Seni dan Penderitaan
Ya tekukur jangan kau menatap duka
Jangan pula cemas, karena kesedihan ada batasnya
Dan jangan katakan: “Orang mengurungku di sangkar ini
Dengan harapan: siapa menabur cinta akan memetik cinta pula nanti
Ia mendambakan puisi dan kepandaian melahirkannya
Tapi Dewi Seni tak mengabulkan permintaannya
Orang demikian mengaku jujur dan ia
Berkhotbah dan berdakwah untuk menipu sesamanya.”
Tapi aku, bukanlah keadaanku semata hanya cerminan
Dari apa yang kuinginkan dan kulakukan?
Ingin aku menandingi nyanyianmu
Lebih dari orang yang bercinta dan mendamba itu
Karena kutahu, dalam dukanya tekukur akan menyanyi
Lebih indah dari segala seni
Dan tidakkah kau lihat dara paling jelita
Akan lebih jelita bila sedang berduka?
Lagu-lagu kecapi takkan terdengar sedemikian rawan
Kecuali bila pemetiknya sedang dirundung kesedihan
Dan kalam takkan menulis sedemikian meyakinkan
Kecuali bila ia menulis tentang penderitaan
Maka segala ratap lagumu adalah bagiku begitu murni
Memancarkan kegirangan segala seni
Karena kau serukan dalam lagumu, ya burung, segala dukamu
Yang membangkitkan duka pula di hatiku
Namun andaikan kau tak di sangkar terpenjara
Tidaklah ratapmu akan memancar begitu merdeka
Sungguh mengherankan kebiasaan seniman pilihan:
Dalam kegirangan diam, dalam kesedihan banyak yang mesti di ucapkan
Namun tanpa siksa derita dan belenggu berat dunia
Tidaklah lagu-lagunya akan memancar ria
Duka dunia, ya burung, meski disimak dengarkan
Oleh mereka yang terilham sebagai seniman
Sampai bila segala sangsai dunia menekannya
Menegangkan seluruh dirinya, puaslah dia
Maka segala belenggu dan penghalang diratapinya
Dan orangpun senang mendengar suaranya yang penuh derita
(Penyair Aden ‘Ali Muhammad Luqman)
0 komentar:
Posting Komentar