Kamis, 13 Oktober 2011

SEKELUMIT KISAH MENGENANG ALMARHUM PAMANKU



SEKELUMIT KISAH
MENGENANG ALMARHUM PAMANKU
Janganlah kau bersedih dengan apa yang telah pergi dari sisi-mu, sehebat dan seluarbiasa apapun itu yang telah meninggalkanmu takan bisa kau raih dengan tangisan dan kepedihan



Bagaimana ini wahai jiwa, kegundahanku terus mencoba menghantuiku, kerisauanku menemani sunyi malamku ketika bait-bait ayat suci al-Qur’an itu telah selesai kulantunkan tuk mencoba melupakanmu dan mengikhlaskan kepergian-mu wahai paman-ku. Maafkan aku yang tak berada disisimu ketika engkau mulai lelah dan menghembuskan naas terakhirmu. aku tak pernah menginginkan hal ini terjadi tapi haruslah terjadi juga karena ini telah menjadi Takdir dari kekuasaan Tuhan, Maafakan aku yang tak mampu menyapamu sebelum kau pergi tinggalkan aku untuk selamanya.

Sebenarnya aku tak ingin terluka dan menangisi kepergianmu pamanku, namun engkau-pun tahu betapa lemah diriku, aku tak mampu menahan air mataku ketika kudengar khabar kepergianmu, kepedihan karena kepergianmu yang untuk selamanya itu kutahan semampuku agar tak melukai jiwa dan akhirnya aku menangis seadanya sekuat tenagaku menahannya. Seketika kepergianmu melunturkan setiap semangat hatiku menghadapi kehidupan ini, namun perkataan yang kuingat selalu dari-mu ketika aku kecil dahulu. “Janganlah kau bersedih dengan apa yang telah pergi dari sisi-mu, sehebat dan seluarbiasa apapun itu yang telah meninggalkanmu takan bisa kau raih dengan tangisan dan kepedihan”. Kata-kata mu yang penuh dengan makna itu selalu kuingat selalu. Dan kini telah menimpaku apa yang kau katakan itu paman, meski kau telah berlalu dari kehidupan ini namun kata-kata mu yang penuh makna itu telah selalu memberiku semangat yang luar biasa, semoga hal ini menjadi amal yang baik bagimu sehingga kau ditempatkan di tempat yang mulia disisi Allah SWT. Amin Ya Allah.

Terkadang memang ketika dalam kesendirianku di malam hari dalam hatiku bertanya mengapa engkau pergi dari kehidupan ini. Kenapa harus ada sesuatu yang berlalu dalam kebahagian ini, kenapa dari kehidupan bersama keluarga yang baik tak ada keabadian dalam kehidupan di dunia ini, kenapa waktu kebahagiaan tak selamanya kita rasakan di dunia ini, kenapa waktu, tempat, dan akal memisahkan sebuah keluarga dalam kebahagiaan. Semua pertanyaan itu terbesit jelas di lubuk hatiku, namun ketika mataku terpelenting kearah kanan tempat kuberbaring di hambal tempat biasa makan keluarga dan bercakap tentang yang baik bersama mu, aku melihat al-Qur’an yang kau beli untuk mengajariku kehidupan dan sekejap pandanganku pada al-Qur’an al-Karim itu menepiskan semua pertanyaanku dan dan mengobati kepedihanku dalam kesendirianku. 

Menang aku tak terlihat sedih di depan semua orang dan akupun tak terlihat bahagia di depan semua orang ketika jenazah pamanku kuangkat bersama beberpa orang lainnya tuk dishalatkan sampai di makamkan di tempat pembaringan terakhirnya. Jika mungkin ada seseorang yang bertanya, apa yang kau rasakan ketika paman-mu telah wafat dan meninggalkan dunia ini untuk selamanya? Mungkin aku takkan pernah bisa untuk menjawabnya karena memang aku tak ingin menjawabnya. Sebab bagaimana aku harus menjawab pertanyaan seperti itu dan bagaimana aku harus menjawab bersedih, sedangkan ketika pamanku masih hidup telah pernah mengatakan padaku “Janganlah kau bersedih dengan apa yang telah pergi dari sisi-mu, sehebat dan seluarbiasa apapun itu yang telah meninggalkanmu takan bisa kau raih dengan tangisan dan kepedihan”.  Dan bagaimana harus aku katakan bahagia sedangkan ketika malam larut air mataku mengalir ketika kulantunkan ayat suci dan beberapa doaku bersama Tuhan yang selalu senantiasa menemaniku dalam peraduanku Karena memang hanya Allah SWT lah yang tak pernah meninggalkanku meski aku dalam keadaan seperti apapun.

Ketika kusadari pamanku telah pergi dari sisi kehidupanku, dalam hatiku bergeming, kemana suaramu yang dulu pernah mengajarikan tentang sebuah kebaikan,? Kemana ramai yang dulu candamu adalah canda pendidikan yang kau selimuti ketika aku mulai bersedih tak ada kawan? Kemana gaduh kata bijak-mu yang dulu pernah paman ucapkan untukku ketika aku telah melakukan kesalahan? Kemana, kemana, kemana sekarang aku harus mencarinya???

Yang kurasa di sini sepi, yang kurasa di sini hampa, yang kurasa di sini kosong, yang kurasa di sini melompong, kurasa ada sesuatu yang berharga yang hilang, kurasakan ada sesuatu yang berharga tercuri, semua yang kurasakan terasa bolong melompong coba saja lihat saja sendiri maknai sendiri dan kau cermati sendiri aku terkadang pun terasa seperti mati.

Jika seandainya ada yang ingin bertanya padaku tentang dimanakah cinta kan aku cari, maka seketika akupun akan menjawab, tidak hanya pada kekasih yang kita cintai, tidak hanya pada sahabat setia yang kita miliki, tidak hanya pada rumah yang kita bangun, bukan hanya pada bintang kesayangan yang kita pelihara,  tidak hanya pada tanah luas yang kita kuasai, tidak hanya pada emas yang kita simpan, tidak hanya pada mobil mewah yang kita tunggangi, tidak hanya pada alam yang indah kita pandang, namun akupun temukan cinta pada pamanku orang yang ku kagumi karena keluasan ilmunya.

Pernah juga pamanku menjelaskan padaku apa arti sebuah kehidupan dan bagaimana cara kita menjalankan yang baik menjalani suatu kehidupan, pamanku mulai menjelaskan tentang sebuah kesadaran yang berada di  dalam rasa, katanya kita sulit untuk memahaminya dengan pikiran, kita bisa bebas menyimpulkan apa yang kita lihat dan rasakan. Namun tetaplah sulit mendefinisikan rasa garam dengan kata-kata, tapi dengan rasa di lidah semua orang sepakat itulah rasa garam, asin itu pasti asin, pahit itu pasti pahit, demikian juga saat dirasa di hati, kasih itu pasti kasih. Dengan mengolah rasa akan dengan jelas kita mendefinikan kesadaran, olah rasa berarti olah kesadaran katanya, intuisi yang akan bermain menyalurkan cahaya, cahaya adalah ilmu pengetahuan dan pengetahuan menjadi landasan untuk bertindak bijaksana dalam mengolah alam dan kehidupan.

Pamanku, aku yakin kau pergi dengan banyak meninggalkan kebaikan padaku, pada keluargamu, dan pada orang-orang yang pernah mengenalmu, aku yakin kau pergi tidak hanya  meninggalkan harta yang kau miliki, karena aku melihat sendiri kau tak pernah melakukan sesuatu kebaikan apapun hanya karena harta, dari sekian lama kehidupanmu yang kau lakukan hanyalah sebuah kebaikan bagiku, aku melihatmu bukan karena harta, aku melihatmu bukan karena semua yang kau miliki, tapi aku melihatmu dari kebijaksanaan yang kau punya dalam kehidupanmu, dan kini kau telau jauh meninggalkan semuanya untuk kembali kepada kasih Yang Maha Pengasih. Semoga kau di ampuni oleh-Nya. Amin Ya Allah.

Dan kini malam yang semakin  menyeretku hanyut dalam pertanyaan akan kehidupan memperpanjang bentang renungan, lelah yang kurasa setelah beberapa hari ini pulang pergi tanjung priuk-ciputat belum diistirahkan menambah jadi ribuan resah manakala menatap duka lara sesosok istri yang kau tinggalkan, tinggal wajah yang berwajah murung yang diselimuti gelap dan senyap mengerubung sunyi harinya. Kemana istrimu pergi pamanku ia bagai guru mengaji selalu lantunkan ayat untukmu, ialah istri mu yang kau ajarkan ayat kini ia setia memberikan ayat untukmu semoga mengirim pelita di dalam kuburmu, takan kau temukan meski kau pergi kemana-mana mencari budak-budak santri yang setia padamu yang bacakan ayat begitu ikhlasnya untukmu, hanya ialah istrimu pengaji cahaya semoga lapangkan kuburmu.

Seiring malam kabut pun datang istrimu yang mulai renta pun yang kesepian, aku memandangnya sepenuh keperihatinan dan mendoakannya semoga Allah SWT memberikan kesabaran yang begitu besar padanya. Hingga usia malam menjelang pertengahan masih mendung langit di atas sana memayungiku  yang menggigil kedinginan sendirian, meratapi kapergian pamanku dan masih terus mendoakannya.

Dalam sepi aku terbuai pada Kenangan lama di tengah keheningan pada kelam kesunyian malam hanya menggaung kaki tak terperanjak bersila dan terduduk membisu dipertapaan malam sampai denting hati di titik nol, arti hakiki masih di cari cari dan Ayat ayat kasih di peluk dalam dekapan hangatku sembari berdoa untuk pamanku. Malam yang melukis kabut tanpa dimensi di berapa langkah tubuh singgah seberapa jauh jejak kenangan sampai aku lacak, Hidup itu hidup, Hidup tak di kata, mati itu mati, mati tak di kata, Menuai sepenggalan kata dengan bait doa dan memecah asa kemustakhilan, selaksa angan  buta larut di arus deras bayangan yang jauh menjauh semakin jauh diri memandang sesuatu semakin aku tak mampu menilai diriku yang semakin asing.

Perjumpaanku dengan pamanku ini hanya tiga kali pertemuan yang luar biasa, pertama ketika pernikahan saudaraku, meski tidak lebih dari 7 jam disana aku diajari bagaimana menghadapi kehidupan, bagaimana harus tabah menjalani suatu permasalahan hidup dan menyerahkan seluruhnya pada kekuatan Allah Yang Maha Pengasih, aku diberi tahu untuk selalu tabah menghadapi masalah, dan jalankanlah kehidupan ini sesuai dengan apa yang di perintahkan Tuhan. Satu yang aku ingat, jadikian prinsip dalam kehidupanku “bacalah Al-Qur’an” pamanku mengatakan dengan membaca  ayat al-Quran maka segala permasalahan kehidupan dapat kau selesaikan dengan baik.

Pertemuan kedua adalah ketika kebetulan aku ada tugas di Kelurahan Tugu Selatan dan Kelurahan Tanjung Periuk selama 3 hari aku harus menginap disana, ketika aku menginap di rumah pamanku kebetulan beliau sedang sakit parah dan tak mampu lagi bergerak dan itu sudah berlangsung cukup lama sudah sekitar hampir setahunan atau lebih, namun yang kukagumi meski dalam keadaan sakit parah beliau bisa membuktikan apa yang pernah beliau katakana padaku, beliau membuktikan meski dalam keadaan sulit pamanku tidak melupakan kewajibannya sebagai Hamba Allah, beliau Shalat Meski hanya menggunakan isyarat dengan menggerakan matanya dan dalam mengisi waktu hari-hari nya hanya lantunan ayat suci yang terdengar olehku dari rintihan mulutnya (SubhanAllah).

Dan pertemuan ketiga adalah ketika aku mendapat khabar dari keluargaku bahwa beliau telah wafat, “tak bisa kugambarkan perasaanku saat itu”. Aku melihat terakhir kalinya ketika menguburkan dan sedikit demi sedikit tanah yang kukumpulkan bersama para pengubur yang lain menutup wajah dan seluruh badannya.

Meski sebagai keluarga pertemuanku hanya beberapa kali saja namun itulah pertemuan yang sungguh  bermakna dalam kehidupanku. Semoga Allah SWT mengampuni dosa pamanku, melapangkan kuburannya, meringankan timbangan amal buruknya, memperbanyak timbangan amal kebaikannya dan memasukannya kedalam golongan hamba yang beriman sehingga masuk kedalam syurganya. Amin yA Allah…



“Sesungguhnya hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang tiada kamu ketahui.”( Q.S Yusuf : 86)
Lye_

2 komentar:

Unknown mengatakan...

Bagi anak laki2 paman itu setara dg ayahnya,,,!

Kisah yg bagus dan inspiratif

alipoetry, hukum sebagai petunjuk hidup saya... anda... dan mereka,,,, mengatakan...

terimakasih tanggapannya... mudah-mudahan bermanfaat

alipoetry © 2008 Por *Templates para Você*