fhilo
Gadis manis yang ku ukir selalu keindahan nama-mu di balik dinding kesetiaan-ku, percayakah engkau dengan segala keindahan-mu, meski kalut menggulung hitam batinku menutupi semua pandanganku akan segala keindahan selain keindahan-mu aku, masih terhenyak dalam kerinduan yang takpudar dalam bara kebersudahan, dan apakah engkau menyeruakkan cinta melalui waktu yang dihiasi kerinduan yang sama dengan si kecil ini? Padahal aku hanya terpaku dalam hening malam dan itu pun tanpa dirimu meski selalu ku memimpikan kehadiran-mu, sedang sang mentari akan terus mengisi hari meski dinginnya derai hujan akan senantiasa menghiasi cahaya rembulan dan deru genit bintang akan menyertai keberadaanku yang berupaya mampu tuk tetap menantimu, akankah aku akan melihat wajahmu nan ayu yang terhiasi senyuman itu, dan kehangatan matamu yang manja manambah rona senyum-mu, mampukah engkau memberikan senyum-mu dan menatapku dengan sejuta kelembutan dan akankah kau memberikan apa yang selama ini kuimpikan? aku rindu akan setiap senyum-mu, ku impikan tawamu dan ku bayangkan wajah ayu-mu, tahukah kau apa yang kurasa kini, meski suaramu kini tetap terngiang dalam memori waktu-ku namun mengapa tak menghempas kerinduan ini, mengapa begitu jauh hingga aku tak dapat menggapaimu hingga aku tetap berdiri menatap langit dalam hening malam dan masih sendiri menemani kesunyian ini…
Dengan benang-benang kerinduan kusulam saja sajak ini, untukmu hai! Engkaulah pecandu rindu dari kalbu yang tergugah, hamper saja aku dibuat mu tak berdaya. aku terdiam karena diam-mu dan masih terdiam meski kau telah bergerak jauh meninggaalkan-ku, kurajut saja sajak ini sebagai penghibur bagi kesunyianku dari setiap kesunyian-kesunyian mimpiku, untukmu hai! Putri “fhilo” yang kuharap menjadi sumber kedamaian hatiku. disini terlihat konspirasi-konspirasi entahlah kemunafikan, keangkuhan, kedzaliman, ketidak pastian, kejujuran, kepasrahan dan doa sebagai perangkai sajak ini, untukmu hai! Putri “fhilo” pemilik keindahan, yang tak lelah melahap kemurkaan. Opera-opera berhenti di penghujung ketidakjelasan. Sarung-sarung melorot, jilbab-jilbab tergantung di pojok-pojok kota, kesucian robek mengerang. kutitipkan sajak ini, padamu agar tak beku, punah, hancur, lusuh, ditelan waktu. bacaah! dengan riak-riak rasa. dengan tetesan linangan mata. tapi jangan sampai terbakar dilahap bara, karena aku butuhkan keindahan dalam ketegaran-mu…
Pantaskah kutanyakan, Aku tak mengerti mengapa aku merindumu? mencemaskan dalam setiap deret bait waktu meraba imajinasiku untuk menerka apa yang kau lakukan? berharap kau sedikit membayangkanku, Jika aku terbuai dalam malam apakah kau akan menuai bintang untukku? Jika aku menanti pagi, apakah kau akan semaikan kesejukan embun untukku? Kubertanya pada Tuhan Mengapa sepi ini mengulumku dalam kuluman yang begitu pahit? Mampukah aku merajut benang cinta diantara duka dan mencerca kasih di atas perih ini, andai rasa ini bukan kesalahan, apakah Tuhan begitu tega memberiku satu dera lagi? Andai aku tak menggeret mimpi… oh Mengapa kau begitu menghantuiku? Biarkan aku mengerti dirimu, memahamimu.... mencintaimu dengan segenap tenagaku mendekapmu selamanya.... memilikimu untuk mengarungi hidupku dan langit akan menjadi saksi kisah dari setiap langkahku…
Saat ini masih lagi aku di sini sendirian dalam keheningan malam mengulit dan meniti mimpi seperti dulu berpintal dan beralun bersama desir angin malam namun menghangatkan dalam aroma nafas ombak mencecah persisir pantai mengabu dan bersama melerai perasaan tak terucap terungkap dalam deru angin di dini hari berlabuh hening mengikut tingkah nyanyian cengkerik merawan pilu lagu sang pungguk gemercik suara menggetar sukma dalam bisikan syahdu menghapus rasa rindu buat seketika pabila ia berlalu pergi diiringi titisan embun yang jatuh lalu rindu itu bertandang kembali bersama bayu malam yang tiada terungkap...
Mungkin jika aku lebih awal berusaha mungkin jika aku memahamimu sejak dulu, Paham tangismu itu untukku, aku jelas takkan menyiakanmu, Itu salahku jika kamu membenciku. Itu memang salahku jika kamu tak dihidupku sekarang. Mungkin kamu tak akan sebahagia saat ini jika bersamaku. Sisi burukku terlalu banyak bagi dirimu yang begitu tak punya kekurangan.. Kamu sempurna dan aku bukan apa- apa. Suatu saat aku dan kamu akan berada dalam suatu ruang yang berbeda apa kamu akan menganggapmu ada?...
Aku tak pasti apa yang aku rasa sekarang dan saat ini, hanya aku yang meresah, merindu pada ia yang jauh di mata, setiap kali kata-kata itu bermain di bibirmu setiap kali itu juga hati ini berlagu gundah dan aku merindu dan terus merindu dan aku mohon jangan salahkan hati ini yang merindukanmu…
Jika aku memandang indaahnya biru langit mengharapkan bayangan wajahmu terurai dalam goresan semu karena disini aku begitu merindumu, diantara senandung langkah bumi aku menantikan langkahmu di depan pintu hatiku, diselimut awan putih itu kugantungkan cinta suciku, bilakah engkau akan bersamaku mengarungi satu cerita dalam lautan cintaku ?? Bersama syahdu cahaya rembulan purnama ku akan menjemput malammu dengan sejuknya jiwamu. Bila aku bukan teman terbaikmu biarkan aku mencintamu dengan segenap jiwaku, bila aku bukan pilihan hatimu biarlah aku mendampingimu selamanya melalui mimpiku, biarkan aku menjadi bagian kecil di sudut hatimu menjadi lentera dalam gelap hatimu. Biarkan, karena aku hanya ingin bersamamu dalam kisah langkah hidupku....
Demi kesungguhan yang tetap menantimu aku selalu berharap keajaiban itu akan datang membawa dirimu kembali padaku mengembalikan semua kenangan yang pernah terlewatkan mengobati sesal, kesal, dan membasuh lukaku meski hanya sebagai sahabat. Demi rasa kasih yang tetap kupelihara kaulah cahaya yang menggemerlapkan nuraniku lebih daripada lentera pada malam gelap nansunyi. kaulah penerang malamku, kaulah pengobat rinduku, menerangkan sinar redup dalam hati meluruhkan kelelahan dalam ketiadaan merasukkan keindahan dalam kehampaanku. Demi kasih yang tak pernah mati akan ku persembahkan kesetiaan dalam ketidakpastian aku akan katakan pada dunia akan selalu terucap dalam DOA Aku Senantiasa Mengasihi-Mu…
Kugoreskan pada cahaya putih nan suci seuntai Salam penuh kehangatan menghempaskan angin kedukaan, melantun seiring nyanyian hati yang bergemuruh bersama sang waktu mencari serpihan kata-kata indah di Samudera Bagai menyusuri Lautan yang paling dalam, mencoba merangkai sederet bait puisi bagai menyusun ungkapan hati yang paling indah tatkala mentari berkejaran dengan rembulan, apakah engkau akan tetap di sana? Menunggu hingga kutuangkan bait-bait yang memenuhi otakku Seakan ingin keluar dan menumpahkannya? Karena kutetap menyulam kata pada dinding cermin rasa dan keasaanku Menampar semua keangkuhanku dan membiarkan baitku mengisi jagat raya menyelimuti segala keindahan dengan kehangatan…
Aku juga sepertimu terkadang resah memikirkan gundah, menantikan akan hadir sebuah bahagia yang pernah kita adu-kan dalam acuan rindu aku juga tak temui apa yang diinginkan oleh hati oleh rasa oleh jiwa yang aku rasakan selama ini yang aku rasa rindu itu semakin tandus semakin jauh darimu, aku inginkan kita bagai dulu aku menantimu dan kau menungguku dalam rindu yang sering kita bisikkan pada angin malam…
Dan kini. Ingin kemudian kurangkai kata, namun tinta penaku telah luruh mengering bersama duka, ingin kulukiskan berjuta indah kejora, namun kanvasku telah luruh lebur dalam air mata maya. Lelah sudah aku mencari, menatih dan tertatih dalam jejak-jejak langkah. mengayuh sebuah biduk rapuh dan mulai tenggelam dalam pengembaraan sunyi. Sebuah sepi yang tidak pernah hent, aku hanya ingin sebuah kata saja yang terlontar di suatu saat. Namun bila kemudian kelu yang hadir, diam seribu bahasa dalam sekian masa. Sesungguhnya yang terjadi adalah aku sedang membunuh rasa. Yang ingin kutenggelamkan jauh-jauh dan kukuburkan di lapisan jurang terdalam, maka kelu itu adalah sebuah pertempuran yang tidak pernah dapat aku menangkan. Dan bila kemudian suatu saat akhirnya ada kata terucap bukan sebuah pemuasan atas harapan yang begitu menggejolak, sebab itu adalah wujud lain dari pembunuhan ego yang mencoba bersembunyi dalam pendaman hati yang dalam. Namun terkadang meluap diam-diam, entah dalam bentuk expresi apa, adakah sebuah kebodohan dalam pencarian jalan, merekatkan sebongkah asa yang mengapung dilautan badai. Aku menaruh awamku begitu saja dalam lautan asa yang debur gelombangnya begitu menggelora, buih-buih pesonanya yang timbul tenggelam, terhempas dan memagnet dahsyat, menggiringku ke sebuah pusaran. Atas nama Kasih. Aku ingin mencintai-Mu sepenuhnya sedalam hati yang tak pernah terselami atau setinggi ego yang tak pernah terukur selalu meninggi. Sejak aku mengenal rasa itu yang harus hadir dalam setiap detik perjalanan hidup perpaduan emosi dan reality, ketika setiap hal yang dilakukan harus karena cinta kepada-Nya.. Tertuju kepada-Nya. Ah namun kemudian aku masih bodoh memaknai Cinta. Aku hanya sebutir debu jalanan yang bermimpi menggapai kejora diatas sana, namun adakah diriku salah, ketika aku mendamba sangat, Untuk dapat berdekatan selalu mendekap hangat dan berbincang dekat menghiasi malam-malam berduaan saja, menghabiskan sisa malam saat menjelang subuh tiba, bercengkrama dengan angin malam dan menaruh sebuah harapan dan memohonkan asa pada Tuhan Yang Maha Kuasa…
Aku tak ingin ada jika hanya menjadi pengikis keindahannya, namun aku tak bisa tiada aku hadir disini karena rasa yang menghiasi hariku ketika mulai melihat keindahanmu, diantara hembusan di selang desahan aku sadar adanya dirimu yang menampakan keindahan, dan kau tahu wujudmu aku lihat kau terbawa, aku saksikan kau bermuram hatimu, hatiku mungkin tak jauh beda namun aku hanyalah aku hanya mampu merindu lemah langkahku mengejarmu yang terus terbang berlalu dengan sayap-sayap megahmu yang tak mungkin kumiliki…
0 komentar:
Posting Komentar