Beragam alasan di balik pebedaan awal syawal 1429 h
Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah kelompok Muslim di Indonesia telah menentukan awal bulan Syawal 1429 Hijriyah, yang sekaligus menandai Idul Fitri tahun ini, secara berbeda. Padahal, Sidang Itsbat penentuan 1 Syawal 1429 Hijriyah yang dilakukan Departemen Agama (Depag RI) pada Senin (29/9) di Jakarta kala itu belum lagi usai. Alasan yang menjadi dasar hukum sejumlah kelompok itu pun beragam. Apakah dasarnya kuat atau tidak, itu soal lain. Namun, hal yang jelas adalah sidang itsbat yang harus menjadi patokan atau rujukan bagi Organisasi Masyarakat (Ormas) Islam dirasakan menjadi kurang bermakna.
Padahal, penentuan 1 Syawal merupakan urusan resminya pemerintah di negeri ini. Di negara yang mayoritas penduduknya muslim, penetapannya dilakukan oleh otoritas negara, seperti Menteri Agama, Mufti, Dewan Mahkamah Tinggi atau raja.
Masyarakat muslim tak perlu bersusah-payah menentukan awal Ramadhan dan akhir bulan Hijriyah. Kewajiban masyarakat muslim adalah mengindahkan pengumuman pemerintah, seperti firman Allah SWT dalam surat An Nisa ayat 59 dan menaati Sabda Nabi Muhammad SAW. Hanya di negara muslimnya minoritas, otoritas penetapan awal dan akhir Hijriyhah diserahkan kepada organisasi masyarakat Islam setempat.
Di sejumlah negara berpenduduk Muslim, penetapan awal Ramadhan dan 1 Syawal merupakan otoritas atau menjadi domain negara, seperti Menteri Agama, Mufti, Dewan Mahkamah Tinggi atau raja setempat. Di Indonesia, otoritas negara ada pada pemerintah, yaitu Menteri Agama dengan perangkat sidang itsbat, kata Menag.
Nyatanya, harapan dan kenyataan masih jauh. Al Muhdlor di Desa Wates, Kecamatan Sumbergempol, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, mengambil inisiatif dan menetapkan 1 Syawal 1429 Hijriyah jatuh pada hari Minggu, 28 September 2008. Setelah itu jemaah tarekat Naqsyabandiyah Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar), Senin, menyelenggarakan Idul Fitri 1429 Hijriah.
Berikutnya organisasi massa (ormas) Islam jemaah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menetapkan 1 Syawal pada Selasa, 30 September 2008. Di hari yang sama, jemaah rambut pirang An Nazir, Bontomarannu, di Kabupaten Goa, Sulawesi Selatan, melaksanakan shalat Idul Fitri.
Padahal jauh hari Menteri Agama (Menag) Muhammad Maftuh Basyuni berharap 1 Syawal 1429 Hijriyah tidak terjadi perbedaan. "Seluruh ahli hisab telah sepakat 1 Syawal 1429 H itu jatuh pada tanggal 1 Oktober 2008. Kita berharap mudah-mudahan rukyah pun demikian," ujar Menag Maftuh Basyuni di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Sabtu (27/9), usai melakukan perjalanan dinasnya di Saudi Arabia.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, sidang itsbat biasa dihadiri para ahli rukyah dan ahli hisab baik dari organisasi masyarakat (Ormas) Islam dan pemerintah.
"Insya Allah, itsbat kali ini, semua bisa sama harinya. Sudah tidak ada lagi perbedaan seperti pada tahun-tahun sebelumnya," katanya berharap.
Hasil sidang itsbat itu sendiri, seperti yang diduga, menetapkan 1 Syawal 1429 H. Perhitungan dari Ormas Islam Muhammadiyah dan perkiraan dari pengurus Nahdlatul Ulama (NU), 1 Syawal 1429 H jatuh pada 1 Oktober 2008.
Terlepas dari hasil keputusan sidang itsbat, kini yang menarik adalah banyak Ormas Islam menetapkan 1 Syawal berbeda-beda itu punya argumentasi atau dasar hukum yang berbeda-beda pula.
Seperti jemaah Al Muhdlor di Desa Wates, Kecamatan Sumbergempol, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, menetapkan 1 Syawal 1429 Hijriyah jatuh pada 28 September 2008. Alasan yang dikemukakan lantaran memulai puasa dua hari sebelum Depag memutuskan awal Ramadan 1429 Hijriyah yang jatuh pada 1 September 2008 lalu.
Sekitar 40 orang jemaah tersebut menggelar salat Ied di Masjid Al Muhdlor, Desa Wates, Minggu pagi namun mereka tidak mengumandangkan takbiran lazimnya dilakukan sebelum menjalankan ritual salat Ied di masjid-masjid.
Menurut pengurus Jemaah Al Muhdlor, Sulthon, pihaknya sengaja tidak mengumandangkan takbiran untuk menghindari gejolak sosial di desa tersebut.
"Kami khawatir akan menimbulkan konflik di masyarakat. Untuk itu kami sengaja tidak mengumandangkan takbiran saat salat Ied tadi pagi," Sulthon mengemukakan alasannya.
Jemaah Al Muhdlor salat Ied lebih dulu itu lantaran memulai puasa dua hari sebelum Departemen Agama (Depag) RI memutuskan awal bulan Ramadan 1429 Hijriyah yang jatuh pada tanggal 1 September 2008 lalu.
"Jadi, wajar kalau kami merayakan Idulfitri lebih dulu dibandingkan dengan kaum muslimin yang lainnya. Kami menetapkan awal puasa juga melalui hisab," Sulthon menambahkan.
Pihaknya mengaku punya metode hisab tersendiri. "Sejak dulu kala, jemaah ini memiliki metode hisab tersendiri yang berbeda cara penghitungannya dengan hisab-hisab lainnya," katanya menegaskan.
Jemaah Al Muhdlor yang tumbuh dan berkembang di Desa Wates, Kecamatan Sumbergempol itu dulunya dirintis oleh Habib Ahmad bin Salim Al Muhdlor. Sampai sekarang Majelis Ulama Indonesia (MUI) setempat belum menemukan adanya unsur sesat dalam ajaran tersebut sehingga Jemaah Al Muhdlor dibiarkan tumbuh dan berkembang.
Pengikut jemaah ini sampai sekarang masih ada, kendati hanya puluhan orang, kata para warga setempat.
Meskipun puluhan pengikut Jemaah Al Muhdlor telah lebaran lebih dulu, namun mayoritas warga Desa Wates, Kecamatan Sumbergempol masih tetap menjalankan ibadah puasa. Pada umumnya warga desa itu menunggu keputusan pemerintah mengenai jatuhnya 1 Syawal 1429 Hijriyah.
Berikutnya, Senin (29/9), umat Muslim pengikut jemaah tarekat Naqsyabandiyah Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar) menyelenggarakan shalat Hari Raya Idul Fitri 1429 Hijriah di musalla Baitul Makmur dan Surau Baru, Kecamatan Pauh Padang.
Ratusan orang pengikut jemaah Naqsyabandiyah yang dalam jumlah besar kalangan muslim lanjut usia itu, mengikuti pelaksanaan shalat Ied di Musalla Baitul Makmur dan Surau Baru Padang.
Alasan pengurus Surau Baru, Kecamatan Pauh Padang, Syahbadar mengatakan, menggelar shalat Ied pada (29/9) karena dalam penetapan 1 Syawal 1429 Hijriah berdasarkan bilangan malam dan hitungan berpuasa cukup 30 hari.
"Kami mulai puasa Ramadhan khusus di Surau Baru, dua hari lebih awal dari penetapan hari pertama puasa oleh pemerintah, jadi hitungan puasa tepat pada (28/9) sudah sampai 30 hari," katanya.
Kendati, jemaah tarekat Naqsyabandiyah pelaksanaan syariat puasa, shalat Ied-nya dan ibadah lainnya sama dengan umum muslim lainnya, jelas dia, perbedaan hanya dalam penentuan hari saja.
Rata-rata jemaah tarekat Naqsyabandiyah di Kota Padang jumlahnya sekitar 50-an orang di masing-masing musalla. Usai melaksanakan shalat Ied, mereka bersalam-salaman dan masing-masing jemaah menggelar doa selamatan di rumahnya.
Jemaah musalla Baitul Makmur, jumlah terlihat lebih banyak atau hampir 100-an yang mengikuti shalat Ied, dibanding dengan malam takbiran yang dilangsungkannya pada Minggu (28/9) malam.
Namun berbeda dengan pengikut jamaah tarekat Na`sabandiyah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Mereka justru akan ikut keputusan pemerintah untuk menyambut hari Raya Idul Fitri 1429 Hijriyah.
Pimpinan Tarekat Na`sabandiyah NAD Abuya Tgk H Djamaluddin Waly di Banda Aceh, Senin menyatakan, 1 Syawal akan ditentukan setelah para ahli ilmu hisab dan Departemen Agama melakukan rukyah Senin sore.
"Apapun keputusan pemerintah kita akan ikuti, karena hal itu sudah menjadi konsensus empat mahzab dan dunia Islam," ujarnya.
Soal tarekat Na`sabandiyah yang ada di Padang, Sumatera Barat, Abuya menyatakan, itu tidak ada hubungannya dengan tarekat yang dipimpinnya. Ia menilai keputusan tarekat Na`sabandiyah Padang yang menetapkan 1 Syawal pada hari Senin (29/9) dianggap sesat menyesatkan, karena tidak ada dasar hukumnya.
Berdasarkan hukum Fiqih untuk menentukan 1 Ramadahan atau 1 Syawal berdasarkan rukyat dan itu merupakan kesepakatan ulama empat mahzab, dan Pemerintah Indonesia menganut sistem tersebut.
"Jadi, kalau tarekat Na`sabandiyah Padang sudah berlebaran pada hari ini, maka itu merupakan pendapat yang sesat menyesatkan, karena tidak ada dasar hukumnya," ujar Abuya yang juga Pimpinan Yayasan Pesantren Asaasunnajah.
Ia juga merasa heran kenapa Pemerintah membiarkan masalah tersebut. Seharusnya, instansi terkait melakukan penyelidikan mengapa tarekat tersebut sangat berbeda dalam melaksanakan puasa dan lebaran, katanya.
Disebutkan, kalau berbeda satu hari, itu sering terjadi, tapi ini perbedaannya sampai dua hari dengan penetapan pemerintah. Ia akan meneliti ke tarekat Na`sabandiyah di Padang untuk mengetahui apa dasar mereka menetapkan awal Ramadhan dan Syawal.
Sementara itu jemaah Annazir dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menetapkan 1 Syawal pada Selasa, 30 September 2008. Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) I HTI Sulsel, Shabran, mengatakan bahwa metode yang mereka gunakan adalah hisab (perhitungan matematika astronomi) dan rukyah (pandangan mata).
Dari hisab yang mereka lakukan, posisi bulan saat ini sudah akan mendekati posisi 0 (nol) derajat pada poros bumi-matahari. Pihaknya memperkirakan, posisi nol derajat akan terjadi pada hari Senin (29/9), pukul 15.00 WIB.
Fenomena hilal Syawal pada tahun 2008 ini sama dengan tahun 2007 lalu. "Resminya, Hizbut Tahrir akan umumkan pada hari Senin, pukul 16.00 wita atau pukul sebelas malam waktu Madinah, melalui radio internasional Hizbut Tahrir," ujarnya.
Untuk metode rukyah, mereka mempercayakan anggota Hizbut Tahrir di seluruh dunia untuk mengamati. Kemungkinan besar, kata Shabran, yang pertama kali melihat hilal dengan mata telanjang adalah masyarakat di wilayah negara-negara timur tengah. Karena posisi wilayah mereka yang paling memungkinkan melihan bulan pertama kali.
Mengenai adanya perbedaan penentuan hilal di Indonesia, Shabran mengatakan, tidak akan menjadi masalah. Pihaknya akan tetap menghormati pendapat kaum muslimin lain, jika berbeda dengan penentuan yang dilakukan Hizbut Tahrir.
Sementara pimpinan Yayasan An Nazir, Ustadz Ir. Lukman mengatakan, penetapan 1 Syawal di dasarkan pada fenomena alam. Ia seperti juga dilakukan beberapa tahun sebelumnya, melihat permukaan air laut.
Jika sudah surut, maka bisa diambil kesimpulan akhir Ramadhan atau awal Syawal. Dengan cara itu maka ia dapat kepastian masuknya 1 Syawal. Keluarga besar atau seluruh anggota An Nazir -- atau lebih poluper jemaah rambut pirang dari Goa -- dapat berlebaran pada hari Senin.
Bagi Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, penetapan 1 syawal dilakukan berdasarkan hisab hakiki , yang ditetapkan Majelis Tarjih dan Tajdid. Untuk tahun ini Idul Fitri 1 Syawal 1429 H jatuh pada 1 Oktober 2008.
Lantas bagaimana dengan Ormas Islam lainnya? ?Semoga saja sama. Tapi, kalau tak sama, NU akan berimam pada pemerintah," kata Ketua Umum Pengurus Besar NU, KH Hasyim Muzadi, kepada wartawan usai buka puasa bersama di kantor Pengurus Besar (PB NU), Jakarta, Jumat.
Idealnya, para ulama dan tokoh ormas Islam dapat menyatukan persepsi dalam penentuan tanggal 1 Syawal 1429 Hijriah, kata Ketua Forum Komunikasi dan Kerjasama Islamic Centre (FKKIC) Sumut, DR.Zainul Fuad, MA di Medan.
Kesepakatan itu diperlukan agar tidak menimbulkan kebingungan dan adanya kebersamaan bagi ummat Islam dalam merayakan Idul Fitri. Di sisi lain, dalam 1 Syawal itu ada hukum lain yang menyertai pelaksanaan puasa tersebut.
"Bagi ummat Islam haram hukumnya jika masih berpuasa pada 1 Syawal," katanya.
Karena itu, setiap ulama memiliki kemungkinan untuk mendapatkan hasil yang berbeda dalam proses hisab dan rukyat guna menentukan 1 Syawal sebagai Hari Raya atau Lebaran bagi ummat Islam. Hal itu disebabkan berbedanya metodologi dan posisi bulan yang dilihat dalam proses perhitungan guna penetapan awal bulan tersebut.
Namun, Direktur Institute For Peace and Human Rights IAIN Sumut itu menekankan bahwa selama perbedaan tak terlalu jauh hasilnya maka ulama dan tokoh ormas Islam sebaiknya "meng-ijma`kan" (menyatukan) pendapat mereka. Kesepakatan itu lebih baik dan bermanfaat untuk meningkatkan kekompakan dan kebersamaan umat dalam merayakan Lebaran. (ant)
JEMAAH TAREKAT SATARIYAH KOTA PADANG, MELAKSANAKAN SHOLAT IDUL FITRI 1430 HIJRIAH PAGI TADI
Padang, Jemaah Tarekat Satariyah Kota Padang, Senin pagi melaksanakan sholat Idul Fitri 1430 Hijriah. Menurut perhitungan Jemaah Satariyah, jatuhnya 1 Syawal 1430 Hijriah pada hari ini, Senin tanggal 21 September 2009, yakni lebih lambat satu hari dari yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Sejak pukul 07.00 Waktu Indonesia Barat, Senin pagi ratusan Jemaah Tarekat Satariyah, Kecamatan Pauh, Kota Padang, mulai mendatangi Masjid Tajul Arifin yang berada di daerah tersebut untuk melakukan sholat Idul Fitri. Mereka meyakini 1 Syawal jatuh pada hari ini, setelah melakukan rukyat Minggu malam.
Pelaksanaan sholat didahului dengan mengumandangkan takbir, tahmit dan tahlil seperti biasanya. Sholat Idul Fitri tersebut diimami oleh salah seorang guru Tarekat Satariyah Kota Padang, Lukmanul Hakim Datuak Kuniang.
Menurut Lukmanul Hakim Datuak Kuniang, jatuhnya 1 Syawal pada hari ini selain dengan melihat hilal atau bulan, juga berdasarkan perhitungan tahun kamsiah yang dihitung sejak berakhirnya bulan sa’ban, yakni Sabtu tanggal 22 agustus lalu, sehinga awal Ramadhan juga dilaksanakan lebih awal satu hari dari yang ditetapkan Pemerintah yakni pada hari Minggu tanggal 23 Agustus 2009.
Di Sumatera Barat jemaah Tarekat Satariyah jumlahnya ribuan orang yang tersebar di sepanjang Pesisir Pantai Sumatera Barat. Sementara di Kota Padang sendiri, Jemaah Tarekat Satary hanya berjumlah ratusan orang. Tarekat Satariyah disebarkan oleh Syiekh Burhanuddin, di daerah Ulakan Kabupaten Padang Pariaman. (Diah Utami/WD)
ALIRAN TAREKAT NAQSABANDIYAH PADANG BERLEBARAN PADA SABTU 19 SEPTEMBER
Padang, Meskipun pemerintah telah menetapkan satu syawal 1430 hijriyah jatuh pada hari minggu tanggal 20 September 2009, namun bagi Tarekat Naqsabandiyah, peringatan 1 syawal dilakukan lebih cepat sehari dari yang ditetapkan Pemerintah tersebut. Menurut para pengikut Tarekat Naqsabandiyah, mereka telah melaksanakan ibadah puasa genap tiga puluh hari.
Guru aliran Tarekat Naqsabandiyah di Mushalla Baitul Makmur, Kecamatan Pauh, Kota Padang Mursyid Syafri Malin Mudo mengatakan, jatuhnya satu syawal pada hari Sabtu tersebut berdasarkan perhitungan almanak tahunan sesuai metode hisab munjid yang dihitung oleh para guru. Hasil perhitungan itu terus dilakukan sejak dulu secara turun-temurun.
Di Sumatera Barat terdapat ribuan jemaah Tarekat naqsabandiyah yang melaksanakan takbiran Jumat malam. Mereka tersebar di 19 Kabupaten dan Kota yang ada. Sesuai dengan rencana, shalat idul fitri akan mereka laksanakan Sabtu pagi pukul 08.00 Waktu Indonesia Barat. (Diah Utami/LD)
BEBERAPA METODE PENETAPAN AWAL DAN AKHIR RAMADHAN DAN SYAWAL
Menurut Tarekat Naqsabandiyah:
Metode yang dilakukan tarekat ini didasarkan pada perhitungan yang telah ditetapkan guru-guru dalam tarekat. Biasanya penetapan awal Ramadhan diputuskan berdasarkan perhitungan dari sebuah almanak yang disalin dari kitab milik guru Tarekat Naqshabandi Syekh H. Abdul Munir.
Salinan itu ditulis dengan huruf arab melayu (pegon) sebagai almanak untuk mencari awal bulan Arab termasuk bulan Ramadhan. Disebutkan bahwa almanak ini disebutnya sebagai bilangan taqwim. Beberapa huruf pada nama hari digabungkan sedemikan rupa sehingga membentuk bulan, begitu pula nama huruf pada bulan maka himpunannya menjadi tahun. Begitulah seterusnya penghisaban bilangan angka itu sampai hari kiamat.
Menurut Hisab / Perhitungan:
Menurut para ahli hisab, visibilitas (kenampakan) Hilal pada hari terjadinya Ijtimak berdasarkan pada peta visibilitas. Peta ini mengacu pada Kriteria Odeh yang mengadopsi Limit Danjon sebesar 7 derajat yaitu jarak minimal elongasi Bulan dan Matahari agar hilal dapat diamati baik menggunakan alat optik maupun mata telanjang. Kriteria tersebut dikemas dalam sebuah software Accurate Times yang menjadi acuan pembuatan peta visibilitas ini.
Menurut Kriteria Rukyat Hilal ( Limit Danjon ):
Andre Danjon, seorang astronom Perancis pada 1930-an menyimpulkan bahwa Hilal tidak akan dapat diamati jika jarak minimum elongasi Bulan dan Matahari kurang dari 7 derajat
Menurut Kriteria Imkanur Rukyat:
Pemerintah RI melalui pertemuan Menteri-menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia dan Singapura (MABIMS) menetapkan kriteria yang disebut Imkanurrukyah yang dipakai secara resmi untuk penentuan awal bulan bulan pada Kalender Islam negara-negara tersebut yang menyatakan :
Hilal dianggap terlihat dan keesokannya ditetapkan sebagai awal bulan Hijriyah berikutnya apabila memenuhi salah satu syarat-syarat berikut:
1. Ketika matahari terbenam, ketinggian bulan di atas horison tidak kurang dari 2 derajat
2. Jarak lengkung bulan-matahari (sudut elongasi) tidak kurang dari 3 derajat. Atau
3. Ketika bulan terbenam, umur bulan tidak kurang dari 8 jam selepas ijtimak berlaku.
Menurut Kriteria Wujudul Hilal:
Kriteria Wujudul Hilal dalam penentuan awal bulan Hijriyah menyatakan bahwa : “Jika setelah terjadi ijtimak, bulan terbenam setelah terbenamnya matahari maka malam itu ditetapkan sebagai awal bulan Hijriyah tanpa melihat berapapun sudut ketinggian bulan saat matahari terbenam.
Menurut Kriteria Kalender Hijriyah Global:
Universal Hejri Calendar (UHC) merupakan Kalender Hijriyah Global usulan dari Komite Mawaqit dari Arab Union for Astronomy and Space Sciences (AUASS) berdasarkan hasil Konferensi Ke-2 Atronomi Islam di Amman Jordania pada tahun 2001. Kalender universal ini membagi wilayah dunia menjadi 2 region sehingga sering disebut Bizonal Hejri Calendar. Zona Timur meliputi 180 BT ~ 20 BB sedangkan Zona Barat meliputi 20 BB ~ Benua Amerika. Adapun kriteria yang digunakan tetap mengacu pada visibilitas hilal (Limit Danjon).
Menurut Kriteria Saudi
Kurangnya pemahaman terhadap perkembangan dan modernisasi ilmu falak yang dimiliki oleh para perukyat di Arab Saudi sering menyebabkan terjadinya kesalahan identifikasi terhadap obyek yang disebut “hilal” baik berupa kasus “SALAH YANG DILIHAT” maupun “BOHONG YANG DILIHAT”. Klaim terhadap kenampakan hilal oleh seeorang atau kelompok perukyat pada saat hilal masih berada di bawah “limit visibilitas” atau bahkan saat hilal sudah di bawah ufuk sering terjadi. Sudah bukan berita baru lagi bahwa Saudi kerap kali melakukan istbat terhadap laporan rukyat yang “kontroversi” karena kasus tersebut.
Kalender resmi Saudi yang dinamakan “Ummul Qura” yang telah berkali-kali mengganti kriterianya hanya diperuntukkan sebagai kalender untuk kepentingan non ibadah. Sementara untuk keperluan ibadah Saudi tetap menggunakan rukyat hilal bil fi’li dan bil syar’i sebagai dasar penetapannya. Namun penetapan ini sering hanya berdasarkan pada laporan rukyat dari seseorang saksi tanpa terlebih dahulu melakukan klarifikasi dan konfirmasi terhadap kebenaran laporan tersebut apalagi melakukan uji kompetensi terhadap saksi. Perhitungan astronomis (hisab) yang telah terbukti akurasinya tidak dimanfaatkan sebagai kontrol terhadap kebenaran laporan saksi.
Kalender Ummul Qura’ :
Kalender ini digunakan Saudi bagi kepentingan publik non ibadah. Kriteria yang digunakan adalah “Telah terjadi ijtimak dan bulan terbenam setelah matahari terbenam di Makkah” maka sore itu dinyatakan sebagai awal bulan baru.
Kriteria Rukyatul Hilal Saudi :
Rukyatul hilal digunakan Saudi khusus untuk penentuan bulan awal Ramadhan, Syawal dan Zulhijjah. Kaidahnya sederhana “Jika ada laporan rukyat dari seorang atau lebih pengamat/saksi yang dianggap jujur dan bersedia disumpah maka sudah cukup sebagai dasar untuk menentukan awal bulan tanpa perlu perlu dilakukan uji sains terhadap kebenaran laporan tersebut”.
Kriteria Awal Bulan Negara Lain:
Seperti kita ketahui secara resmi Indonesia bersama Malaysia, Brunei dan Singapura lewat pertemuan Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia dan Singapura (MABIMS) telah menyepakati sebuah kriteria bagi penetapan awal bulan Komariyahnya yang dikenal dengan “Kriteria Imkanurrukyat MABIMS” yaitu umur bulan 8 jam, tinggi bulan 2 derajat dan elongasi > 3.
Menurut catatan Moonsighting Committee Worldwide ternyata penetapan awal bulan ini berbeda-beda di tiap-tiap negara. Ada yang masih teguh mempertahankan rukyat bil fi’li ada pula yang mulai beralih menggunakan hisab atau kalkulasi. Berikut ini beberapa gambaran penetapan awal bulan Komariyah yang resmi digunakan di beberapa negara :
1. Rukyatul Hilal berdasarkan kesaksian Perukyat/Qadi serta pengkajian ulang terhadap hasil rukyat. Antara lain masih diakukan oleh negara : Banglades, India, Pakistan, Oman, Maroko dan Trinidad.
2. Hisab dengan kriteria bulan terbenam setelah Matahari dengan diawali ijtimak terlebih dahulu (moonset after sunset). Kriteria ini digunakan oleh Saudi Arabia pada kalender Ummul Qura namun khusus untuk Ramadhan, Syawwal dan Zulhijjah menggunakan pedoman rukyat.
3. Mengikuti Saudi Arabia misalnya negara : Qatar, Kuwait, Emirat Arab, Bahrain, Yaman dan Turki, Iraq, Yordania,Palestina, Libanon dan Sudan.
4. Hisab bulan terbenam minimal 5 menit setelah matahari terbenam dan terjadi setelah ijtimak digunakan oleh Mesir.
5. Menunggu berita dari negeri tetangga –> diadopsi oleh Selandia Baru -mengikuti- Australia dan Suriname mengikuti negara Guyana.
6. Mengikuti negara Muslim yang pertama kali berhasil rukyat –> Kepulauan Karibia
7. Hisab dengan kriteria umur bulan, ketinggian bulan atau selisih waktu terbenamnya bulan dan matahari –&; diadopsi oleh Algeria, Tuki dan Tunisia.
8. Ijtimak Qablal Fajr atau terjadinya ijtimak sebelum fajar diadopsi oleh negara Libya.
9. Ijtimak terjadi sebelum matahari terbenam di Makkah dan bulan terbenam sesudah matahari terbenam di Makkah –> diadopsi oleh komunitas muslim di Amerika Utara dan Eropa
10. Nigeria dan beberapa negara lain tidak tetap menggunakan satu kriteria dan berganti dari tahun ke tahun
11. Menggunakan Rukyat : Namibia, Angola, Zimbabwe, Zambia, Mozambique, Botswana, Swaziland dan Lesotho.
12. Jamaah Ahmadiyah, Bohra, Ismailiyah serta beberapa jamaah lainnya masih menggunakan hisab urfi.
Tarekat Kastary Lebaran Hari Ini
SUMBARTERKINI, Padang--Ratusan Jamaah Tarekat Kastary Padang, Sumatera Barat gelar Idul fitri hari ini, (selasa 22/9). Dua hari setelah jadwal yang ditetapkan pemerintah, pada hari Minggu sebelumnya.
Penetapan satu Syawal ini, merupakan hasil dari prosesi menilik bulan pada awal Ramadhan lalu. Jamaah Kastary yang berjumlah sekitar tiga ribu orang di Sumatera Barat ini menetapkan satu Ramadhan satu hari sesudah jadwal yang ditetapkan pemerintah.
"Kami melaksanakan puasa Ramadhan selama tigapuluh hari. Makanya 1 Syawal 1430 hari ini," kata Ibdillah, Imam Muda Tarekat Kastary, ketika ditemui usai pelaksanaan sholat Idul fitri di Masjid Tarantang, Andaleh, Sumatera Barat.
Jamaah Kastary di Sumatera Barat berjumlah sekitar tiga ribu orang. Sedangkan di Kota Padang, sendiri terdapat ratusan jamaah aliran tarekat Kastary, yang terbagi menjadi delapan masjid di berbagai kecamatan.
Penetapan 1 Syawal di Sumatera Barat terbagi menjadi empat hari. Jamaah Nasabandiyah, menetapkan Idul fitri satu hari sebelum ketatapan pemerintah, (19/9). Jamaah Muhamadiyah dan pemerintah menetapkan Lebaran pada hari minggu (20/9), Jamaah Satariyah pada Senin (21/9) dan Jamaah Kastary mentapkan pada hari ini, Selasa (22/9).
Perbedaan tersebut, juga terjadi pada pelaksanaan Ramadhan. Sebagian melaksanakan dengan jadwal berbeda, dan lamanya yang juga berbeda antara 29 dan 30 hari.