Minggu, 19 Desember 2010

makhluk sosial / zoon politicon



“TENTU SAJA TIDAK MASUK AKAL JIKA MEMBAYANGKAN SESEORANG MENERIMA BANYAK BERKAH TETAPI MENYENDIRI, SEBAB TIDAK ADA SESEORANG-PUN YANG INGIN MEMILIKI SEGALA YANG BAIK NAMUN TETAP MENYENDIRI, SEBAB MANUSIA ADALAH MAKHLUK POLITIK, YANG SIFATNYA CENDERUNG HIDUP BERSAMA-SAMA ORANG LAIN”. (ARISTOTELES 384-322 SM)


Hanya ingin membahas pernyataan seorang filsuf terkemuka di zaman yunani kuno tersebut, tak ingin jauh membahas kehidupan seluruh manusia di dunia ini, karena bagiku bagi seorang yang tak banyak pengetahuan sepertinya takan kuasa menguak kehidupan manusia yang begitu kompleks dan menghubungkannya dengan pernyataan Aristoteles dengan satu titik temu.

Satu pertanyaan yang mendasar adalah betulkah manusia adalah makhluk zoon politicon yang sifatnya cenderung hidup bersama-sama orang lain? Tentu untuk menjawab pertanyaan tersebut masing-masing Manusia akan memiliki jawaban yang berbeda tergantung beberapa faktor yang dimilikinya, diantaranya faktor sosiologis, faktor filosofis, faktor psikologis yang mempengaruhi jawaban atas pertanyaan tersebut. Hal yang utama yang ingin saya bahas pada kesempatan ini mungkin dari faktor sosiologi, apakah seseorang tersebut telah behasil atau tidak menjalani kehidupannya secara sosial, apakah ia besahabat atau mampu beradaptasi dengan baik di lingkungannya atau justru sebaliknya. Ketika seseorang telah berhasil membangun kehidupan sosialnya dan asyik dengan menjalani kehidupan sosialnya maka ia akan dengan lantang menjawab bahwasannya kehidupan Manusia adalah sesuai dengan apa yang telah dipikirkan oleh Aristoteles bahwa Manusia adalah makhluk zoon politicon yang sifatnya selalu cenderung hidup bersama-sama orang lain. Akan tetapi bagi seseorang yang secara kehidupan sosialnya tidak berhasil, contoh: bagi seseorang yang selalu dikucilkan, dilecehkan dan dianggap rendah oleh orang lain dan seseorang tersebut tidak berhasil menghadapi itu semua dan tidak mampu membangun kehidupan sosialnya dan selalu merasa tertekan oleh kehidupan sekelilingnya. Maka orang tersebut akan bepikir bahwa dirinya secara pribadi bukanlah makhluk zoon politicon meskipun sebenarnya di bawah alam sadarnya ia teramat membutuhkan orang lain untuk menjalani kehidupannya.

Nah, dilihat dari faktor sosiologis tersebut sudah ada jawaban yang berbeda, apalagi jika kita kaitkan dengan beberapa faktor lainnya, akan tetapi saya tidak akan membahas lebih jauh kepada variabel-variabel lainnya. Sebelum saya sendiri memberikan pendapat mengenai pendapat Aristoteles di dalam buku “Antologi Filsafat” karya Graham Higgin ada pertanyaan sederhana pula, namun membutuhkan jawaban yang mantap. Pertanyaanya adalah apakah seseorang yang berbahagia masih membutuhkan teman atau tidak? Konon menurut beberapa orang ketika seseorang memperoleh kebahagiaan dan kecukupan diri, ia tidak lagi memerlukan teman, sebab mereka telah memiliki segala sesuatu yang baik dan merasa cukup diri dan tidak memerlukan apapun yang lain. Tetapi bagaimana jika seseorang lain dari temannya ternyata mampu memberikan apa yang belum pernah ia dapatkan sehingga ada pepatah mengatakan “ketika keberuntungan datang, siapa yang membutuhkan teman”. Saya rasa kejadian tersebut sudah merupakan bagian dari kehidupan sosial dan bisa kita sebut sebagai zoon politicon tanpa kita sadari.

Kemudian hal yang paling sederhana yang mungkin dari kita pernah merasakan hal ini, adalah ketika kita melihat seseorang yang kita cintai. Apa yang paling kita senangi dari orang yang kita cintai adalah ketika kita memandang orang yang kita cintai, meski dari jarak yang jauh sekalipun. Kita masih dapat tersenyum bahagia menatapnya, dan hal tersebut adalah semacam persepsi diantara persepsi-persepsi lainnya. Dengan mengandaikan bahwa ini jugalah yang membuatnya jatuh cinta dan tetap berada dalam cinta meski hanya memandangnya dari jarak yang jauh.

Demikian pula, tentu saja, apa yang paling berharga dari para teman adalah hidup bersama, karena persahabatan adalah komunitas dan kita berhubugan dengan teman kita atau orang yang kita cintai sebagaimana kita berhubungan dengan diri sendiri. Dengan persepsi tersebut dengan memandang diri sendiri adalah berharga, maka begitu juga ketika kita memandang orang yang kita cintai atau sahabat-sahabat kita adalah seseorang yang berharga yang teramat kita perlukan dikala kita duka atau suka.

Dengan pemaparan saya tersebut, saya rasa anda sudah bisa memahami jawaban saya. Dan ada satu ayat dalam al-Qur’an surat al-Hujarat ayat 13 menjelaskan bahwa

“ Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Dari ayat tersebut jelaslah bahwa kita sebagai individu-individu diciptakan untuk saling mengenal dan jelas pula sesuai dengan apa yang di kemukakan oleh filsuf tersebut.

Dan akhirnya dengan tangan yang selalu terbuka untuk siapapun mari kita membangun kebahagiaan di Dunia dan di Akhirat kelak bersama-sama dengan selalu berusaha dan berdoa dan berusaha selalu berjalan di jalan yang telah di ridhai Sang Pemilik Alam Semesta, Tuhan Pemilik Segala Keindahan dengan segala Dzat Yang Baik dan Indah.



Malam Jumat, Pondok Mungil 22:38
Ciputat, 02 November 2010
Hambali

0 komentar:

alipoetry © 2008 Por *Templates para Você*