Jumat, 01 Februari 2013

Pengertian Khitbah




Pengertian Khitbah
Kata khitbah (الخطبة) adalah bahasa arab standar yang terpakai pergaulan sehari-hari,  Terdapat dalam firman Allah dan terdapat pula dalam sabda Nabi serta di syari’atkan dalam suatu perkawinan yang waktu pelaksananya diadakan sebelum berlangsungnya akad nikah. Keadaan ini pun sudah membudaya di tengah masyarakat dan di laksanakan sesuai dengan tradisi masyarakat setempat. Jadi khitbah artinya adalah peminangan, yaitu melamar untuk menyatakan permintaan atau ajakan perjodohan dari seorang laki-laki dengan seorang perempuan calon istrinya. Hukum meminang adalah boleh (mubah) adapun dalil yang memperbolehkannaya adalah.
Artinya: dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran, atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu (Al-Baqoroh ayat 235)
B. Hukum
Dalam agam islam, Meminang seseorang yang akan dinikahi, Hukumnya mubah (boleh) dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Perempuan yang di pinang:  Perempuan yang di pinang harus memenui syarat-syarat sebagai berikut :
a. Tidak terikat oleh akad perkawinan.
b. Tidak berada dalam masa iddah tala’k roj’i.
c. Bukan pinangan orang lain. Rosulallah bersabda :
Artinya: Seseorang mukmin adalah saudara mukmin lainnya oleh Karena itu, Ia tidak boleh membeli atau menawar sesuatu yang sudah di beli atau sudah di tawar saudaranya, dan ia tidak boleh meminang seseorang yang telah dipinang saudaranya. Kecuali ia telah melepaskanya. (muttafaqqun alaih)
2. Cara mengajukan pinangan.
a. Pinanagan kepada gadis atau janda yang sudah habis masa iddahnya, Boleh dinyatakan secara terang-terangan.
b. Pinangan kepada wanita yang masih ada dalam iddah talak ba’in atau iddah di tinggal mati suaminya.Tidak boleh dinyatakan secara terang-terangan. Pinangan kepada mereka hanya boleh dinyatakan secara sindiran saja.
Firman Allah: “Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang waniya-wanita itu dengan sindiran,atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu (Al-Baqoroh ayat 235)
Artinya: “Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki antaramu. Jika tidak ada dua orang lelaki maka boleh seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhoi” (Al-Baqoroh ayat 282)
1.      Melihat dan meneliti calon istri
Melihat perempuan yang akan dinikahi, dianjurkan bahkan disunatkan oleh agama. Karena meminanag calon istri merupakan pendahuluan pernikahan. Sedangkan melihat calon istri untuk mengetahui penamilan dan kecantikannya, Dipandang perlu untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang berbahagia. Rosulallah bersabda:
Artinya: Jika seseorang di antara kamu meminang seseorang perempuan, Sekiranya dapat melihat sesuatu yang mendorong semangat untuk mengawininya, Hendaklah ia melakukan nya (H.R Ahmad dan abu dawud)
Cara melihat perempuan yang di pinang boleh dengan cara terang-terangan boleh juga dengan cara mengintip selagi ia lalai, tetapi tidak boleh berdua-duaan dalam suatu ruangan (kholwah). Adapun batas-batas anggota yang boleh dilihat adalah: Wajah, Telapak tangan Telapak kaki, Bentuk tubuh. Dengan demikian dapat diketahui kecantikan dan keindahan tubuhnya, sehingga pihak suami tidak menyesal dikemudian hari. Kebolehan melihat calon mempelai tidak hanya berlaku bagi satu pihak laki-laki saja, Pihak perempuan juga boleh melihat, Bahkan mengamati laki-laki yang meminangnya. Jadi waktu perempuan melihat calon suaminya, bersama dengan waktu ia melihat atau diamati oleh calon suami.
Dengan demikian, kedua calon mempelai itu telah mempunyai kepastian tentang jodoh mereka masing-masing. Sebelum datang dan melihat calon istri di rumahnya, Sebaiknya mengumpulkan data secukunya tentang calon istrinya itu.
Kemudian ada masalah pertunagan dengan tukar cincin, Ini adalah budaya barat yang bertentangan dengan islam maupun budaya timur. Sebab kalau sudah melangsungkan pertunangan tersebut telah direstui oleh kedua pihak keluarga, Mulai saat itu, mereka lebih bebas bergaul. Dalam Islam budaya ini tidak dibenarkan, Karena membawa dampak negative. Sedangkan peminangan, Mereka boleh melihat satu sama lain dengan batas-batas tertentu yang dibenarkan oleh syara’ sebagai bahan pemikiran mereka untuk langkah selanjutnya dalam melangsungkan pernikahan.
C. Beberapa Pendapat Para Ulama’ Tentang Melihat Pinangan.
1. Menurut jumhur ulama’ mengatakan bahwa boleh meihat wajah dan telapak tangan karena demikian akan dapat diketahui kehalusan tubuhnya.
2. Menurut abu dawud mengatakan boleh melihat seluruh badannya kecuali kemaluannya.
3. Hanifah mengatakan membolehkan melihat telapak kaki, muka dan kedua telapak tangan.

Pada pasal 6 ayat (1) UUP disebutkan “Perkawinan harus didasarkan persetujuan kedua calon mempelai”. Kedua harus rela dan sama-sama suka untuk melangsungkan pernikahan. kerelaan dan persetujuan tersebut tentunya harus didahului dengan saling kenal, melihat dalam batas-batas yang di perbolehkan agama.

0 komentar:

alipoetry © 2008 Por *Templates para Você*