Jumat, 26 Oktober 2012

Karakteristik dan Syarat-Syarat Ilmu (Kriteria Kebenaran Ilmu))




KRITERIA KEBENARAN ILMU
            Sebelum kita menelaah lebih jauh tentang criteria-kriteria kebenaran ilmu, kita akan membahas terlebih dahulu arti dari ilmu itu sendiri.
            Apakah yang dimaksud dengan ilmu? Ilmu adalah hasil dari buah pikiran dan pengalaman seseorang yang memiliki objek konkrit dan kebenarannya dapat diuji dengan metode-metode tertentu. (parapemikir.com/ilmu.html)
Selain itu arti ilmu adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
Kata ilmu sendiri merupakan kata serapan dari bahasa Arab “ilm” yang berarti memahami, mengerti, atau mengetahui. Dalam kaitan penyerapan katanya, ilmu pengetahuan dapat berarti memahami suatu pengetahuan, dan ilmu social dapat berarti mengetahui masalah-masalah sosial dan lain sebagainya. (Wikipedia.org/wiki/sains#syarat-syarat_ilmu)

Karakteristik Ilmu
            Menurut Randall dan Buchker (1942) mengemukakan beberapa cirri umum ilmu diantaranya :
1.      Hasil ilmu bersifat akumulatif dan merupakan milik bersama
2.      Hasil ilmu kebenarannya tidak mutlak dan bisa jadi kekeliruan karena yang menyelidiki adalah manusia
3.      Ilmu bersifat obyektif, artinya prosedur kerja atau cara penggunaan metode ilmu tidak tergantung kepada yang menggunakan, tidak tergantung kepada pemahaman secara pribadi. (google.com/search8&sourceid=navclient&gfns=1&g=criteria+kebenaran+ilmu)

Syarat-Syarat Ilmu
            Berbeda dengan pengetahuan, ilmu merupakan pengetahuan khusus dimana seseorang mengetahui apa penyebab sesuatu dan mengapa. Ada persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai ilmu. Sifat ilmiah sebagai persyaratan ilmu banyak terpengaruh paradigma ilmu-ilmu alam yang telah ada lebih dahulu.
1.      Obyektif. Ilmu harus memiliki obyek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Obyeknya dapat bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji obyek, yang dicari adalah kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dengan obyek, dan karenanya disebut kebenaran obyektif; bukan subyektif berdasarkan subyek peneliti atau subyek penunjang penelitian.
2.      Metodis adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensi dari upaya ini adalah harus terdapat cara tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran. Metodis berasal dari bahasa yunani “metodos” yang berarti : cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode tertentu yang digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah.
3.      Sistematis. Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu obyek, ilmu harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu, mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut obyeknya. Pengetahuan yang tersusun secara sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga.
4.      Universal. Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang bersifat umum (tidak bersifat tertentu). Contoh : semua segitiga bersudut 180º. Karenanya universal merupakan syarat ilmu yang keempat. Belakangan ilmu-ilmu sosial menyadari kadar ke-umum-an (universal) yang dikandungnya berbeda dengan ilmu-ilmu alam mengingat obyeknya adalah tindakan manusia. Karena itu untuk mencapai tingkat universalitas dalam ilmu-ilmu sosial, harus tersedia konteks dan tertentu pula.
Salah satu bahan diskusi mata kuliah Filsafat Ilmu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2009  

0 komentar:

alipoetry © 2008 Por *Templates para Você*