sesungguhnya Allah Maha Mendengar" (Al-Baqarah:226-227).
Dari Naf’i bahwa Ibnu Umar r.a. berkata tentang ilaa’ yang telah
ditentukan Allah Ta’ala, ”Tidak halal bagi seseorang setelah berlalunya waktu
empat bulan melainkan dia menahan (isterinya) dengan cara yang ma’ruf atau
ber’azam hendak mencerai(nya) sebagaimana yang Allah swt perintahkan.” (Shahih: Irwa-ul Ghalil no:2080 dan Fathul Bari IX:426 no:5290).
Sumber: Diadaptasi dari 'Abdul 'Azhim bin
Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz,
atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah
Ash-Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm. 620
-622.
0 komentar:
Posting Komentar