Sahabat Berbagi
Mungkin Anda Salah Satunya?
Apa Itu?
Berawal dari keinginan sederhana sekedar untuk mencoba belajar ’berbuat’ kepada orang-orang di sekitar kita yang kurang beruntung atas beban hidup yang dirasakan semakin berat.
Berharap dari tindakan-tindakan sederhana yang kongkrit itu, kemudian kita bisa belajar banyak, tentang betapa beruntungnya kita masih menghirup nafas pada hari ini. Dari situ mungkin akan terbit kebahagiaan-kebahagiaan kecil di hati kita yang kemudian akan menjadi inspirasi setidaknya bagi diri kita sendiri, syukur-syukur juga bagi orang lain.
Kenapa ”Sahabat”?
Siapapun mendengar kata yang satu ini, pasti tergambar di kepala kita ketulusan. Seseorang yang bisa kita andalkan bahkan pada masa yang paling sulit sekalipun. Saat orang lain begitu tak peduli, saat tekanan semakin menghimpit, dia akan ada di sana menepuk bahu kita dengan senyumnya yang hangat.
Dengan apa kita bisa berbagi?
Apa saja, tidak selamanya kita berbagi dengan materi, meski itu juga penting. Bisa saja dengan tenaga kita, waktu luang, bagi-bagi sedikit ilmu, saharing pengalaman, menjadi penyambung pesan, jadi kordinator kecil-kecilan di kantor, di komplek rumah, di tempat nongkrong, menyemangati satu sama lain, semuanya berguna di sini, semuanya berarti.
Bagaimana kita memulai?
Untuk kongkritnya. Kisah nyata di bawah ini bisa kita jadikan contoh bagaimana ’Sahabat Berbagi’ bisa memulai.
Kalau Tak Mengamen dan Mengemis, Lalu Kami Mesti Bagaimana?
Anak kecil berusia 8 tahun itu mengganti pakaian sekolahnya dengan kaos lusuh dan mengajak adik perempuannya menuju perempatan jalan di belakang gedung MPR RI. Saat lampu merah menyala dan mobil-mobil berhenti ia mengeluarkan ’kerecekan’ atau alat musik yang terbuat dari tutup botol yang di paku di atas kayu kecil sebagai musik pengiring dari suara kecilnya pada salah satu jendela mobil mewah berkaca hitam itu.
Tak lama kaca mobil itu terbuka, lalu uang recehan Rp 500,- pun berpindah tangan dan segera ia kembali bernyanyi dengan iringan ’kerecekan’ itu ke mobil lainnya di belakang mobil sebelumnya. Kali ini yang di dalam mobil segera menggoyangkan tangan kanannya tanda ia tidak berkenan. Anak itu pun segera ke mobil di belakangnya lagi.
Sayang lampu hijau segera menyala, ia dan adiknya bergegas ke pinggir trotoar, hampir saja sebuah sepeda motor yang sedang ngebut mengenai tubuhnya. Untung motor tadi sigap mengerem, tapi tak urung umpatan dan gelengan kepala pengendara sepeda motor tadi terlontar dan masuk ke telinga 2 anak tadi.
Siang yang terik itu terasa semakin panas di hati Ucup dan adiknya yang hari ini mengamen. Lain hari kalau keponakannya yang masih kecil berumur 3 tahun (Bebet namanya) bisa di ajak, biasanya ia akan mengemis di perempatan jalan itu.
Ayah Ucup sehari-hari menjadi pemulung di pinggir rel kereta api tempat gubuk mereka yang lama tak jauh dari stasiun Palmerah. Dari mengumpulkan gelas-gelas plastik, kardus dan barang-barang bekas lainnya itulah ia menghidupi keluarganya dengan 7 orang anak. Tapi sejak ia sudah tidak memiliki gerobak lagi karena diangkut petugas Tramtib dan sudah beberapa waktu dia harus beristirahat di kampung karena belum lama ia dapat musibah kecelakaan karena terserempet kereta api.
Kini anak-anaknyalah yang bekerja, selain Ucup, kakaknya Hendra dan adik-adiknya (semuanya 7 orang) bergantian mengamen dan mengemis di jalan raya untuk menyambung hidup. Ini harus ditempuh karena mereka memang belum punya pilihan lain yang bisa diambil untuk menutupi kebutuhan keluarga mereka di tengah harga-harga yang naik seperti minyak tanah, minyak goreng, beras dan lain-lain. Beberapa waktu lalu guru sekolah Ucup menyarankan kepada salah seorang ’Sahabat Berbagi’ agar Ucup dan Ayahnya tidak lagi memulung atau mengemis. Ayah Ucup (pak Saniman namanya) menjawab singkat,”Lalu kami musti kerja apa pak?”. Sahabat tadi berfikir keras kira-kira apa ya yang bisa ia lakukan agar keluarga itu tak lagi mengemis atau mengamen. Mungkin kalau dagang Jus Buah pakai gerobak bisa dicoba ya? Barangkali saja ke depan Ucup tak usah minder lagi kalau sudah besar di hadapan teman-temannya karena ayahnya kini berdagang jus buah keliling dan tidak lagi memulung dan ia sendiri tak usah lagi jadi pengemis di perempatan jalan itu.
Nah ’Sahabat’ sekalian, mungkin ada sahabat-sahabat yang tergerak hatinya setelah membaca kisah nyata ini? Kalau dana untuk beli gerobak, blender dan modal untuk buat Jus buah itu sudah terkumpul, kita bisa sama-sama ke rumah keluarga pak Saniman untuk melihat ia dan keluarganya memulai lembaran hidup barunya sebagai pedagang Jus Buah.
Bantuan bisa di salurkan ke rekening Portalinfaq di :
· Bank Syariah Mandiri Cab. Warung Buncit No.Rek.0030035790
· Bank Mandiri Cab. Kuningan No.Rek.124-0001079798
· BCA Cab. Arteri Pondok Indah No.Rek.291-300-5244
Semua atas nama Yayasan Portalinfaq
Dengan mencantumkan keterangan ‘Sahabat Berbagi’ untuk Keluarga Pak Saniman.
Pertanyaan, masukan dan saran-saran bisa dilayangkan ke :
1. Mbak Nunung : nungky_nn@yahoo.com 2. Kosi : ukhti.kosi@gmail.com 3. Tsaqib : abd_rahman1@yahoo.com 4. Mbak Eva : elia_havifah@yahoo.com 5. Desy : desy_ps@yahoo.com 6. Fathoni Yasin : m_fathoni_yasin@telkom.net 7. Aidil : ptg@bni-life.co.id
Atau ke nomor telepon : 0813 – 16 3738 04 (sementara ini sms saja)
Oiya yang mau ikut daftar jadi ’Sahabat Berbagi’ boleh kirim email ke abd_rahman1@yahoo.com Sertakan data diri sbb seperti nama, alamat, email dan nomor kontak boleh juga bila tuliskan nama sahabat lain yang mau direferensikan untuk ikut bergabung di "Sahabat Berbagi" ini.
Sekali lagi, semoga dari hal-hal sederhana ini kita bisa saling berbagi dan menginspirasi satu sama lain, di tengah kehidupan perkotaan yang semakin kering dan hedonis ini. Semoga.