Teori Implisit Versus Teori Eksplisit
(Salah satu
bahan diskusi smester I di Asrama HMB Jakarta)
Orang tidak selamanya sadar akan asumsi-asumsi teoritis yang
menjadi dasar penjelasan atau ramalannya, atau akan struktur logis dari
kesimpulan-kesimpulan yang ditarik dari fakta yang ada dalam kehidupan
sehari-hari. Sebaliknya, teri yang dipergunakan orang dalam kehidupan
sehari-hari biasanya bersifat implisit, tidak eksplisit. Sering teori-teori
dapat kita lihat dalam tradisi dan dalam kebijaksanaan rakyat yang dapat
diterima dengan akal sehat. Asumsi-asumsi teoritis yang mendasar itu dapat kita
lihat dalam pepatah lama misalnya “Rasam minyak ke minyak, rasam air ke air”
artinya: Mencari atau kembali ke kelompok atau golongannya masing-masing. Atau
dapat pula dilihat dalam symbol-simbol kepercayaan yang sudah sangat berkembang
mengenai kodrat manusia atau masyarakat, seperti misalnya kepercayaan agama
yang mengatakan bahwa manusia memiliki suatu keistimewaan tertentu yang
diperolehnya dari Allah, dan membedakan manusia dari binatang-binatang lainnya;
atau adanya kepercayaan bahwa dalam jangka waktu yang panjang, orang yang
berperilaku “baik” akan dihargai, dan yang berperilaku “buruk” akan disiksa.
Teori-teori implicit itu mewarnai sikap kita pada umumnya terhadap
orang lain dan terhadap masyarakat. Kita semua tahu bahwa ada orang yang sinis
yang percaya bahwa manusia itu hanya tertarik pada kesehjahteraannya sendiri
saja; dan ada manusia yang optimis, yang terus menerus mencari sifat-sifat yang
baik atau yang positif pada orang lain dan sering melihatnya demikian,
sedangkan orang lain tidak. Saya tidak mengemukakan bahwa semua orang selalu
konsisten dalam asumsi-asumsi teoritisnya. karena banyak dari asumsi-asumsi ini
bersifat implicit (atau berada dibawah sadar), maka orang lalu tidak menjadi
sadar kalau mereka tidak konsisten.
Bagi kebanyakan orang, teori-teorinya itu mungkin tetap bersifat
implicit. tetapi karena berbagai alasan, orang lain menjadi “lebih sadar”
dimana segi-segi tertentu dari teori-teori mereka yang imlisit itu menjadi
eksplisit dan tunduk pada analisa obyektif atau analisa kritis. proses ini
tidak harus berarti bahwa teori-teori implicit itu akan ditolak; sebaliknya,
teori-teori itu mungkin mendapat dukungan. Bagaimanapun juga, hal yang kita
kemukakan adalah bahwa individu menjadi sadar akan beberapa dari asumsi-asumsi
teoritis yang mendasar, dan rela mengujinya secara obyektif, paling kurang
dalam tingkatan tertentu. Banyak mahasiswa berpendapat bahwa bertambahnya
kesadaran diperoleh lewat studi mengenai perspektif sosiologi.
0 komentar:
Posting Komentar