Rabu, 19 Oktober 2011

Rukun dan Syarat Jual Beli



Rukun dan Syarat Jual Beli

Dalam Islam, hal yang berkaitan dengan muamalah jual beli harus memenuhi rukun dan syarat jual beli. Dalam http://ms.wikipedia.org/wiki/Takaful, dijelaksan rukun jual beli adalah sebagai berikut:
1. Penjual dan Pembeli
2. Aqad (Ijab dan Qabul)
3. Barang (Ma’kud Alaih/Subject Matter)
Sedangkan syarat-syarat bagi setiap rukun-rukun tersebut adalah penting dan mesti dipenuhi, karena jual beli dinyatakan syah apabila telah memenuhi syarat-syarat atas pelaku akad, barang yang akan diakadkan, atau tempat berakad, barang yang akan dipindahkan kepemilikannya dari salah satu pihak kepada pihak lain baik berupa harga atau barang yang ditentukan dengan nilai atau harga.
Adapun syarat-syarat pelaku akad adalah berakal dan mempunyai kemampuan memilih. Jadi orang gila, orang mabuk, dan anak kecil tidak bisa dinyatakan sah. Bagi anak kecil yang sudah mampu membedakan yang benar dan yang salah maka akadnya sah, tapi tergantung izin walinya. Lebih lengkap berikut.

3 hal persyaratan untuk kedua penjual dan pembeli yaitu :
1.      Keduanya saling ridho, seperti yang disabdakan oleh Nabi saw berikut :
Dari Abu Sa’id Al-Khudi bahwa Rasulullah SAW bersabda, “sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka”(HR. Al Baihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban)
Nabi saw bersabda : ”sesungguhnya jual beli itu karena keridhaan”(Diriwayatkan Ibnu Hibban, Ibnu Majah, dan selain keduanya).
2. Keduanya adalah orang yang sudah diperbolehkan mengambil sikap masing-masing.
3. Berhak dan memiliki barang yang dijual atau mewakili sang pemiliknya, Hal ini berdasarkan sabda Nabi saw kepada Hakim bin Hizam :  ”janganlah engkau menjual apa-apa yang bukan milikmu” (Diriwatkan Ibnu Majah, At-Tirmidzi, dan menyahihkannya).

Sedangkan syarat-syarat barang akad adalah sebagai berkut:
1.      Suci, bukan barang yang mengandungi unsur-unsur najis dan dilarang Syara’ (halal dan baik).
Ini didasarkan atas hadits Rasulullah “Sesungguhnya Allah mengharamkan jual beli khamar, bangkai, babi, dan patung-patung”. Mengambil manfaat dari lemak bangkai, bukan untuk diperjualbelikan hukumnya boleh. Contoh memberi minyak pada kulit, dijadikan bahan bakar penerangan. Ibnu Qayyim berpendapat atas hadits tersebut bahwa semua perbuatan tersebut adalah haram, dan menjualbelikannya, sekalipun si pembeli menggunakannya untuk kepentingan yang sama. Mayoritas ulama berpendapat bahwa semua jenis barang najis berlaku ketentuan haram. Sedangkan Hanafi dan Zhahiri mengecualikan barang yang mempunyai manfaat dan halal untuk diperjualbelikan.
2.      Bermanfaat
Transaksi jaul beli serangga, ular dan tikus tidak dibolehkan kecuali untuk sesuatu yang bermanfaat. Demikian dengan yang lainnya.
3.      Milik orang yang melakukan akad atau yang diberi izin oleh pemilik (jika tanpa izin disebut bai’ al-fudhuli)
Akad fudhuli dianggap sebagai akad yang sah, akan tetapi keabsahan hukumnya tergantung izin pemilik sah atau wakilnya. Jika si pemiliknya membolehkannya maka sah akadnya, jika tidak maka batal akadnya.
4.      Barang tersebut dapat diserahkan dalam majlis akad.
Sesuatu yang tidak dapat dapat diserahkan secara konkrit maka tidak sah hukumnya, seperti ikan dalam air, burung yang terbang,
5.      Barang tersebut telah ditentukan jenis dan kuantitinya, barang dan nilainya diketahui (statusnya jelas)
Hal ini untuk menghindari penipuan. Syarat barang diketahui cukup dengan mengetahui keberadaan barang tersebut sekalipun tanpa mengetahui jumlahnya, seperti pada transaksi berdasarkan perkiraan atau taksiran. Untuk barang Zimmah (barang yang dihitung dan ditimbang), maka jumlah dan sifat-sifatnya harus diketahui oleh kedua belah pihak. Demikian juga harganya harus diketahui, baik itu sifat, nilai pembayaran, jumlah maupun masanya.
Barang yang tidak ada di tempat akad boleh hukumnya jika diketahui dengan jelas klasifikasiya. Namun jika tidak sesuai dengan informasinya maka menjadi tidak syah, maka pihak yang melakukan akad boleh memilih untuk menerima atau menolak.
Transaksi atas barang yang sulit dan bahaya untuk melihatnya, dibolehkan jika tidak berada di tempat akad, dengan catatan kriteria barang tersebut diketahui menurut kebiasaan, seperti makanan kaleng, obat-obatan dalam tablet, tabung oksigen, buah buahan dalam tanah seperti wortel, bawang yang tidak mungkin dikeluarkan sekaligus karena menyulitkan.
Jika barangnya tidak diketahui dengan pasti, disebut jual beli Jazaf atau taksiran atau perkiraan. Walaupun jumlah barang bisa dikatakan tidak pasti shingga bisa terjadi kerugiaan, akan tetapi biasanya hal tersebut bisa ditolerir oleh kedua belah pihak (misal jual beli obat dengan taksiran).
6. Masa penyerahannya telah ditetapkan.
7. Tempat untuk diserahkan barang telah ditentukan.
Peryaratan ijab dan qabul. Ini adalah ketetapan syariat dalam mengungkapkan secara verbal yang menjadi standar atas isi hati atau niatnya. Ijab adalah ungkapan awal yang diucapkan oleh salah satu dari dua pihak yang melakukan akad dan qabul adalah pihak kedua. Tidak ada perbedaan di antara keduanya dalam hal mengijab atau mengqabul. Dikecualikan untuk barang-barang yang kecil yang hanya cukup dengan mua’thaah (saling memberi) seusai dengan adat dan kebiasaan yang berlaku pada masyarakat setempat. Tidak diperlukan kata-kata khusus dan dalam jual beli diharuskan adanya kerelaan yang diwujudkan dalam bentuk mengambil dan memberi, atau dengan cara lain yang dapat menunjukkan akan sikap ridha.

0 komentar:

alipoetry © 2008 Por *Templates para Você*