SURAT DAKWAAN
Pengertian Surat Dakwaan
Surat dakwaan adalah surat atau akta yang memuat rumusan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa yang disimpulkan dan ditarik dari hasil pemeriksaan penyidikan, dan merupakan dasar serta landasan bagi hakim dalam pemeriksaan dimuka siding pengadilan.
Rumusan pengertian di atas telah disesuaikan dengan jiw dan ketentuan KUHAP. Dengan demikian, pada definisi itu sudah dipergunakan istilah atau sebutan yang berasal dari KUHAP, seperti istilah yang “didakwakan” dan “hasil pemeriksaan penyidikan” sebagai istilah baru yang dibakukan dalam KUHAP untuk menggantikan istilah “tuduhan” dan yang “dituduhkan ”. demikian juga istilah “pemeriksaan permulaan” yang disebut dalam HIR, dibakukan menjadi sebutan “pemeriksaan penyidikan” oleh KUHAP.
Prinsip Surat Dakwaan
Membicarakan prinsip surat dakwaan harus disesuaikan dengan ketentuan KUHAP, sebab prinsip yang diatur dalam HIR dan KUHAP terdapat beberapa perbedaan.terutama yang menyangkut pasal 83 HIR, yang menegaskan surat tolakan jaksa bukan merupakan surat tuduhan dalm arti kata yang sebenarnya. Yang membuat surat tuduhan menurut HIR adalah ketua pengadilan negri, yang mempunyai wewenang untuk mengubah isi surat tolakan jaksa. Ketua pengadilan negri tidak terikat pada isi surat tolakan jaksa. Itu sebabnya, system pembuatan surat dakwaan menurut HIR, jaksa sebagai penuntut umum belum sempurna berdiri sendiri, masih berada di bawah pengawasan ketua pengadilan negri. Barangkali disebabkan anggapan bahwa pada masa pembuatan HIR, sebagian besar penuntut umum belum begitu mahir menyusun perumusan yuridis, jika dibandingkan dengan para hakim/ketua pengadilan negri, pada umumnya terdiri dari sarjana hokum.
Kalau diikuti ejarah perkembangan pembuatan surat dakwaan, penuntut umum baru berdiri sendiri sejak berlaku UU pokok kekuasaan kejaksaan, UU No. 15/1961. pasal 12 UU tersebut menentukan, jaksa yang membuat surat dakwaan (menurut ketentuan itu diberi nama “surat tuduhan”) bukan dilakukan oleh ketua pengadilan negri. Ketentuan pasal 12 UU No. 15/1961 tersebut dipertegas lagi dengan surat edaran bersama Mahkamah Agung dan Jaksa Agung tanggal 20 oktober 1962 No. 6 MA/1962/24/SE. surat edaran dimaksud antara lain menegaskan, pembuatan surat tuduhan (dakwaan) baik dalam perkara tolakan maupun dalam perkara sumir adalah jaksa. Dengan ketentuan pasal 12 dan penegasan surat edaran dimaksud, sejak saat itulah penuntut umum ditempatkan dalam posisi yang sempurna berdiri sendiri.
Bagaimana dengan kuhap? Kedudukan jaksa sebagai penuntut umum dalam KUHAP semakin dipertegas dalam posisi sebagai instansi yang berwenang melakukan penuntutan (pasal 1butir 7 dan pasal 137). Dalam posisi sebagai aparat penuntut umum, pasal 140 ayat (1) menegaskan wewenang penuntut umum untuk membuat surat dakwaan tanpa campur tangan instansi lain. Penuntut umum”berdiri sendiri” dan sempurna (volwaarding) dalm pembuatan surat dakwaan. Bertitik tolak dari ketentuan pasal 1 butir 7 dan pasal 137 serta pasal 140 ayat (1), kedudukan penuntut umum dalam pembuatan surat dakwaan dapat dijelaskan.
Syarat Surat Dakwaan
Mengenai syarat surat dakwaan dapat di lihat pada pasal 143 KUHAP. Memperhatikan pasal tersebut, ditentukan dua syarat yang harus dipenuhi surat daakwaan.
Harus memuat syarat formal:
Syarat formal yang memuat hal-hal yang berhubungan dengan:
Surat dakwaan diberi tanggal dan ditandatangani oleh penuntut umum/jaksa,
Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, enis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka.
Syarat materiil
Syarat materiil memuat dua unsur yang tak boleh dilalaikan yaitu:
Uraian cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan,
Menyebut waktu dan tempat tindak pidana yang dilakukan (tempus delicti dan locus delicti)
Surat Dakwaan Yang Tidak Memenuhi Syarat
Pada dasarnya, surat dakwaan dianggap tidak memenuhi syarat materiil, antara lain:
1.surat dakwaan tidak terang
seperti yang telah dijelaskan, syarat materiil surat dakwaan harus memuat dengan lengkap unsure-unsur tindak pidana yang didakwakan. Kalau usur-unsur tindak pidana yang didakwakan tidak dijelaskan secara keseluruhan, terdapat kekaburan dalam surat dakwaan. Bahkan pada hakikatnya surat dakwaan yang tidak memuat secara jelas yang lengkap unsure-unsur tindak pidana yang didakwakan, dengan sendirinya mengakibatkan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa bukan merupakan tindak pidana. Surat dakwaan yang tidak jelas dan tidak terang, merugikan kepentingan terdakwa mempersiapkan pembelaan. Sehubungan dengan syarat surat dakwaan harus terang, syarat tersebut bukan semata-mata tergantung kepada perumusan unsure delik saja. Sekalipun unsure delik telah dirumuskan secara lengkap pada setiap dakwaan yang berbentuk kumulatif, namun jika gabungan surat dakwaan bersifat membingungkan karena baik mengenai susunan kumulasinya maupun perumusannya tidak jelas antara dakwaan yang satu dengan dakwaan yang lain, surat dakwaan seperti itu batal demi hokum. Hal itu dapat dilihat dalam putusan Mahkamah Agung tanggal 9 november 1983 Reg. No. 600 K/Pid/1982.
2.surat dakwaan mengandung pertentangan antara yang satu dengan yang lain
pertentangan isi surat dakwaan menimbulkan “keraguan” bagi terdakwa tentang perbuatan atau tindakan mana yang didakwakan kepadanya. Surat dakwaan harus jelas memuat semua unsure tindak pidana yang didakwakan (voldoende en duidelijke opgave van het feit). Disamping itu, surat dakwaan harus merinci secara jelas.
Yang Menentukan Surat Dakwaan Batal
Sesuai dengan prinsip proses persidangan, telah meletakan wewenang dan tanggung jawab sepenuhnya pemeriksaan perkara kepada hakim yang memimpin persidangan. Atas dasarprinsip tersebut yang berwenang menyatakann surat dakwaan batal adalah hakim yang memimpin persidangan.
Oleh karena itu, penilaian tentang batal tidaknya surat dakwaan dilakukan oleh hakim dalam proses persidangan. Uuntuk menjaga cara penilaian yang lebih objektif, hakim lebih baik memeriksa lebih dulu perkaranya secara keseluruhan. Berdasarkan pemereiksaan hakim akan lebih objektif menilai, apakah dakwaan ituterang atau tidak, berpatokan pada penilaian apakah surat dakwaan benar-benar merugikan hak terdakwa melakukan dan mempersiapkan pembelaan.
Surat Dakwaan Yang Tidak Menyebut Fakta
Suarat dakwaan yang tidak memuat uraian tentang fakta tidak mengakibatkan batalnya surat dakwaan.hal tersebut tercantum dalam putusan Mahkamah Agung tanggal 23 agustus 1969 no. 36 K/Kr/1968.
Namun, meskipun demikian sebaiknya surat dakwaan sedapat mungkin memuat fakta dan keadaan yang lengkap dalam surat dakwaan.
Bentuk Surat Dakwaan
Surat Dakwaan Biasa adalah surat dakwaan yang disusun dalam rumusan tunggal berisi satu dakwaan dan perumusan dakwaan tunggal dijumpai tindak pidana yang jelas, tidak ada orang lain yang terlibat, sehingga pelaku maupun tindak pidana yang dilanggar sangat jelas dan sederhana
Surat Dakwaan Alternatif adalah surat dakwaan yang tindak pidananya masing-masing dirumuskan secara saling mengecualikan dan memberikan pilihan kepada pengadilan untuk menentukan dakwaan mana yang paling tepat untuk dipertanggungjawabkan oleh terdakwa sehubungan dengan tindak pidana. Biasanya dalam surat dakwaan ada kata “atau”
Surat Dakwaan Subsidair (Pengganti) adalah surat dakwaan yang terdiri dari dua atau lebih dakwaan yang disusun secara berurutan dari dakwaan pidana yang terberat sampai yang teringan. Pemeriksaannyapun dilakukan menurut skala prioritas yang sudah tersusun. Biasanya terdapat kalimat Primair, Subsidair, Lebih Subsidair, Lebih Subsidair lagi
Surat Dakwaan Kumulasi adalah surat dakwaan yang disusun berupa rangkaian dari beberapa dakwaan atas kejahatan atau pelanggaran. Dakwaan jenis ini bisa merupakan gabungan dari beberapa dakwaan sekaligus atau kumulasi tindak pidana ataupun gabungan dari beberapa terdakwa karena kumulas terdakwanya karena melakukan tindak pidana bersama-sama dengan orang lain.
Penghentian Penuntutan
Mengenai penghentian penuntutan diatur dalam pasal 140 ayat (2) yang menegaskan, penuntut umum “dapat menghentikan penuntutan” suatu perkara. Dalam arti, hasil pemeriksaan penyidikan tindak pidana yang disampaikan penyidik, tidak dilimpahkan penuntut umum ke sidang pengadilan.
Mengenai tata cara penghentian penuntutan, hal ini dijelaskan dalam pasal 140 ayat (2):
a. penghentian penuntutan dituangkan oleh penuntut umum dalam satu “surat ketetapan” yang disebut SP3.
b. isi surat penetapan penghentian penuntutan diberitahukan kepada tersangka.
c. dalam hal penuntut umum melakukan penghentian penuntutan, edang tersangka berada dalam tahanan, penuntut umum “wajib” segera membebaskan dari penhanan.
d. turunan surat penetapan penghentian penuntutan “wajib” disampaikan kepada tersangka atau keluarganya, pejabat rumah tahanan Negara, penyidik dan kepada hakim.
Meskipun sudah dilakukan penghentian penuntutan, karena penghentian penuntutan tidak dengan sendirinya menurut hokum melenyapkan hak dan wewenang penuntut umum untuk melakukan penuntutan kembali perkara tersebut. Penuntutan kembali perkara yang dihentikan bisa terjadikarena dua hal yaitu:
1.jika ternyta dikemudian hari ditemukan alasan “baru”
2.penuntutan kembali harus dilakukan apabila keputusan praperadilan menetakan penghentian penuntutan yang dilakukan penuntut umum tidak sah menurut hukum.
Permintaan Pemeriksaan Penghentian Penuntutan
Pada pasal 80 KUHAP memberi kemungkinan untuk mengajukan keberatan atas penghentian penuntutan atas suatu perkara. Secara teknis yuridis terhadap penghentian penuntutan perkara yang dilakukan oleh penuntut umum, dapat diajikan permintaan pemeriksaan oleh pihak yang berkepentingan yaitu:
1.penyidik
2.pihak ketiga yang berkepentingan/korban tindak pidana
Pemecahan Berkas Perkara
Pada dasarnya pemecahan berkas perkara terjadi dosebabkan factor pelaku tindak pidana, terdiri dari beberapa orang. Maka penuntut umum dapat menempuh kebijaksanaan untuk memecah berkas perkara menjadi beberapa berkas sesuai dengan jumlah terdakwa.
Maka dengan pemecahan berkas perkara tersebut, perkara menjadi beberapa perkara yang berdiri sendiri, antara seorang terdakwa dengan terdakwa yang lain masing-masig dapat dijadikan sebagai saksi secara timbale balik. Sedag apabila mereka digabung dalam suatu berkas dan pemeriksaan pesidangan, antara yang satu dan yang lain tidak dapat dijadikan saling menjadi saksi yang timbale balik.
Pelimpahan Berkas Perkara Ke Pengadilan
Apabila penuntut umum selesai mempelajari berkas perkara hasil penyidikan, dan berpendapat tindak pidana yang disangkakan dapat dituntut, menurut ketentuan pasal 140 ayat (1), penuntut umum dalam waktu secepatnya membuat surat dakwaan. Jika surat dakwaan sudah selesai dipersiapkan tindakan selanjutnya, melaksanakn ketentuan pasal 143 ayat (1):
I.melimpahkan perkara ke Pengadilan Negri,
II.pelimpahan berkas dilakukan dengan “surat pelimpahan” perkara,
III.dalam surat pelimpahan berkas tersebut dilampirkan surat dakwaan, berkas itu sendiri dan disertai permintaan agar Pegadilan Negri segera mengadili.
Mengubah Surat Dakwaan
Pasal 144 KUHAP memberi kemungkinan kepada penuntut umum untuk melakukan perubahan surat dakwaan, untuk menyempurnakan surat dakwaan dengan hal-hal yang memberatka hukuman, baik yang memberatkan hukuman secara umum maupun yang memberatkan secara khusus.oleh karena itu, sebelum hakim dalam persidangan menyatakan surat dakwaan batal, kepada penuntut umum diberikan kesempatan untuk mengubah surat dakwaan semula sebagaimana yang ditentukan oleh pasal 144 KUHAP.
Kemudian mengenai batas waktu mengubah dakwaan ditentukan pasal 144 ayat (2) dapat diambil kesimpulan:
1.perubahan surat dakwaan hanya dapat dilakukan satu kali saja.
2.perubahan hanya dapat dilakukan selambat-lambatnya 7 hari sebelum sidang dimulai.
Penyampaian Surat Turunan Peruabahan Dakwaan
Perubahan surat dakwaan mengakibatkan adnya perubahan pengertian dan penjelasan dalam surat dakwaan semula.hal ini adakalanya merugikan terdakwa. Misalnya perubahan penyempurnaan dari pasal 388 KUHP menjadi pasal 340 KUHP. Perubahan ini perlu diketahui oleh terdakwa sesuaidengan peraturan pasal 144 ayat (3), yang memberikan kewajiban kepada penuntutan umum untuk menyampaikan “turunan” perubahan surat dakwaan kepad tersangka atau penasihat hukumnya dan kepada penyidik.
Kemudian mengenai perubahan surat dakwaan tidak boleh mengakibatkan sesuatu yang semula merupakan tindak pidana, menjadi tindak pidana yang lain. Artinya perubahan dakwaan tidak boleh mengakibatkan unsure-unsur tindak pidana semula berubah menjadi tindak pidana baru.
Pembatalan Surat Dakwaan Dapat Diajukan Kembali
Sifat batal demi hukum yang ditentukan pasal 143 ayat (3) KUHAP adalah tidak murni secara mutlak. Masih diperlukan adanya pernyataan batal dari hakim yang memeriksa perkara, sehinggaagar keadaan yang batal demi hokum tersebut efektif dan formal benar-benar batal, diperluka putusan pengadilan. Selama belum ada putusan pengadilan surat dakwaan yang batal tersebut masih tetap sah dijadikan landasan memeriksa dan mengadili terdakwa.
Dengan hak yang diberikan pasal 156 KUHAP kepada terdakwa dan penasihat hokum untuk mengajukan eksepsi terhadap surat dakwaan penuntut umum, berarti Undang-Undang memberi kesempatan kepda mereka untuk meminta kepada pengadilan agar dakwaan dinyatakan batal demi hukum.
Jika terjadi atau status terdakwa berada dalam masa tahanan maka dalam putusan yang menyatakan surat dakwaan batal demi hukum, maka putusan ini harus dibarengi dengan pembebasan terdakwa dari tahanan. Kewenangan penuntut umum untuk mengjukan kembali perkara itu ke sidang pengadilan, tidak dapat dijadikan alasan untuk tetap menahan terdakwa dengan memperguakan pasal 191 ayat (3) KUHAP sebagi dasar hukum.
0 komentar:
Posting Komentar