Minggu, 10 Januari 2010

PENGERTIAN AQIDAH ISLAM



PENGERTIAN AQIDAH ISLAM
Di sunting oleh : HAMBALI IBNU RANIM
aliranim@ymail.com

Dalam Kamus al-Munawwir, secara etimologis, aqidah adalah berarti simpul, ikatan, perjanjian dan kokoh. Setelah terbentuk menjadi ‘aqidah berarti keyakinan. Menurut umber lain, kata aqidah yang kini sudah menjadi bagian dari kosakata bahasa indonesia, berasal dari bahasa arab yang memiliki arti “yang dipercayai hati”. Alasan digunakan kata aqidah untuk mengungkapkan makna kepercayaan atau keyakinan adalah karena kepercayaan merupakan pangkal dan sekaligus merupkan tujuan dari segala perbuatan mukallaf.

Menurut Hasan al-Banna dalam kitab majmu’ah ar-Rasa’il.
“Aqa’id (bentuk jamak dari aqidah) adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketenteraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikitpun dengan keragu-raguan” (al-Banna,1963, hal:465).

“Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum (aksioma) oleh manusia berdasarkan akal, wahyu dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan di dalam hati serta diyakini kesahihan dan keberadaannyasecara pasti”. (al-Jazairy,1978, hal:21).

Sejalan dengan itu, Mahmud Syaltut (mantan rektor al-Azhar mesir) mendifinisikan aqidah islam adalah “suatu sistem kepercayaan dalam islam, yakni sesuatu yang harus diyakini sebelum apa-apa, dan sebelum melakukan apa-apa, tanpa ada keraguan sedikitpun, dan tanpa ada unsur yang mengganggu kebersihan keyakinan”. Yang disebut dengan “sesuatu yang harus diyakini sebelum apa-apa” adalah bahwa keyakinan akan keberadaan Allah SWT dengan segala fungsinya untuk kehidupan manusia, serta kebenaran aturan-aturan yang dibuat-Nya, dan yakin akan adanya para malaikat beserta unsur-unsur lain yang terkumpuldalam rukun iman, harus sudah tertanam saat pertama seseorang berikrar menyatakan keislamannya, atau sudah mulai ditanamkan sejak dini, yakni sejak dapat mengenal seuatu dan dapat membedakan sesuatu dari sesuatu, bagi orang yang menjadi muslim karena kelahirannya, sedang yang dimaksud dengan “sesuatu yang harus diyakini sebelum melakukan apa-apa” adalah bahwa keyakinan tersebut merupakan dasar pijakan serta tujuan dari segala perbuatannya serta menjadi landasan motivasi dan kekuatan kontrol terhadap semua gerak langkah dalam melakukan perbuatan tersebut.

Berdasarkan pengertian yang diberikan beberapa ulama, dapat disimpulkan bahwa aqidah adalah iman atau keyakinan, karena itu aqidah selalu ditautkan dengan rukun iman yang merupakan asas dari seluruh ajaran islam. Dari pengertian tersebut, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam rangka mendapatkan suatu pemahaman mengenai aqidah yang lebih proporsional.

Pertama, setiap manusia memiliki fitrah mengakui kebenaran, indera untuk mencari kebenaran, akal untuk menguji kebenaran, dan wahyu untuk menjadi pedoman dalam menentukan mana yang baik dan mana yang buruk. Dalam beraqidah hendaknya manusia menempatkan fungsi masing-masing instrumen tersebut pada posisi yang sebenarnya.

Kedua, keyakinan tidak boleh sedikitpun bercampur dengan keraguan, sebelumseseorang sampai ketingkat yakin, dia akan mengalami lebih dahulu pertama syaqun, yaitu sama kuat antara membenarkan sesuatu ataupun menolaknya, kedua, dzonun, yaitu salah satu lebih kuat sedikit dari yang lainnya karena adanya dalil yang menguatkannya, ketiga, gholabatu dzonni, yaaitu cenderung lebih menguatkan salah satu karena sudah meyakini dalil kebenarannya. Keyakinan yang sudah sampai ketingkat ilmu inilah yang disebut dengan aqidah.

Ketiga, aqidah harus mampu mendatangkan ketenteraman jiwa kepada orang yang meyakininya. Dengan demikian hal ini mensyaratkan adanya keselarasan dan kesejajaran antara keyakinan yang bersifat lahiriah dan serta keyakinan yang bersifat batiniah. Sehingga tidak didapatkan padanya suatu pertentangan antara sikap lahiriah dan batiniah.

Keempat, apabila seseorang telah meyakinisuatu kebenaran, konsekuensinya ia harus sanggup membuang segala hal yang bertentangan dengan kebenaran yang diyakininya, karena seseorang tidak akan bisa meyakini sekaligus dua hal yang bertentangan.

Kelima, tingkat keyakinan seseorang tergantung kepada tingkat pemahaman terhadap dalil. Untuk itu keyakinan yang tidak didasarkan pada dalil akan mudah tergoyahkan oleh berbagai tantangan dan problema yang dihadapinya.

Uraian di atas sesuai dengan informasi yang terdapat di dalam al-Wur’an bahwa setiap manusia yang dilahirkan ke dunia ini sudah menyatakan ikatan iman kepada Allah SWT, yaitu pada saat berada di dalam alam azali, yaitu alam yang hanya Tuhan saja yang mengetahuinya. Pernyataan diri mengikatkan keimanan kepada Allah SWT itu selanjutnya dikenal dengan istilah bersyahadat. Hal ini dinyatakan di dalam al-Qur’an surat al-A’raaf,7 : 172 yang artinya:

“Dan (ingatlah) ketika Tuhan-Mu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah SWT mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman) bukankah Aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab: “betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Qs. Al-A’raaf,7 : 172)

Ikatan Aqidah yang dinyatakan di alam azali itu harus terus dipelihara hingga akhir hayatnya. Itulah sebabnya pada saat manusia lahir kedunia, dianjurkan agar dikumandangkan azan pada telinga kanannya dan di qomatkan pada telinga kirinya. Azan dan iqomat ini pada intinya mengingatkan manusia pada ikatan Aqidahnya.

Pernyataan kesaksian tersebut selanjutnya diwujudkan di dalam ucapan dua kalimat syahadat yang berbunyi: “” yang artinya “aku bersaksi bahwasannya tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah”. Di samping itu, sesuai dengan proses dan konsep kejadian manusia, yang secara umum terbagi tiga, yaitu pra-dunia, dunia dan pasca dunia, maka ada bagian yang tidak dapat dijangkau oleh panca indera serta imajinasi manusia. Informasi tentang proses dan kemungkinan keadaan kehidupan di luar dunia tersebut, hanya mungkin diterima dengan sikap percaya, dan keyakinan hati bahwa semua informasi tersebut adalah benar.

Seseorang mungkin harus mempercayai alam ghaib yang tidak kasat mata. Sebagai contoh, manusia tidak dapat melihat bakteri tanpa alat mikroskop, apalagi melihat atom yang paling kecil yang tidak dapat dideteksi oleh alat teknologi canggih. Namun, hal itu memang benar-benar ada. Demikian pula dengan masalah aqidah ini terutama yang berkaitan dengan iman diyakini tanpa harus dibuktikan melaalui rekayasa teknologi.

Dengan demikian, objek keykinan hati atau keimanan tersebut pada umumnya adalah sesuatu yang ghaib, yakni sesuatu yang ada namun keberadaannya tidak dapat dijangkau serta diidentifikasi oleh panca indera dan imajinasi manusia, kecuali unsur-unsur yang nampak, seperti rasul dan kitab suci yang dibawanya, yang penekanan kepercayaan bukan pada aspek ada atau tidaknya, tapi pada segi sikap untuk menerima segala fungsi dan peranannya untuk kehidupan manusia.

Oleh karena itu, semua informasi tentang ajaran aqidah islam, baik tentang wujud Allah SWT beserta segala atribut-Nya, tentang ke-Rasulan, para Malaikat beserta fungsi-fungsinya, kitab suci, kehidupan akhirat berupa Surga dan Neraka berikut prosedur hisabnya, dan tentang qadla dan qadar, disampaikan lewat wahyu, karena tanpa informasi serta penegasan dari Allah SWT, umat manusia tidak akan mengetahui apa-apa tentang ajarannya itu serta tidak akan menerimanya dengan suatu keyakinan dan kebenaran semua itu.


Roli A Rahman. Panduan Lembar Kerja Siswa Hikmah Membina Kretifitas Dan Prestasi Aqidah Akhlak MA Kelas I Semester Gasal : Surakarta : Cv Pustaka Mulia. Hal 3-5

alipoetry © 2008 Por *Templates para Você*