Persembahan moengil di tahun baru 1433 H
Hambali Ibnu Ranim
Waktu adalah sebuah elemen kehidupan yang sangat penting. Setiap waktu yang kita jalani memiliki nilai tinggi dan penting untuk digunakan dengan strategi yang terbaik. Setiap detik sangatlah berguna, setiap detik harus digunakan secara efektif untuk menciptakan nilai tambah sebuah kehidupan untuk mencapai tarap hidup manusia yang baik, benar, dan indah sebagai makhluk ciptaan Allah Yang Maha Sempurna. Tindakan terbaik harus dilaksanakan untuk memastikan hasil-hasil yang memuaskan dari usaha yang sedang kita kerjakan dalam setiap detik kehidupan . Dengan kesadaran akan prinsip ini maka alangkah baiknya jika jika kita sebagai manusia memiliki fokus yang jelas tentang bagaimana arah tujuan kehidupan kita yang ingin kita lewati dengan berlalunya waktu.
Tujuan yang sudah ditetapkan dengan jelas memberi kita gambaran tentang bagaimana sebaiknya kita memanfaatkan waktu. Menggunakan waktu dengan cara yang terbaikn bahwa kita harus bekerja keras guna meraih tujuan yang telah ditetapkan dengan cepat, tepat, baik, benar dan indah pada akhirnya.
Mungkin sudah tepat jika kita menggunakan waktu untuk menyiapkan hidup dan bukan hanya menikmati hidup. Karena setiap detik kehidupan adalah bernilai tinggi dan setiap jalan yang kita lalui merupakan pengalaman yang berharga dan kunci menikmati kehidupan adalah mempersiapkan kehidupan sebaik mungkin dan menikmati pendidikan, pekerjaan, profesi, atau bisnis yang sedang kita tekuni, dan memastikan bahwa apapun yang kita kerjakan kita mengerjakannya dengan sebaik mungkin.
Dan berbicara tentang waktu, maka junjungan kita, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغ
“Dua kenikmatan yang kebanyakan manusia terlena dengannya, kesehatan dan waktu luang” (HR. Bukhari)
Begitukah diri kita? Lupa bagaimana nikmat kesehatan yang telah kita dapatkan, bagaimana sedihnya kita melihat salah satu saudara kita terbaring sakit, atau bahkan betapa sakitnya ketika kita sendiri yang di timpa rasa sakit itu. Tidak sadar jika diri kita mendapatkan anugerah kenikmatan yang besar yaitu kesehatan yang kita dapatkan. Sepertinya kita akan terus lupa hingga sedikit demi sedikit kenikmatan tersebut hilang berganti dengan sakit yang melanda pada diri kita. Barulah ketika itu kita akan benar-benar menyadarinya. Sadar bahwa kemarin kita masih bisa berjalan bahkan berlari dengan gagahnya. Sadar bahwa kemarin kita masih bisa makan dengan nikmatnya. Sadar bahwa kita kemarin masih bisa gembira, tertawa, dan bercanda dengan keluarga dan sahabat. Sadar bahwa kita kemarin tidak sadar. Kesadaran yang selalu terlambat. Akan selalu begitukah diri kita?
Begitu juga nikmatnya waktu luang yang kita miliki. Tak akan kita sadari kecuali ketika waktu luang tersebut berganti dengan kesibukan yang memaksa kita untuk terus menerus berpacu dengan waktu. Ketika itulah baru kita akan benar-benar menyadari, betapa pentingnya waktu yang kita punya. Bahkan seandainya kita bisa membeli waktu sehingga satu hari satu malam menjadi 25 jam, dia akan membelinya. Begitukah diri kita?
Ya, mungkin begitulah diri kita. Sedikit sekali dari kalangan kita yang benar-benar bisa mensyukuri nikmat Allah SWT yang selalu saja tercurahkan kepada kita dalam keadaan kita seperti apapun. Allah SWT berfirman:
وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ
“Dan sangat sedikit dari hamba-Ku yang bersyukur” (Saba’ 13)
Padahal Allah SWT memerintahkan hamba-Nya untuk selalu bersyukur kepada-Nya. Allah SWT berfirman:
وَاشْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
“Dan bersyukurlah kalian atas nikmat Allah kepada kalian jika kalian benar-benar hanya beribadah kepada-Nya” (An Nahl 114)
Dan Allah SWT menjanjikan bagi kita yang bersyukur, maka Allah SWT akan menambah kenikmatannya. Sebaliknya Dia mengancam bagi siapa yang kufur nikmat, tidak bersyukur atas nikmat yang kita dapatkan dengan adzab yang sangat pedih.
لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
“Seandainya Kalian benar-benar bersyukur sungguh Kami akan tambahkan kepada kalian. Dan kalau kalian benar-benar kufur maka sesungguhnya adzab-Ku sangatlah pedih.” (Ibrahim 7)
Tidakkah kita takut akan kehilangan kenikmatan dan tergantikan dengan adzab yang sangat pedih? Rasanya tidak ada seorang pun yang akan menjawab bahwa dia tidak takut. Semua orang ingin kenikmatan yang dia dapatkan selalu berada digenggamannya. Tidak akan dia biarkan lepas begitu saja. Kalau begitu, apa yang telah kita lakukan untuk menjaga kenikmatan-kenikmatan tersebut? Sudahkan kita bersyukur sebagaimana yang telah diperintahkan? Ataukah kita kufur sehingga ancaman adzab yang sangat pedih yang sekarang menunggu kita? Sudahkah kita mengakui di dalam hati-hati kita bahwa semua kenikmatan yang kita dapatkan adalah anugerah dari Allah bukan semata-mata karena kepandaian, kecerdikan, dan kecakapan kita? Sudahkah kita membasahi lisan-lisan kita dengan berdzikir memuji Allah SWT atas segala kenikmatannya? Sudahkah kita menggunakan semua kenikmatan yang kita dapatkan tersebut sebagai fasilitas untuk lebih mendekatakan diri kepada Allah SWT? Atau… Apakah kita menunggu nikmat-nikmat tersebut dicabut dari diri kita baru kita akan benar-benar menyadarinya? La haula walaa quwwata illa billahil ‘adzhim. (dalam oase ilmu)
Ada beberapa hal yang menarik bagi kita untuk benar-benar menyadari betapa pentingnya memanfaatkan waktu yang kita miliki sebaik mungkin yaitu :
Agar kita tahu makna 1 tahun, maka bertanyalah kepada siswa yang telah gagal dalam ujian akhir. Agar kita tahu makna 1 bulan, maka bertanyalah kepada seorang ibu yang telah melahirkan bayi premature. Agar kita tahu makna 1 minggu, maka bertanyalah kepada seorang editor majalah mingguan. Agar kita tahu makna 1 jam, maka bertanyalah kepada sepasang kekasih yang sudah lama tak berjumpa. Agar kita tahu makna 1 menit, maka bertanyalah kepada orang yang baru saja ketinggalan bis, kereta atau pesawat terbang. Agar kita tahu makna 1 detik, maka bertanyalah kepada seorang yang selamat dari kecelakaan. Agar kita tahu makna 1/10 detik, maka bertanyalah kepada orang yang meraih medali perak di olimpiade.
Seperti yang pernah saya sampaikan pada catatan sebelumnya mengenai tahun baru hijriyyah, maka di tahun yang baru ini kita harus terus berusaha mempersembahkan yang terbaik bagi kehidupan kita, tak perlu menyesali masa yang lalu yang penuh dengan duka, dusta atau-pun dosa yang senantiasa melekat pada kehidupan kita, kita harus merubah kebiasaan buruk kita dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik yang lebih berharga bagi kita dan bagi sekitar kehidupan kita. Jika kita dikehidupan sebelumnya banyak kekurangan yang ada pada diri kita, tak usah terus-menerus berlarut dalam penyesalan dan bunuh diri atau melukai diri dalam jiwa kita karena perbuatan tersebut adalah suatu tindakan yang sia-sia dan bodoh bagi kita. Akan sangat bermanfaat jika kita memberikan keberanian dan semangat untuk jiwa kita saat melangkah disetiap waktu kehidupan kita. Seperti halnya yang diungkapkan oleh Lucius “Ada saat-saat dimana bertahan hidup saja sudah merupakan tindakan yang berani” (Lucius Annaeus Seneca ±4 SM-65 M).
Dan akhirnya tak ada lagi yang harus kita lakukan kecuali terus berjalan, berlari mengejar mimpi dan secerca harapan yang kita miliki dan harus terus menapaki waktu kita yang terus bejalan, dan sebagai penyeimbang untuk keselarasan menjalani kehidupan yang baik bagi kita Bertrand menyampaikan pendapatnya “Kehidupan yang baik adalah kehidupan yang diilhami oleh cinta dan dibimbing oleh pengetahuan” (Bertrand Russell 1872-1970). Pengetahuan dan Cinta adalah dua hal yang bisa diperluas sampai tak berhingga. Jadi, bagaimanapun baiknya kehidupan, masih ada kehidupan yang sangat lebih baik yang bisa kita bayangkan. Tak ada Cinta tanpa Pengetahuan, dan tak ada Pengetahuan tanpa Cinta yang bisa menciptakan Kehidupan yang Baik. Tak usah kita pikirkan berapa lama lagi kita hidup, kita harus terus berusaha menjalani kehidupan sebaik mungkin, karena sebagaimana yang terjadi pada pentas sandiwara yang terpenting bukanlah berapa lama kita memainkan sandiwara itu, melainkan seberapa baik sandiwara itu dimainkan, tak penting dibagian mana kita berhenti namun yang terpenting yang harus kita pastikan bahwa kita mengakhiri sandiwara itu dengan penutup yang baik. Begitupun pada perjalanan hidup kita.
Semoga menjadi salah satu persembahan yang baik di tahun baru 1433 H amin…
“sesungguhnya hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang tiada kamu ketahui” (Q.S Yusuf : 86)
0 komentar:
Posting Komentar