Sabtu, 28 Mei 2011

UNDIAN DAN LOTERE DALAM PERSFEKTIF HUKUM ISLAM


UNDIAN DAN LOTERE DALAM PERSFEKTIF HUKUM ISLAM

a. Undian

Dalam kamus bahasa Indonesia, undian diartikan dengan sesuatu yang diundi : lotere. Sedangkan dalam ensiklopedi Bahasa Indonesia, dlisebutkan bahwa lotere berasal dari bahasa Belanda (loterij), yang artinya undian berhadiah, nasib, peruntungan. Dalam Bahasa Inggris juga terdapat kata “lottery”, yang berarti undian. Mengacu pada pengertian di atas, kata undian itu bersinonim dengan lotere. Dimana dalam lotere terdapat unsur spekulatif (untung-untungan mengadu nasib). Namun di masyarakat, kata undian dan lotere pengertiannya dibedakan, sehingga hukumnya-pun berbeda. Kalau dalam undian, tidak ada pihak yang dirugikan, oleh karena itu, hukumnya-pun menjadi boleh, seperti undian berhadiah dari suatu produk di televisi. Sedangkan lotere ada pihak yang dirugikan, oleh karena itu hukumnya haram.

Ada yang menganggap bahwa undian adalah sama dengan judi, dengan menggunakan ayat dalam surat Al-Maidah ayat 3 atau menyamakan al-Azlam dengan al-Maisir. Padahal yang dimaksud dengan azlam adalah mengundi nasib dengan panah yang biasa dilakukan oleh orang-orang Quraisy. Jadi undian semacam ini adalah upaya untuk dapat mengetahui sesuatu yang sifatnya ghaib yang hanya dimiliki oleh Allah SWT yang dilakukan dengan cara mengundi anak panah tersebut,. Undian yang semacam inilah yang dilarang oleh islam, karena disini terdapat perbuatan syirik.

Adapun undian yang dimaksudkan untuk dapat menentukan bagian sesuatu yang sifatnya konkret, seperti yang dilakukan oleh orang-orang arab jahiliyyah tersebut, itulah yang dilarang oleh agama.

Permasalahan yang kemudian muncul ialah apakah lotere termasuk judi atau bukan. Judi atau maisir secara terminologi memiliki arti “suatu permainan dengan memakai uang sebagai taruhan, seperti permainan kartu”. Orang yang memenangkan permainan itu berarti ia berhak mengambil taruhannya. Unsur yang terpenting dalam judi ialah taruhan. Diamana dalam taruhan tersebut mengandung unsur spekulatif atau untung-untungan dan mengakibatkan aka nada pihak yang dirugikan. Yusuf Qardhawi mengatakan bahwa setiap permainan yang didalamnya ada taruhan yang tidak lepas dari untung dan rugi bagi para pemainnya, maka hal itu adalah judi atau maisir dan hokum judi dengan tegas diharamkan. Firman Allah SWT:

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya meminum khamar, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah, adalh perbuatan keji dan termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan tersebut agar kamu mendapat keberuntungan” (Q.S Al-Maidah : 90)

Dengan tegas dijelaskan pada ayat di atas, bahwa judi termasuk perbuatan syaitan, dan syaitan akan menjerumuskan manusia kepada kejahatan. Dengan demikian, judi akan membawa manusia kepada perbuatan jahat, permusuhan dan kebencianserta melalaikan ibadah. Hal ini disebutkan dalam ayat selanjutnya yaitu. Firman Allah SWT:

“Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kamu lantaran meminum khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat. Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan perbuatan itu)”.(Q.S Al-Maidah: 91)

Menurut H.S Muchlis, ada dua unsur yang merupakan syarat formal untuk dinamakan judi, ialah:

1. Ada dua pihak yang masing-masing terdiri dari dua orang atau lebih yang bertaruh, yang menang dibayar oleh yang kalah menurut perjanjian tertentu.
2. Menang atau kalah dikaitkan dengan kesudahan sesuatu peristiwa yang berbeda diluar kekuasaannya atau di luar pengetahuan terlebih dahulu dari para petaruh.

Berdasarkan rumusan di atas, maka jika dua kesebelasan bola yang bertanding yang oleh sponsor akan diberikan hadiah kepada yang menang, ini bukan termasuk judi karena tidak ada pihak yang bertaruh. Contoh lainnya, jika ada dua orang yang bermain catur dan mengadakan perjanjian, siapa yang kalah akan membayar kepada yang menang sejumlah uang, juga tidak dinamakan perjudian, sebab pertandingan itu merupakan adu kekuatan atau keterampilan/kepandaian. Tetapi bila para penonton yang bertaruh siapa diantara dua kesebelasan atau emain yang menang, maka itulah yang dinamakan perjudian.

Berdasarkan Q.S Al-Maidah: 90-91, Yusuf Qardhawi merinci dampak negatif yang ditimbulkan oleh judi. Menurutnya, judi dapat membuat pelakunya tergiur dengan keuntungan, terlena dengan khayalan yang kosong, terbiasa memakan harta dengan cara yang bathil, mengakibatkan permusuhan, menyia-nyiakan waktu, menciptakan manusia-manusia yang malas dan melalaikan kewajiban.

b. Bentuk-bentuk Lotere dan Hukumnya

Menurut Fuad Fahruddin, tujuan utama dari lotere adalah mengumpulkan uang sebanyak mungkin, untuk melaksanakan suatu proyek untuk suatu kepentingan masyarakat, seperti menyediakan rumah yatim piatu, panti jompo, dan bangunan social lainnya. Dana yang terkumpul dari pemasangan lotere ini lebih besar jumlahnya dan lebih besar disbanding dengan hadiah yang akan diberikan kepada pemenang lotere. Menurut Fuad lotere seperti ini tidak termasuk judi, karena lotere seperti ini meliputi dua bidang, pertama, mengumpulkan derma, dan ini dapat terlaksana dengan menjual lotere. Kedua membagi sisa uang derma kepada pemenang lotere sebagai pendorong untuk mengumpulkan pendermaan.

Dua alasan yang diberikan fuad yaitu. Pertama, lotere yang dananya digunakan untuk dana sosial, hukumnya boleh, dalam hal ini lotere hanya sebagai alat saja, agar menarik para donator. Kedua, tidak dilakukan secara berhadap-hadapan.

Lebih lanjut, Ibrahim Husain menambahkan tentang kehalalan lotere. Selain tidak berhadap-hadapan, menurutnya kehalaln lotere karena pada lotere tidak ada unsur permusuhan dan kebencian seperti yang terdapat dalam judi.

Rasyid Ridha mengingatkan bahwa dalil syar’i yang mengharamkan semua perjudian termasuk lotere atau undian itu adalah yang qath’I dilalah, artinya dalil yang sudah pasti akan keharaman perjudian sehingga tidak dapat diragukan lagikeharamannya. Hanya saja, ada lotere atau undian yang diselenggarakan oleh pemerintah atau lembaga social non pemerintah yang bertujuan semata-mata untuk menghimpun dana guna kepentingan umum maupun Negara. Misalnya untuk membangun rumah sakit, sekolah, ,meringankan beban fakir miskin, dan sebagainya itu bisa jadi tidak termasuk perjudian, karena tidak jelas adanya orang yang memakan harta orang lain dengan cara bathil (karena tanpa pertukaran/uang/barang/jasa yang bermanfaat) pada lotere atau undian untuk kepentingan umum atau Negara kecuali untuk beberapa orang yang mendapat hadiah karena kecocokan nomornya.

Akan tetapi hal yang perlu dicermati di Indonesia adalah pernah beredar SDSB (sumbangan dana sosial berhadiah) yang dananya digunakan untuk meningkatkan prestasi olah raga di Indonesia. Menurut Ibrahim Husein, lotere semacam ini tidak termasuk judi, karena pelaksanaannya tidak dilakukan secara berhadap-hadapan. Ibrahim Husein hanya melihat dari satu sudut saja. Menurut Safiuddin Shidik, SDSB ketika itu sangat berdampak negatif terhadap moral, aqidah dan perekonomian orang lemah. Banyak pelaku lotere yang mendatangi dukun, menginap di kuburan, menanyakan kepada orang gila untuk menanyakan nomor lotere yang akan keluar. Dan menurut pengamatan beliau, SDSB banyak dibeli oleh orang yang berada dalam perekonomian lemah. Mereka dibayangi oleh keinginan mendapatkan hadiah yang menggiurkan sampai malas untuk bekerja. Melihat dampak tersebut, maka jumhur ulama di Indonesia mengharamkannya. Dan pemerintah pun membubarkannya.

Di Indonesia juga pernah dikenal beberapa jenis lotere diantaranya adalah:
1. Lotto dan Nalo, pada hakikatnya dan sifatnya sama dengan taruhan dan perjudian dengan unsur-unsur:
a. Pihak yang mendapat hadiah sebagai pemenang.
b. Pihak yang tidak mendapat hadiah sebagai yang kalah.
2. Oleh karena Lotto dan Nalo, adalah salah satu jenis dari taruhan dan perjudian, maka berlaku nash syarih dalam Q.S Al-Baqarah ayat 219 yaitu:
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah, pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduannya lebih besar dari manfaatnya”. (Q.S Al-Baqarah: 219)
3. Mukhtamar mengakui bahwa hasil Lotto dan Nalo yang diambil oleh pihak penyelenggara mengambil manfaat bagi masyarakat sepanjang bagian hasil itu benar-benar digunakan bagi pembangunan.
4. Bahwa mudharat dan akibat yang ditimbulkan oleh tersebar luasnya taruhan dan perjudian dalam masyarakat, jauh lebih besar dari pada manfaat yang diperoleh dari penggunaan hasilnya.
Hassan Bandung berpendapat bahwalotere dengan beberapa bentuknya adalah haram, karena termasuk judi, maka hukumnya haram. Tetapi jika terlanjur memasang lotere dan menang, maka bagiannya harus diambil, karena dikhawatirkan jika tidak diambil, hasil lotere itu akan jatuh ke pihak non muslim dan akan dipergunakan untuk menghancurkan umat islam sendiri.

Sedangkan majelis tarjih Muhamadiyyah berpendapat bahwa lotere mempunyai tiga unsur, yaitu membeli, meminta keuntungan, dan mengadakannya. Membeli lotere madharatnya lebih besar dari manfaatnya. Demikian unsur ini haram. Sedangkan unsur kedua dan ketiga, Muhamadiyyah menyerahkan hukumnya pada masing-masing cabang.

Menurut Safiuddin Siddiq, lotere yang mengakibatkan ada pihak yang dirugikan dan diuntungkan itu telah jelas keharamannya, tapi untuk model kedua, dimana lotere hanya dijadikan alat untuk mengumpulkan dana demi kepentingan social ini harus dipertimbangkan manfaat dan mudharatnya. Beliau menganggap lotere lebih banyak mengandung mudharat dari pada manfaat. Karena dengan kebiasaan bermain lotere akan mengakibatkan dan membentuk mental manusia yang lemah dan malas, serta memancing seseorang dalam mencari jalan kekayaan tanpa berusaha. Terlebih lotere banyak juga dilakukan oleh para pelajar, hal ini dapat berakibat fatal terhadap moral dan masa depan bangsa. Melihat pertimbangan sepanjang itu, beliau beranggapan bahwa segala hal yang mengandung unsur spekulatif, untung-untungan serta ada pihak yang merasa diuntungkan atau dirugikan, serta berdampak negatif bagi mental dan moral itu termasuk judi yang diharamkan, termasuk semua jenis lotere.

0 komentar:

alipoetry © 2008 Por *Templates para Você*