HUKUM-HUKUM YANG BERKENAAN DENGAN SYARAT JUAL BELI
DAN SAMSARAH (PERANTARA DALAM JUAL BELI)
Para fuqaha’ mendefinisikan syarat dalam jual beli adalah tindakan salah satu dari kedua pelaku transaksi mengharuskan yang lain disebabkan terjadinya transaksi yang mengandung manfaat untuknya dalam transaksi itu.
Syarat –syarat jual beli ada dua macam :
1. Syarat untuk kebaikan akad.
Dengannya akad menjadi kuat. Kemaslahatannya kembali kepada yang menetapkan syarat itu. Hal itu berdasarkan hadits riwayat Jabir ”Nabi saw menjual unta jantannya dan menetakpan syarat beliau diangkut dengannya hingga ke Madinah” (Muttafaq alaih : Al-Bukhari dan muslim). Hadits ini menunjukkan bahwa diperbolehkan menjual binatang tunggangan dengan syarat menumpang di atas punggungnya hingga tempat tertentu dan dapat diqiyaskan dengan hadits ini hal-hal yang lain.
2. Syarat-syarat yang merusak.
a. Syarat merusak yang membatalkan akad dari prinsipnya. Nabi saw melarang dua akad jual beli dalam satu barang. Seperti ”aku jual barang ini kepada engkau dengan syarat engkau menyewakan rumah kepadaku”. (Ditakhrij dari hadits Abu Hurairah At-Tirmidzi dan An-Nasa’i).
b. Rusak pada syarat itu sendiri dan tidak membatalkan akad. Seperti penjual menetapkan syarat bahwa pembeli tidak boleh menjual barang dagangannya yang sudah dibeli tersebut. Tuntutan akad adalah kebebasan pembeli secara mutlak untuk bertindak terhadap barang yang sudah ia beli. Rasulullah saw bersabda ”Barang siapa menetapkan syarat yang tidak ada dalam Kitabullah, syarat itu batal sekalipun seratus macam syarat (Muttafaq alaih) dari hadits Aisyah : Al-Bukhari dan Muslim).
Hukum –hukum memilih (khiyar) dalam jual beli.
Diantara apa-apa yang disyari’atkan di dalam jual beli berupa pemberian kesempatan memilih kepada orang yang mengadakan akad agar lebih banyak mengetahui barang yang akan dibeli dan melihat kemaslahatan dari transaksi itu. Lebih detail khiyar memilih dijelaskan sebagai berikut:
1. Khiyar majelis, yakni tempat di mana berlangsung jual beli. Sabda Nabi saw : ”Jika dua orang terlibat dalam kegiatan jual beli, bagi keduanya berkesempatan memilih selama keduannya belum berpisah”. (Muttafaq alaih dari hadits Ibnu Umar : Al-Bukhari dan Muslim).
2. Khiyar syarat, yaitu kedua penjual dan pembeli menetapkan syarat untuk khiyar memilih. Hal ini berdasarkan sabda Nabi saw : ”kaum muslimin itu dengan syarat-syarat mereka”.
3. Khiyar alghabni, Jika terjadi penipuan dalam jual beli dengan penipuan yang keluar dari kebiasaan, yang merasa dirugikan di antara keduanya diberi hak khiyar antara tetap menahan barang yang dibeli atau mengembalikannya lagi. Hal ini berdasarkan sabda Rasullullah saw: ”tida ada bahaya dan tidak membahayakan”.(Ditakhrij oleh Abu Ya’la dari hadits paman Abu Hurrah Ar Raqsyi).
4. Khiyar At-tadlis, yakni khiyar yang ditetapkan karena tindakan yang disebut tadlis yakni menunjukkan barang yang cacat seakan-akan bagus dan utuh. Nabi saw bersabda, ”janganlah kalian tidak memerah onta atau kambing, maka barangsiapa membelinya baginya dua pilihan setelah memerahnya. Jika mau ia tetap memiliki binatang itu, jika mau ia boleh mengembalikan binatang itu dengan satu sha kurma kering”. (Muttafaq alaih dari hadits Abu Hurairah : Sl-Bukhari dan Muslim).
5. Khiyar Al-’aib, yakni khiyar yang menjadi tetap pada pihak pembeli disebabkan adanya aib/cacat pada barang yang ia beli yang tidak disampaikan oleh penjual atau tidak diketahui oleh penjual.
6. Khiyar at-takhbirb ats–tsaman, yaitu jika menjual barang dagangan dengan harga belinya, lalu ia menyampaikan besarnya harga itu, kemudian terlihat bahwa ia menyampaikan hal itu tidak sesuai dengan kenyataanya.
7. Hak khiyar yang ada karena adanya perselisihan antara pihak pembeli dengan pihak penjual dalam suatu hal.
8. Khiyar yang menjadi hak pembeli jika ia membeli sesuatu dengan dasar penglihatannya yang terdahulu. Ternyata setelah itu ia melihat sifatnya telah berubah.
Badan Perantara (Samsarah)
Perantara adalah orang yang menjadi penghubung antara pihak penjual dan pembeli agar transaksi jual beli berjalan lancar. Dalam transaksi jual beli adanya badan perantara ini diperbolehkan. Iman Bukhari, Ibnu Sirin, Atha’, Ibrahim, dan Hasan melihat tidak ada masalah dengan adanya perantara ini. Menurut Abbas, ”tidak mengapa, seseorang berkata, ’jual baju ini, jika terjual lebih (dari harga yang diberikan) maka kelebihan itu menjadi hakmu.’” Ibnu Sirin berpendapat, ”Jika seseorang berkata ’jual barang ini dengan harga sekian, jika mendapat keuntungan maka untukmu atau harganya untukku dan kelebihannya untukmu’, hal itu dibolehkan, sebagai mana sabda Rasulullah, ”Transaksi orang muslim itu sesuai dengan syarat-syarat antara mereka” (HR Ahmad, Abu Dawud dan Hakim dari Abu Hurairah).
0 komentar:
Posting Komentar