Rabu, 23 November 2011

“bahagialah untuk-mu yang pergi ke arah timur dan aku akan berlalu ke arah barat”



“Bahagialah untuk-mu yang pergi ke arah timur
dan aku akan berlalu ke arah barat”

Aku harus katakan padamu, tak mengapa, hari yang pernah kita impikan untuk  titi bersama akan disimpan zamannya dan akan menjadi sebuah kenangan yang terlukis dalam sisa-sisa malam. Jangan dan kukatakan tolong tak usah lagi kau menoleh, ketika kau ragu pada hitungan bulan dalam puluhan purnama yang terlewati jika tak hendak di antara kita, antara kau dan aku tak saling paham. Kau pun tak mengapa tak perlu menunggu, aku hanya mampu berharap kau temukan dirimu dalam dirinya dan biarlah aku temukan diriku dalam diriku. Tak mengapa meski aku masih disini namun aku tak hendak mengerti diriku dalam dirimu. Biarlah kau cari dirimu pada dirinya dan aku pun menerima jika harus aku temukan diriku hanya padaku.

Sebagai pengantar untuk bahagiamu akan ku beri sedikit kata untukmu “bahagialah untuk-mu yang pergi ke arah timur dan aku akan berlalu ke arah barat” mungkin kata itu tak indah bagimu dan terilah seperti kata yang biasa saja. Namun bagiku kata-kata itu menjadi teramat  bermakna. Matahari yang akan terbenam di sebelah barat di kala senja itu, itulah diriku harus menerima apa yang ku dapat, aku akhiri ceritaku bersama impian yang pernah kutawarkan untukmu. Sementara, di timur sana sang mentari akan selalu mengawali sinarnya di pagi hari
Bersama berjuta bahagia yang menyinarinya.
Namun beruntung sekali meski senja telah mulai menyelimutiku, satu buku yang kubaca dalam “The Art of Loving”  Erich Fromm mengatakan, “cinta merupakan seni”. Maka cinta memerlukan pengetahuan dan perjuangan. Namun sayang, pada masa ini cinta lebih merupakan masalah dicintai (to be loved), bukan mencintai (to love) atau kemampuan untuk mencintai. Banyak orang berfikir bahwa persoalannya cinta tidak sederhana,  karena cinta dalam latar pikir kita adalah persoalan “dicintai’. Bahwa cinta bukanlah gejolak hati yang datang sendiri melihat paras ayu. Bahwa, sebagaimana cinta kepada Allah (Tuhan), yang tak serta merta mengisi hati kita, setiap cinta memang harus diupayakan dengan kerja, dengan pengorbanan, dengan air mata, dan bahkan darah.
Dan cukup bahagia bagiku melihat bahagia dalam hidupnya, dan akan tercatatkan dalam kisah harianku, aku selalu berusaha untuk bisa mencintai meski tidak untuk dicintai.



0 komentar:

alipoetry © 2008 Por *Templates para Você*