Senin, 25 Februari 2013

Love Story In Harvard




Love Story In Harvard

Bagi para  pencinta film, khususnya film korea mungkin ketika melihat sebuah judul di atas akan merasa akrab, karena memang judul di atas penulis ambil dari sebuah judul salah satu drama film korea yang kisahnya penuh dengan perjuangan, baik itu sebuah perjuangan dalam pendidikan, kesehatan, atau bahkan percintaan yang setiap saat bisa hadir dalam sebuah kehidupan.
Maaf ini bukan demam korea ya… Melalui sebuah catatan yang sederhana ini penulis hanya berusaha berbagi cerita dengan yang pernah penulis lihat dan saksikan dari cerita yang cukup mengesankan jika kita mampu menyaksikannya dengan pikiran yang jernih dan selalu berusaha mengambil sisi positif dan berusaha pula menjauhkan sisi negatifnya. Sebelum menceritakan semuanya, penulis menyadari betul apa yang akan penulis sampaikan ini tidaklah akan sempurna layaknya apa yang telah disampaikan oleh sebuah drama korea yang berjudul Love Story In Harvad yang sudah penulis saksikan, oleh karena itu jika ada sebuah kesalahan pemahaman atau kehilafan dari penulis maka permintaan maaf adalah satu kata yang penting di awal penulisan ini.
Baiklah, tidak perlu terlalu banyak basa-basi ya.., Love Story In Harvard memang bukanlah sebuah Film baru. Namun jujur, penulis baru menyaksikan film drama ini pertama kali pada saat penyusunan skripsi, kira-kira di awal tahun 2012-an. Dan salah satunya selain dari pada ingin memperoleh Kunci Syurga dari film tersebut juga penulis mendapatkan inspirasi dan semangat dalam mengerjakan skripsi hingga selesai. Ya meskipun menggunakan translate bahasa inggris itung-itung belajar bahasa inggris aja sih.. ckckckck…
Memang banyak sekali sebuah film atau drama dalam sebuah perfilm-an yang menceritakan sebuah semangat perjuangan dalam sebuah kehidupan. Baik itu tentang perjuangan dalam pendidikan atau pun cinta. Namun, secara kebetulan film Love Story In Harvard inilah yang penulis dapatkan. Dan secara kebetulan pula drama ini memiliki sebuah latar belakang pendidikan Hukum yang membuat penulis lebih tertarik melihatnya daripada drama korea lainnya. Dan inilah satu-satunya drama korea yang penulis lihat dari awal sampai akhir kisahnya dan sekaligus satu-satunya drama korea yang penulis lihat hehehe… Tidak hanya itu, film inilah yang menemani setiap saat semangat penulis menurun mengerjakan skripsi dan mampu mengembalikan semangat untuk mengerjakan skripsi, bahkan beberapa jam sebelum sidang skripsi film ini sempat penulis liat untuk menambah motivasi dan semangat ketika sidang skripsi.
Percaya deh… Kisah dalam sebuah drama ini sangatlah menyentuh, apalagi bagi yang punya sifat melankolis,,, wah hati-hati ya nontonnya, entar tiba-tiba nangis lagi ckckckck…  Latar yang di buat pun terasa sangat istimewa. Siapa coba seorang mahasiswa atau siapapun yang mempunyai latarbelakang pendidikan tinggi yang tak pernah mendengar salah satu Universitas terkemuka di dunia, ya! Harvard University menjadi salah satu latar dalam drama ini, bukan bermaksud membanggakan secara berlebihan universitas yang berada di Boston Amerika ini. Namun dilihat dari sisi positifnya, university dengan segala sarana prasarana yang begitu hebat ini telah banyak menciptakan pakar-pakar dunia internasional. Saya rasa tidak perlu penulis sebutkan satu persatu lulusannya, namun jika kita bandingkan dalam dunia nyata, satu saja tentang perpustakaan yang ada di universitas tersebut dengan perpustakaan yang ada di Indonesia. kita akan menemukan kesenjangan yang nyata. Betapa tidak, jika perpustakaan di Indonesia sebaik-baiknya mampu melayani sejak pukul 08:00 sampai pada jam 21:00, sedangkan di Harvard University mampu melayani selama 24 Jam. Maka tidak aneh jika mutu pendidikan mereka lebih unggul.
Kisah ini mengajarkan kepada kita bahwa begitu pentingnya dunia pendidikan sehingga siapapun yang benar-benar ingin mendapatkan kesuksesan dalam pendidikan maka harus bekerja keras untuk mengejar kesuksesan itu, orang yang mampu atau pun yang tidak mampu semuanya mempunyai hak dan mempunyai kesempatan untuk mendapatkan pendidikan, contoh kita lihat salah satu pemeran utama Pria yang di perankan oleh Kim Rae Won, ia memerankan Kim Hyun Woo yang notabene dalam film ini ia adalah seorang kaya raya yang kuliah di fakultas hukum  di Harvard University dan salah satu putra dari seorang Jaksa terkemuka di Negaranya Korea, namun dengan segala kesederhanaanya ia tidak menunjukan kekayaannya bahkan jika ia mau ia akan lebih mudah dekat dengan semua dosen yang ada di universitas tersebut, namun itu tidak ia lakukan, ia lebih memilih sebagai seorang biasa yang ingin memulai segalanya dari titik nol. ia berusaha mendapatkan simpati dengan kemampuannya dalam bidang pendidikan. Di pihak yang berbeda kita juga dapat menyaksikan pemeran wanita yang diperankan oleh Kim Tae Hee, wanita ini memerankan Soo In Lee yang notabene adalah seorang yang berasala keluarga yang sederhana atau bukan orang kaya namun mampu kuliah di fakultas kedokteran di Harvard University. Dengan latar belakang tidak mampu ini, itu tidak memadamkan semangatnya untuk menempuh pendidikan, bahkan Soo In Lee selain daripada kuliah ia juga bekerja di luar kampusnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari tapi itu semua tidak membuat ia melupakan kewajiban utamanya sebagai seorang pelajar dalam sebuah kampus yang terkemuka. bahkan ia ingin menunjukan kalau ia itu mampu menyelesaikan studi dengan predikat yang baik dan dapat menyampaikan ilmunya pada kegiatan yang bermanfaat di dunia kesehatan.
Tidak hanya dalam sebuah pendidikan, di dalam kisah ini juga mengajarkan kepada kita betapa pentingnya untuk selalu menghargai sebuah pekerjaan, dan harus terus berupaya se-profesional mungkin dalam mengerjakan sebuah pekerjaan. Jangan hanya karena harta (uang/kekayaan), Tahta (Jabatan), dan Wanita (Cinta) pekerjaan menjadi hancur atau bahkan amanah yang kita tanggung menjadikan kita makhluk yang berdosa, Ini terlihat oleh salah satu peran pria lainnya yang memerankan sebagai Alex Hong. Ia menjadi salah contoh manusia yang tidak professional dalam sebuah pekerjaan. Hanya karena menginginkan harta, tahta dan terbutakan oleh cintanya kepada Soo In Lee, ia merusak dirinya dengan perbuatan-perbuatan yang tidak sesuai sesuai dengan kode etik dia sebagai seorang Lawyer atau pengacara. Hal ini berbeda jauh dengan perbuatan yang dikerjakan oleh Kim Hyun Woo yang meskipun dia adalah satu-satunya orang yang dicintai Soo In Lee dan sebaliknya sangat mencintainya, namun ia tak pernah menyelewengkan pekerjaannya sebagai Pengacara, Ia tetap berdiri di atas keadilan. Meskipun dicerita ini digambarkan bahwa ia sangat membutuhkan uang untuk mengobati Soo In Lee, namun itu tidak membuat ia bergantung pada orang tuanya yang kaya raya, ia pun tidak merubah Keteguhannya dalam kebenaran untuk membela rakyat miskin yang terenggut haknya oleh sebuah perusahaan besar milik orang asing yang notabene tidak akan memberikan harga yang tinggi ketika dia membantunya. Bahkan jika Kim Hyun woo mau melakukan pekerjaan yang sesuai diinginkan oleh perusahaan asing ia akan mendapatkan segalanya termasuk kesehatan orang yang paling dicintainya Soo In Lee. Namun itu tidak dilakukannya, baginya keadilan adalah keadilan, keadilan berdiri di atas pendidikan, pekerjaan dan bahkan cinta sekalipun.
Jika cerita ini saya paparkan secara keseluruhan saya pikir akan lebih dari pada 1.000 atau bahkan 10.000 lembar, namun pada intinya dalam drama ini yang dapat saya ambil adalah tentang perjuangan dengan cara yang baik dan benar dalam sebuah perjuangan pendidikan, pekerjaan, dan cinta itu sangatlah diperlukan. Kebaikan dan kebenaran di atas segala-galanya termasuk cinta.
Bagi yang menginginkan kisahnya secara lengkap silahkan download di http://i-movies4all.blogspot.com/2011/07/love-story-in-harvard.html ambil sisi positif yang ada di film itu ya, kalau yang negatifnya di buang aja ya… atau kalau ingin mengcopy file film nya silahkan datang ke rumah penulis yaaa… hehehe…

Work Hard In Your Studies, Job, And Life
And Have A Beautiful And
Romantic Love Sory

Nikah Dini Dalam Perspektif Hukum Positif




Nikah Dini Dalam Perspektif Hukum Positif

Dalam masalah batas umur untuk kawin di Indonesia Pasal 7 ayat (1) Undang-undang perkawinan No. 1 tahun 1974 menyatakan bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Kemudian dipertegas dalam Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan, bahwa untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga, perkawinan hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur ditetapkan dalam Pasal 7 Undang-Undang Perkawinan.s
Pembatasan usia minimal melangsungkan perkawinan ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kawin dibawah umur. Selain itu juga dimaksudkan untuk menjaga kesehatan suami isteri dan perkawinan mempunyai hubungan erat dengan masalah kependudukan. Ternyata batas usia yang lebih rendah bagi seorang perempuan untuk kawin, mengakibatkan laju kelahiran yang lebih tinggi.
Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyatakan secara tegas,”Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”(Pasal 1) dan pada pasal 26 ayat 1 poin c disebutkan, keluarga dan orang tua berkewajiban untuk mencegah terjadinya perkawinan di usia anak-anak. Secara jelas undang-undang ini mengatakan, tidak seharusnya pernikahan dilakukan terhadap mereka yang usianya masih di bawah 18 tahun.
Berdasarkan hal UU tersebut, Komisi Perlindungan Anak Indonesia atau KPAI telah menggugat Syekh Puji karena dinilai telah melanggar Undang Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak. Gugatan publik juga telah dilontarkan oleh Komnas Perempuan. (Jakarta, NU Online Senin, 27 Oktober 2008 03:04)
Pembahasan
  1. Tidak boleh aturan apapun menyelisihi syari’at yang ditetapkan Allah dan Rasul-Nya. Dalam fatwaya Syaikh bin Baz menyatakan: “Usia pernikahan tidak dibatasi dengan ukuran umur tertentu, baik ukuran ukuran umur usia tua (batas umur maksiamal tua) maupun muda (batas minimal umur usia muda). Hal ini berdasarkan dalil Al-Quran dan As-Sunnah. Al-Quran dan As-Sunnah menganjurkan pernikahan tanpa mengkaitkan dengan batasan umur tertentu, sebagaimana firman Allah Ta’ala :
قال الله تعالى : وَيَسْتَفْتُونَكَ فِي النِّسَاءِ قُلِ اللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِيهِنَّ وَمَا يُتْلَى عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ فِي يَتَامَى النِّسَاءِ اللاتِي لا تُؤْتُونَهُنَّ مَا كُتِبَ لَهُنَّ وَتَرْغَبُونَ أَنْ تَنْكِحُوهُنَّ
Dalam ayat di atas terdapat pembolehan untuk menikahi anak (peremupan) yatim yang belum mencapai usia baligh. Dan usia maksimal seseorang termasuk yatim adalah 15 tahun menurut pendapat yang paling tepat (rajih) atau kurang dari itu tanpa batasan usia tertentu.
Hal ini diperkuat dengan sabda Rasulullah SAW:
تستأذن اليتيمة في نفسها فإن سكتت فهو إذنها وإن أبت فلا جواز عليها
Dalam praktenya Nabi menikahi A’isyah pada umurnya 6 atau 7 tahun dan berumah tangga dengannya pada umur 9 tahun. Demikian hukum syariat tersebut berlaku dalam umat Islam sebagaimana para shahabat yang mereka menikah pada usia dini dan usia tua tanpa batasan umur tertentu.
Tidak seorangpun yang diperkenankan membuat syari’at baru di luar syariat Allah dan Rasul-Nya dan merubah Syariat Allah dan Rasul-Nya. Karena syariat tersebut telah mencukupi. Barang siapa berpendapat selain itu, maka dia telah mendholimi dirinya sendiri dan telah membuat syariat bagi manusia dengan hal yang tidak diijinkan/perkenankan oleh Allah SWT. Allah SWT telah mencela jenis manusia seperti mereka dalam firman-NYa:
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ
“Apakah mereka memiliki sekutu (tandingan) yang membuat syariat bagi mereka  tentang agama tanpa ijin Allah” (QS. Asy-Syura: 21)
Nabi SAW bersabda:
وقال صلى الله عليه وسلم : ” من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد متفق عليه . وفي رواية مسلم : ” من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد وعلقه البخاري في الصحيح جازما به .
Saya ingatkan orang-orang yang menegakkan aturan yang bertentangan dengan syariat tersebut dengan firman Allah Ta’ala:
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“…maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (QS. An-Nur: 63)
  1. Perkawinan harus dilihat secara integral dan holistik. Bukan hanya aspek legalitas formal yang bersifat normatif yaitu sah dan tidaknya suatu perkawinan, namun harus melihat hakekat dan tujuan dari suatu perkawinan. Di antara tujuan pernikahan yang diterangkan dalam Al-Quran adalah (artinya) “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih sayang …” (Q.S.30:21). Berdasarkan ayat ini jelas bahwa Islam menginginkan pasangan suami istri yang telah membina suatu rumah tangga melalui akad nikah tersebut bersifat langgeng. Terjalin keharmonisan di antara suami istri yang saling mengasihi dan menyayangi itu sehingga masing-masing pihak merasa damai dalam rumah tangganya.  Ada tiga kata kunci yang disampaikan oleh Allah dalam ayat tersebut, dikaitkan dengan kehidupan rumah tangga yang ideal menurut Islam , yaitu sakinah (as-sakinah), mawadah (al-mawaddah), dan rahmat (ar-rahmah). Ulama tafsir menyatakan bahwa as-sakinah adalah suasana damai yang melingkupi rumah tangga yang bersangkutan; masing-masing pihak menjalankan perintah Allah SWT dengan tekun, saling menghormati, dan saling toleransi. Dari suasana as-sakinah tersebut akan muncul rasa saling mengasihi dan menyayangi (al-mawadah), sehingga rasa tanggung jawab kedua belah pihak semakin tinggi. Selanjutnya, para mufasir mengatakan bahwa dari as-sakinah dan al-mawadah inilah nanti muncul ar-rahmah, yaitu keturunan yang sehat dan penuh berkat dari Allah SWT, sekaligus sebagai pencurahan rasa cinta dan kasih suami istri dan anak-anak mereka.
  2. Pernikahan adalah suatu bentuk ibadah yang disakralkan dalam Islam. Pernikahan bukan hanya sekedar legalisasi hubungan seksual semata. Pernikahan bukanlah perampasan hak anak. Pernikahan adalah perpindahan perwalian dari seorang ayah kepada seorang suami. Ayah menyerahkan tanggung jawab mengasihi, menafkahi, melindungi, mendidik, dan memenuhi semua hak anak perempuannya kepada laki-laki yang ia percayai mampu memikul tanggung jawab tersebut. Islam membolehkan menikahkan anak yang sudah baligh atau belum baligh tapi sudah tamyiz (sudah bisa menyatakan keinginannya). Seorang anak yang memasuki pernikahan sesuai dengan syariat Islam tetap terpenuhi hak-haknya. Anak yang belum baligh belum dituntut tapi dipersiapkan untuk mampu melaksanakan semua kewajibannya sebagai seorang istri. Sementara yang sudah baligh mendapatkan hak sekaligus sudah harus melaksanakan kewajibannya sebagai seorang istri.
  3. Pembatasan usia minimal pernikahan dapat berdampak negatif (mudhorot) karena dapat menghambat keinginan para pemuda yang sudah dewasa secara intelektual, emosional, dan finansial namun belum cukup umur untuk melangsungkan pernikahan. Hal tersebut juga menyebabkan meningkatnya tindakan maksiat dalam hubungan lawan jenis dan hubungan seksual di luar nikah, dll.
  4. Perlu diketahui bahwa pernyataan para ulama tentang bolehnya menikahi gadis belia tidak berarti boleh menggaulinya dalam hubungan suami-istri (hubungan seksual), bahkan tidak boleh dgauli sampai dia cukup mampu melakukannya. Oleh karena itu, Nabi SAW menunda menggauli Istrinya Aisyah ra. DR. Abdullah al-Faqih dalam fatwanya no.11251 di islamweb.com juga menegaskan bahwa suami hendaknya tidak melakukan jima’ dengan istrinya jika istrinya belum siap untuk itu atau jika hal tersebut menimbulkan mudhorat bagi istrinya.
  5. Pembolehan bagi seorang bapak kandung (wali) untuk menikahkan anak gadisnya yang masih kecil berkaitan dengan ada-tidaknya maslahat dan hikmah dari pernikahan tersebut. Kemaslahatan dimaksud adalah kemaslahatan bagi anak gadis tersebut, bukan kemaslahatan orang lain termasuk wali sendiri yaitu berupa tercapai tujuan-tujuan pernikahan. Sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh ’Atiyah Shoqr, pemberian wewenang menikahkan tersebut kepada wali karena pada umumnya sebagai orang tua yang diberi amanah pengasuhan anak, mereka pasti menghendaki kebaikan bagi anaknya. Sebagaimana hal tersebut dilakukan oleh Abubakar as-Shiddiq ra yang menikahkan putrinya dengan Rasulullah SAW. Oleh karena itu orang tua/wali perlu menilai dengan bijaksana pasangan/calon suami bagi anaknya.
  6. Perlu diketahui bahwa pernikahan Rasulullah SAW dengan ‘Aisyah ra pada usia dini adalah pernikahan yang penuh dengan hikmah dan tujuan yang agung. Di antara hikmah pernikahan tersebut yaitu (1)  Rasulullah SAW menyiapkan istrinya sebagai da’iyah, muballighoh, dan murabbiyah yang membantu kesuksesan dakwah dan penyampaian risalah. Aisyah ra memiliki kecerdasan yang tinggi dan umur beliau yang masih muda adalah masa yang tepat untuk belajar karena hafalan lebih kokoh dan kemampuan merekam pelajaran lebih mantap. Di samping sebagai pendamping hidup Rasulullah, Aisyah  adalah murid spesial dalam madrasah kenabian. Nabi mengajarkan Aisyah secara khusus berbagai permasalahan agama terutama berkaitan dengan urusan privat rumah tangga dan fiqih kewanitaan. Peran Aisyah kemudian adalah menjadi juru bicara Nabi (da’iyah) yang menjelaskan hal tersebut kepada shahabat pada umumnya dan pada shohabiyah khususnya serta para tabi’in (generasi setelah shahabat) yang belajar kepada beliau. Sejarah membuktikan peran dan kontribusi Aisyah ra dalam mewariskan sunnah Rasulullah dengan meriwayatkan hadis sebanyak 2210. (2) Memperkuat hubungan kekerabatan  dan kedekatan keluarga antara beliau SAW dengan shahabat beliau yang paling utama yaitu Abu Bakar as-Shiddiq ra.
  7. Lebih utama (mustahab) bagi seorang wali untuk tidak menikahkan anak gadisnya yang masih kecil kecuali jika terdapat maslahat dari pernikahan tersebut. Imam Nawawi berkata: “Ketahuilah bahwa Imam Syafi’I dan imam-imam pengikut madzhab Syafi’I berpendapat bahwa dianjurkan bagi seorang Bapak atau Kakek untuk tidak menikahkan seorang gadis sampai dia baligh dan meminta ijin/kesediaannya agar gadis tersebut tidak terperangkap dalam “penjara pernikahan” yang tidak disukainya. Hal ini tidaklah bertentangan dengan hadis ‘Aisyah, karena maksud dari pendapat para Imam tersebut adalah tidak menikahkan gadis sebelum baligh jika tidak terdapat maslahat yang jelas/pasti yang dikhawatirkan akan hilang jika dilambatkan, sebagaimana yang terjadi pada pernikahan ’Aisyah ra. Jika ada maslahat yang bisa dihasilkan, maka pernikahan dianjurkan karena seorang bapak diperintahkan untuk memperhatikan maslahat anaknya dan tidak melalaikan/membiarkannya hilang. Wallahu A’lam.
  8. Jika menimbulkan kemudhoratan, maka hal tersebut tidak diperbolehkan berdasarkan dalil-dalil yang melarang melakukan sesuatu yang menimbulkan kemudharatan baik bagi diri sendiri maupun orang lain, di antaranya : la dhorara wala dhirara. Atau jika mudhorot yang akan terjadi diperkirakan lebih besar maka juga menjadikan pernikahan tersebut terlarang sesuai kaidah : daf’ul mafasid muqaddamun ‘ala jalb al-Masholih. Syaikh Walid bin Ali al-Husain bahkan menganggap pernikahan anak gadis oleh orang tuanya dengan tujuan mendapatkan imbalan harta dari orang yang akan dinikahkan dengannya, tanpa memperhatikan kemaslahatan anaknya, maka pernikahannya tidak sah.
  9. Bila anak telah baligh, perlu minta ijin/persetujuan anak tersebut, berdasarkan hadis:
( وَعَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : { الثَّيِّبُ أَحَقُّ بِنَفْسِهَا مِنْ وَلِيِّهَا ، وَالْبِكْرُ تُسْتَأْذَنُ فِي نَفْسِهَا ، وَإِذْنُهَا صُمَاتُهَا } رَوَاهُ الْجَمَاعَةُ إلَّا الْبُخَارِيَّ
Dari Ibnu Abbas ra, belia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Seorang janda lebih berhak untuk mengatur dirinya (dalam mengambil keputusan menikah) daripada walinya. Seorang anak gadis dimintai ijin/persetujuannya mengenai dirinya. Dan tanda ijin darinya adalah diamnya” (HR. al-jama’ah dari mukharrij hadis kecuali Imam Bukhari)
Dalam perspektif ketentuan hukum positif, nikah dini dinilai melanggar pasal 7 ayat 1 UU Perkawinan No. 1 tahun 1979 yang mensyaratkan usia pihak calon mempelai perempuan minimal berusia 16 tahun.
Sebagai solusi terhadap permasalahan legalitas tersebut, langkah yang harus dilakukan adalah orang tua mengajukan dispensasi umur perkawinan ke Pengadilan Agama sesuai dengan pasal 7 ayat 2 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, sehingga mendapat pengesahan Negara.
Wallahu A’lam bi As-Showab.
Sumber :
al – Baqi, 1987: 332-333 dan 718. Dalam Al-Quran ada dua kata kunci yang menunjukkan konsep pernikahan, yaitu zawwaja dan kata derivasinya berjumlah lebih kurang dalam 20 ayat dan nakaha dan kata derivasinya sebanyak lebih kurang dalam 17 ayat (Al-Baqi 1987: 332-333 dan 718).Yang dimaksud dengan nikah dalam konteks pembicaraan ini adalah ikatan (aqad ) perkawinan ( al – Asfihani, Tanpa Tahun : 220 dan 526).
Lihat Tafsir al-Thobari 14/142 juga lihat penjelasan para ulama tafsir tentang “syarh al-kalimaat” dari wallai lam yahidhna misalnya dalam kitab tafsir Taisir al-Karim al-Rahman fi Tafsir Kalam al-Manan karya Abdurahman bin Nasr al-Sa’di. Taisir Karim al-Rahman oleh Abubakar al-Jazairi, al-Tafsir al-Wasith karya Muhammad Sayyid Thanthawi, al-Dur al-Mantsur fi ta’wil bi al-Ma’tsur karya Jalaluddin al-Suyuthi, dll
HR. al-Daruquthni dari Anas ra dan seluruh perawinya tsiqot sebagaimana dinyatakan Imam al-Haitsami dalam kitab Majmu’ Zawaid wa Manba’ al Fawaid hadis no. 1529, diriwayatkan pula oleh Ibnu Adi 7/216, tarjamah 2162 Tazid bin Abdul Malik bin al-Mughirah.)
lihat Shohih Bukhari no 4840 dan Shohih Muslim no 1422
Imam As-Syaukany Nailul Authar 6/252
Walaupun ada ulama seperti Ibnu Syubrumah tidak sepakat dengan ijma’ dengan alasan; (1) karena itu kasus Kasus terjadi di Makkah. sementara Nabi men-tasyri’-kan di Madinah perlu ijin. (2) khoso’is bagi Nabi saja.
Dulu lumrah orang menikahkan anak gadisnya antara usia 13 hingga 15 tahun namun, terjadinya perubahan pandangan masyarakat mengenai usia ideal memasuki jenjang pernikahan. Seiring perkembangan jaman, usia menikah pun makin bertambah. Kaum perempuan perkotaan kini menikah di usia antara 25 hingga 30 tahun. Tidak mustahil di masa depan usia menikah akan semakin bertambah.
Hukum Keluarga di Mesir menjelaskan bahwa perkawinan hanya dapat diizinkan jika laki-laki berumur 18 tahun dan wanita berumur 16 tahun, demikian juga dalam Hukum Keluarga di Pakistan dinyatakan bahwa perkawinan dapat dilakukan jika laki-laki sudah berumur 18 tahun dan wanita berumur 16 tahun (Mahmood, 1987 :270). Di anak benua India, pada tahun 1929 diterbitkan suatu undang-undang untuk mencegah perkawinan anak di bawah umur (Child Marriage Restraint Act, 1929). Undang-undang ini menetapkan larangan mengawinkan anak perempuan sebelum menmcapai usia 14 tahun dan anak lelaki sebelum mencapai usia 16 tahun. Undang-undang ini juga menetapkan sanksi hukuman atas pelanggaran ketentuan-ketentuannya. Pencegahan perkawinan anak di bawah umur yang belum mencapai usia tersebut di anak benua India dipertegas dengan memberikan khiyar fasakh setelah dewasa kepada anak di bawah umur itu baik yang lelaki maupun perempuan apabila mereka dikawinkan oleh wali mereka sebelum mencapai usia tersebut di atas (Siraj,1993:107).
Terlihat di sini bahwa UU No. 23 tahun 2002 dan UU No.1 tahun 1974 tentang perkawinan memberikan batasan yang berbeda dan tidak konsisten terhadap batas minimal usia perkawinan.
Fatwa Syaikh bin Baz yang dipublikasikan dalam Majalah al-Dakwah no. 828 Tanggal 16 Rabi’ul Awwal 1402 H dan dalam Kumpulan Fatwanya juz 4 hal 124
Al-Qurtubi,1387, XIV: 16-17 dan Al-Qasimi, Tanpa Tahun, XIII : 171-172
Fatwa Syaikh Muhammad bin Sholih al-Munajjid  dalam islam-qa.com Soal no. 12708 dan no.22442
Lihat pula Keterangan Imam Nawawi dalam Syarh Muslim (9/206)
Disebutkan dalam fatwa al-Lajnah ad-Da’imah lil ifta’ no. 3833:
يجوز العقد على الصغيرة من أبيها، خاصة إذا رأى المصلحة لها في ذلك؛ لقصة تزوج النبي -صلى الله عليه وسلم- بعائشة وهي دون التسع
“Diperbolehkan melakukan akad nikah atas seorang gadis kecil oleh bapak kandungnya, khususnya jika dipandang terdapat maslahat dalam pernikahan tersebut. Hal ini berdasarkan kisah pernikahan Nabi SAW dengan Aisyah yang umurnya kurang dari 9 tahun”
Syaikh Walid bin Ali al-Husain dalam Fatwa al-Islam al-Yaum no. 104588 lihat al-maktabah al-Syamilah.
Fatwa al-Azhar Mei 1997 dalam al-Maktabah al-Syamilah
Lihat DR. Mahmud Thohhan, Taisir hal 199
lihat fatwa DR. Abdullah al-Faqih dalam fatwanya no. 30523 islamweb.com)
Imam Nawawi. Syarah Shahih Muslim 9/206 (AL-Maktabah al-Syamilah)
Syaikh Walid bin Ali al-Husain dalam Fatwa al-Islam al-Yaum no. 104588 lihat al-maktabah al-Syamilah.
http://syukrillah.wordpress.com/2010/08/28/%E2%80%9Cnikah-dini-%E2%80%9C-dalam-perspektif-fiqh-islam/

Bidang Aplikasi Software



Bidang Aplikasi Software

Dalam bukunya Pressman menjelaskan bahwa software dikategorikan menjadi 7 kategori, yaitu:

a.     System Software
Gabungan beberapa program yang di tulis untuk melayani program lain. Beberapa system Software (seperti compiler, editor dan keperluan Management) proses yang kompleks, tapi menentukan, struktur informasi. Aplikasi sistem yang lain (seperti komponen sistem operasi, driver, Software jaringan).
Pada kasus lain, wilayah systems Software di golongkan oleh banyaknya interaksi dengan perangkat keras komputer, banyak penggunaan oleh beberapa pengguna, operasi yang bersamaan yang membutuhkan penjadwalan, pembagian resource, dan Management proses  yang canggih, data struktur dan kompleks, dan banyak antar muka eksternal.

b.     Application Software
Program yang berdiri sendiri (stand-alone) yang menyelesaikan kebutuhan bisnis yang spesifik. Tambahan untuk aplikasi yang memproses data secara konvensional, application Software digunakan untuk mengontrol fungsi bisnis di waktu yang nyata (e.g., point-of-sale transaction processing, real-time manufacturing process control).

c.      Engineering/scientific Software
Engineering/scientific Software telah di golongkan oleh algoritma “number crunching”.  Lingkup aplikasi ini mulai dari astronomi sampai vulkanologi, dari analisis otomotif sampai dinamika orbit pesawat luar angkasa, dan dari biologi molecular sampai pabrik yang sudah diotomatisasi.

d.     Embedded Software
Embedded Software terletak pada kedalaman sebuah produk atau sistem dan di gunakan untuk menjalankan dan mengontrol kegunaan dan fungsi untuk pengguna dan untuk sistem itu sendiri. Embedded Software bisa menampilkan fungsi yang terbatas dan hanya diketahui oleh orang tertentu saja (e.g., tombol kontrol untuk oven microwave) atau memberikan fungsi yang signifikan dan kemampuan mengontrol. (e.g., fungsi digital dalam mobil seperti kontrol bahan bakar, petunjuk di dashboard, dan sistem pengereman).

e.      Product-line Software
Product-line Software di rancang untuk menyediakan kemampuan yang spesifik untuk digunakan oleh pelanggan yang berbeda.

f.      Web applications
Web Application disebut juga “WebApps,” ini adalah kategori Software network-centric. Dalam bentuk yang paling sederhana, WebApps lebih dari sekedar kumpulan dari file hypertext yang terhubung yang menyediakan informasi menggunakan teks dan grafik yang terbatas. Akan tetapi, dengan kemunculan Web 2.0, WebApps dikembangkan ke dalam lingkungan komputer yang rumit yang tidak hanya menyediakan kegunaan stand-alone, fungsi perhitungan, dan isi kepada pengguna, tapi juga terintegrasi dengan database perusahaan da aplikasi bisnis.

g.     Artificial intelligence Software
Pembuatan artificial intelligence Software menggunakan algoritma non-numerical untuk memecahkan masalah yang kompleks yang tidak bisa untuk di lakukan perhitungan atau analisis langsung. Aplikasi yang termasuk area ini adalah robotics, expert systems, pattern recognition (gambar dan suara).

Selasa, 19 Februari 2013

Aku Hanya Memohon Pada Kuasa Nya




Aku Hanya Memohon Pada Kuasa Nya

Aku sempat tak mengerti…
Apa yang sebenarnya harus aku lakukan untuk kehidupan sekitarku…
Untuk diriku sendiri saja, terkadang aku ragu…
Namun benar juga kata kamu…
Kamu tak memliliki kewajiban memberikan segalanya untuk ku…
Termasuk khabar Mu bukan?...
Bahkan tak satu kalimat indah dari mu yang mampu aku lihat…
Kewajiban Mu saat ini hanyalah untuk orang tuamu…
Lagi pula, Siapa juga aku…

Perlahan, aku mulai mengerti…
Semua ini adalah misteri Illahi…
Benar juga kata Mu…
Orang tua adalah segala-galanya…
Kini…
Ketika aku menyadari nenek ku telah jauh pergi…
Kusaksikan pula ayah ku yang mulai sakit-sakitan…
Aku tak kuasa melihat luka yang Ia rasakan…
Dan aku sadar betul ayah ku adalah segala-galanya bagiku…
Dan sampai sejauh ini…
Aku pun menyaksikan perjuangan adikku…
Tak mungkin pula aku membiarkan ia berjuang sendiri…
Sebagai sandaran kedua setelah orangtuaku…
Aku pun harus menjadi pelindung buat kecantikan hatinya…

Dan seandainya, saat ini kita masih dalam satu latar yang sama…
Dengan kesibukan ku mengurus orang tuaku…
Dan kesibukanku yang juga harus menjaga kecantikan hati adikku…
Mungkin saja, senyum sapaku takkan bisa menyapamu setiap pagi…
Sehingga membuat kamu luka…
Mungkin saja, kasih ku takan tercurahkan sepenuh cahaya mentari…
Sehingga kamu menjadi iri dan benci…
Mungkin saja sayang ku takan menyinari sepenuh cahaya rembulan…
Sehingga memuncak segala amarah dan kesal mu…

Tuhan memang Maha Mengetahui…
Sedangkan aku, hanya setitik pengetahuanku…
Maka, apapun yang terjadi dengan Mu di sana…
Tuhan lah yang lebih tahu…
Aku hanya memohon pada kuasa Nya…
Agar Tuhan tetap menjaga kesucian hati mu…
Menjaga kesehatan ayah ku…
Menjaga kecantikan hati adik ku…
Dan menjaga aku agar selalu bisa mendoakan yang terbaik untuk semuanya…

Biografi B.F. Skinner




Biografi B.F. Skinner
Burrhus Frederic skinner (B.F. Skinner) lahir di Susquehanna, Pennsylvania, pada tanggal 20 Maret 1904. Ia merupakan anak pertama dari pasangan William Skinner dan Grace Mange Burrhus Skinner. Ayahnya adalah seorang pengacara dan seorang politisi, sedangkan Ibunya adalah seorang Ibu rumah tangga. Skinner tumbuh dalam suasana dan lingkungan yang nyaman, bahagia, dan dengan derajat ekonomi keluarga menengah ke atas. Orang tuanya menerapkan nilai-nilai kesederhanaan, kebaktian, kejujuran, dan kerja keras dalam menjalani kehidupan. Keluarga skinner adalah orang-orang gereja, namun Freud (B.F skinner) pernah hampir kehilangan kepercayaan terhadap agama ketika masih duduk di bangku sekolah menengah. Dan kemudian ia tidak menjalankan atau mengikuti agama apapun.
Ketika berusia 2 setengah tahun, adiknya, Edward yang biasa disapa Ebbie lahir. Freud merasa bahwa adiknya lebih disayang oleh kedua orang tuanya. Namun, ia tidak merasa kehilangan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Pada tahun pertama Freud di perguruan tinggi, adiknya, Ebbie meninggal dunia. Sejak saat itu kedua orang tuanya menjadi progresif dan sulit memberikan izin kepada Freud untuk bepergian. Mereka menginginkan Freud menjadi anak rumahan “The Family Boy” saja. Dengan sungguh-sungguh kedua orang tuanya sukses menjalankan kewajiban dengan menjaga kestabilan keuangan freud, bahkan hingga ia menjadi seorang psikologi terkemuka di Amerika.
Pada tahun pertama, Skinner tertarik untuk menjadi seorang penulis profesional, dengan tujuan atau cita-citanya mempublikasikan Walden Two ketika ia mulai berusia 40 tahun. Ketika Skinner tamat dari sekolah menengah, keluarganya pindah ke Scranton, Pennsylvania. Dan hampir dengan seketika Skinner masuk ke Peguruan Tinggi Hamilton, sebuah sekolah kesenian liberal di Clinton, New York. Setelah mendapatkan gelar sarjana muda di Inggris, Skinner menyadari ambisinya untuk menjadi seorang penulis yang kreatif.
Skinner memberi tahu ayahnya bahwa ia berkeinginan untuk  menghabiskan waktu satu tahun dengan tanpa bekerja di rumah kecuali menulis. Dengan alasan akan kebutuhan untuk membangun/membentuk kehidupan, ayahnya (William Skinner) dengan terpaksa mendukung skinner selama satu tahun ini, dengan kondisi atau alternatif skinner akan mendapatkan pekerjaan yang lain jika karir menulisnya tidak sukses. Namun, datang sebuah surat pemberi harapan dari Robert Frost, dengan suratya ia memberikan harapan kepada Skinner untuk menjadi seorang penulis karena ia telah membaca tulisan-tulisan Skinner.
Skinner pun kembali ke rumah orang tuanya di Scranton, belajar di loteng dan mulai menulis dari pagi hari. Namun, usahanya tidak produktif karena ia malah tidak memiliki ide untuk disampaikan dan dituangkan dalam tulisan-tulisannya. Hingga satu tahun itu disebut sebagai “Tahun Kegelapan” bagi Skinner. Tahun kegelapan tersebut memberikan gambarana akan kuatnya kebimbangan identitas hidup Skinner, dan ini bukanlah kirisis identitas yang terakhir bagi Skinner.
Di akhir tahun kegelapannya yang berlangsung selama 18 bulan, Skinner dihadapi dengan permintaan untuk mencari pekerjaan baru. Psikologi pun memberinya isyarat. Setelah membaca beberapa karya Watson dan Pavlov, ia memutuskan untuk menjadi seorang behavioris. Ia pun tidak pernah ragu terhadap keputusannya tersebut dan dengan kesungguhan hati menerjunkan dirinya ke dalam behaviorisme radikal.
Meskipun Skinner tidak pernah mengambil pendidikan sarjana psikologi, Harvard menerimanya sebagai mahasiswa lulusan psikologi. Setelah mendapatkan gelar PhD pada tahun 1931, Skinner menerima beasiswa dari Dewan Penelitian Nasional untuk melanjutkan penelitian laboratoriumnya di Harvard. Skinner pun menjadi pecaya diri dengan identitasnya sebagai seorang behavioris. Ia juga membuat garis besar cita-cita/tujuannya dalam 30 tahun ke depan. Dalam rencananya, Skinner juga  terus mengingatkan dirinya untuk benar-benar taat dan sungguh-sungguh dalam mendalami metodologi behavioristik. Di tahun 1960, Skinner telah berhasil mewujudkan fase terpenting dalam rencananya.
Pada tahun, 1936, Skinner mulai mendapatkan posisi atau kedudukan pada pengajaran dan penelitian di Universitas Minnesota. Sesaat setelah pindah ke Minneapolis, ia memiliki seorang kekasih dengan masa pacaran yang pendek dan tidak menentu. Hingga ia kemudian menikah dengan Yvonne Blue. Skinner mempunyai 2 orang anak, yaitu Julie yang lahir pada tahun 1938 dan Deborah (Debbie) yang lahir pada tahun 1944. Dalam tahun-tahunnya di Minnesota, Skinner menerbitkan buku pertamanya yang berjudul The Behavior of Organisms (1938).
Di usiannya yang ke-40 tahun, Skinner masih bergantung kepada bantuan keuangan dari ayahnya untuk berjuang dalam ketidak berhasilannya menulis buku mengenai perilaku lisan (Behavior Verbal). Karena ia tidak sepenuhnya terlepas dari “Tahun Kegelapan” dalam 20 tahun pertama. Meski Skinner menjadi sukses dan menjadi seorang behavioris terkemuka, ia lamban dalam mengatur dan menghasilkan keuangannya sendiri. Dengan model kekanak-kanakan, ia mengijinkan orang tuanya untuk membayar mobil, liburan, pendidikan anak-anaknya di sekolah, bahkan rumah untuk keluarganya.
ketika Skinner masih menuntut ilmu di Universitas Minnesota, ayahnya memberikan penawaran kepada Skinner, bahwa ia akan membayar gaji sekolah musim panasnya jika ia terlebih dahulu mengajar selama musim panas dan membawa istri serta kedua anaknya ke Scranton. Skinner pun menerima tawaran dari ayahnya untuk pindah ke Scranton serta untuk kembali menulis. Namun, buku yang ia tulis masih belum dapat diselesaikan juga hingga beberapa tahun mendatang.
Pada tahun 1945, Skinner meninggalkan Minnesota untuk mengetuai/mengepalai sebuah Departemen Psikologi di Universitas Indiana, sebuah pilihan yang menjadikannya lebih frustasi karena tugas-tugas administifnya menjemukan, ditambah Skinner belum merasakan pengetahuan dan pengalaman akan psikologi itu sendiri. Namun, istrinya memiliki perasaan atau anggapan yang bertentangan dengan Skinner. Ia beranggapan bahwa meskipun begitu, krisis pribadi Skinner akan segera berkahir dan karir profesionalnya pun akan datang.
Pada liburan musim panas tahun 1945, Skinner menulis Wolden Two, sebuah novel khayalan yang menggambarkan sebuah masyarakat sosial dengan permasalahan dalam penyelesaian masalah yang berhubungan dengan perilaku ahli teknik. Meskipun tidak diterbitkan hingga 1948, bukunya disajikan oleh penulis dengan terapi langsung dalam bentuk emotional catharsis. Hingga akhirnya Skinner dapat belajar dari kegagalan menuju kemahiran selama tauhn kegelapannya, yitu 20 tahun pertama.
Skinner menjelaskan bahwa dua karakter yang ada dalam bukunya yaitu Farazier dan Burris mewakili usaha/percobaannya untuk menggabungkan dua askpek berbeda yang ada dalam kepribadiannya sendiri. Buku Wolden Two pun turut menjadi pembangun karier profesional Skinner. Tidak lama kemudian ia mengurung diri untuk pembelajaran laboratorium terhadap tikus dan burung dara, tapi kemudian ia terlibat/dilibatkan dalam aplikasi analisis tingkah laku terhadap teknologi pembentukan perilaku manusia dan mendapatkan ungkapan filosofis dalam Beyond Freedom and Dignity.
Pada tahun 1948, Skinner kembali ke Harvard, dan melanjutkan eksperimen kecil menggunakan burung dara. Tahun 1964, di usianya yang ke-60 tahun, Skinner berhenti mengajar. 10 tahun kemudian, ia mengambil 2 program pendanaan karier dari pemerintah pusat untuk masa 5 tahun, yang mengizinkan Skinner untuk melanjutkan menulis dan memimpin penelitian. Ia pun berhenti menjadi profesor psikologi pada tahun 1974. Setelah berhenti mengajar pada tahun 1964, Skinner menulis beberapa buku penting mengenai tingkah laku manusia (human behavior) yang membantunya mendapatkan gelar sebagai America’s best-known living psychologist.
Pada tanggal 18 Agustus 1990, Skinner meninggal karena menderita leukimia. Satu minggu sebelum kematiannya, Skinner mengirimkan pidato emosianalnya kepada konvensi American Psychological Association (APA) mengenai kelanjutan advokasinya tehadap behaviorisme radikal. Dengan adanya konvesi ini, ia mendapat surat pujian pertama sebagai Outstanding lifetime Constribution to Psychology. Dan Skinner adalah satu-satunya orang yang mendapat penghargaan tersebut dalam sejarah APA.
Sumber:
ü  Jess Feist and Gregory J. Feist.Theories of Personality. New York: McGraw Hill. 
ü  L. Atkinson,Rita, Richard C. Atkinson.1983. Pengantar Psikologi. Jakarta:Erlangga
ü  http://mtsyppa.com/artikel/operant-conditioning-bf-skinner


alipoetry © 2008 Por *Templates para Você*