TUJUAN SEKOLAH
Rasulallah SAW telah bersabda:
“Menuntut ilmu adalah fardhu bagi setiap muslim”
Ungkapamn tersebut berlaku secara umum baik kepada laki-laki maupun kepada perempuan.
Pada tahun lalu, khalil masuk di suatu TK (Taman Kanak-kanak). Di sana ia belajar huruf-huruf ejaan, dasar-dasar membaca, menulis, berhitung serta dasar-dasar pendidikan, tata karma, agama dan al-Qur’an.
Setelah memasuki tahun ajaran baru, orang tua Khalil bermaksud mendaftarkan anaknya tersebut di suatu SD (Sekolah Dasar) pada awal pembukaannya. Dia katakana kepada Khalil, “Wahai anakku, ayah ajak engkau pergi ke sekolah, ayah berharap semoga kelak engkau meraih kesuksesan”.
Khalil menjawab, “Apa manfaatnya, ayah, jika aku masuk sekolah? Apakah tidak lebih baik aku bersama ayah di pasar untuk membantu pekerjaan? Dan saya senang karena bersamamu. Lagi, engkau akan bahagia menyaksikan anakmu yang kecil ini membantumu dan bermain di sampingmu”.
Sang ayah menjawab, “Anakku, sungguh engkau belum tahu manfaat sekolah. Saya beritahu bahwa tujuan sekolah adalah agar engkau mengerti kewajiban-kewajibanmu kepada Yang Maha Pencipta; Allah SWT serta terhadap seluruh makhluk Nya. disamping agar engkau belajar sebagian ilmu dan pengetahuan yang kelak berguna bagi keluarga dan bangsamu. Engkau juga dapat juga belajar berhitung, kegiatan-kegiatan perdagangan ataupun teknik, jika engkau bercita-cita menjadi pedagang atau menjadi ahli teknik. Oleh karena itu, ayah sangat berharap engkau berangkat ke sekolah dan tekun belajar, sehingga engkau meraih cita-cita dari Tuhan para hamba.”
Imam Baihaki dan Imam Thabrani dalam kitab al-ausath meriwayatkan hadist marfu’ dari Abu Darda’, “Mencariilmu di waktu kecil bagai mengukir di atas batu.”
Alangkah tepatnya seorang penyair yang mengatakan:
Aku tahu bahwa aku lupa ilmu yang kupelajari di saat senja
Namun, tiada kulupa pelajaran di atas belia
Tiada ilmu kecuali belajar diwaktu muda
Tiada dewasa kecuali kesabaran di usia senja
Andai sang guru membuka hati anak didik di saat belia
Niscaya di hatinya, ilmu bagai pahatan di atas batu
Percayalah wahai anakku bahwa segala yang engkau pelajari saat ini – sekalipun belum engkau ketahui gunanya – karena umurmu yang masih belia pasti akan engkau dapatkan manfaatnya di saat dewasa. dengan ilmu itu engkau akan bahagia, tenteram dan berada dalam derajat yang mulia.
Anakku, belajarlah selagi engkau masih muda, karena saat itulah waktu yang baik untuk menuntut ilmu. apabila telah lewat tidak mungkin waktu itu akan kembali. sudah berapa banyak orang yang menyesal gara-gara membuang-buang waktu di saat belia. Mereka mengatakan, “alangkah baiknya apabila kita sanggup kembali lagi kepada masa-masa belia. Kami akan menjadi orang yang tekun dan bersungguh-sungguh. karena satu jam belajar dan bersunguh-sungguh di usia muda akan melepaskan kesengsaraan selama bertahun-tahun di saat dewasa.”
Anakku, belum pernah saya menjumpai seorangpun menyesal karena belajar di waktu kecil. Namun yang saya lihat adalah, mereka menyesal karena membuang-buang waktu begitu saja di usia muda, atau karena mereka tidak memperoleh ilmu”.
Setelah mendengar nasihat orang tuanya, Khalil mencium tangan orangtuanya dan segera berangkat ke sekolah dengan penuh ketaatan dan ketulusan, serta berjanji kepada orang tuanya untuk melaksanakan segala petunjuk dan nasihatnya dan bersungguh-sungguh dalam aktifitasnya, agar tercapai yang di citakannya.
Sang ayah sangat bahagia atas ketaatan putranya. Dia berdoa agar anaknya mendapatkan taufiq dan petunjuk ke jalan yang lurus. Lantas ia mengulang-ulang perkataan seorang penyair.
Aku tahu bahwa aku lupa ilmu yang kupelajari di saat senja
Namun, tiada kulupa pelajaran di atas belia
Tiada ilmu kecuali belajar diwaktu muda
Tiada dewasa kecuali kesabaran di usia senja
Andai sang guru membuka hati anak didik di saat belia
Niscaya di hatinya, ilmu bagai pahatan di atas batu
Lantas ia menjabarkan makna yang terkandung dalam bait-bait syair tersebut:
1. Saya telah mengalami bahwa ilmu-ilmu yang telah kupelajari di saat dewasa tidak ada yang tersisa. Namun Ilmu-ilmu yang ku pelajari di waktu belia tidak ada yang aku lupa.
2. Tidak ada ilmu kecuali yang telah dipelajari seseorang di masa mudanya, yaitu ketika ia masih terbebas dari kesibukan-kesibukan hidup. Sebagaimana halnya seorang belum dapat dikatakan dewasa sebelum mampu menahan dirinya di saat marah.
3. Seandainya seorang pendidik membuka hati anak didiknya niscaya dia mendapati dengan jelas ilmu yang disampaikannya bagaikan ukiran di atas batu, yaitu tiada akan hilang sepanjang masa.
“Kepada Putra-Putraku” hal 1-6 Karangan Prof. Dr. Ali Fikri
0 komentar:
Posting Komentar