Sabtu, 28 Mei 2011

PERUSAHAAN PEMBIAYAAN SYARIAH


PERUSAHAAN PEMBIAYAAN SYARIAH

A.    Pengertian Perusahaan Pembiayaan
Perusahaan pembiayaan adalah badan usahadi luar bank dan lembaga keuangan bukan bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan. Kegiatan usaha lembaga pembiayaan adalah:[1]
1.      Sewa guna usaha (leasing)
2.      Anjak piutang (factoring)
3.      Usaha kartu kredit (credit card)
4.      Pembiayaan konsumen (consumer finance)
Perusahaan pembiayaan selain beroperasi menggunakan sistem konvensional juga dapat melakukan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.
B.     Pendirian Perusahaan Syariah
1.      Prosedur Tata Cara Pendirian
Untuk mendirikan perusahaan pembiayaan (PP) syariah ada beberapa tahapan yang dapat dilakukan, yaitu:
a.       Calon mengajukan permohonan izin usaha sebagai perusahaan pembiayaan kepada menteri keuangan c.q ketua Bapepam LK.
b.      Selajutnya dari ketua Bapepam – LK, permohonan diteruskan ke biro P3.
c.       Jika termasuk DKM (Daftar Kredit Macet) dan DPL (Daftar Tidak Lulus) maka biro P3 mengirimkan surat permintaan perlengkapan persyaratan bagi direksi, komisaris dan pemegang saham. Jika tidak maka biro P3 memproses permohonan izin usaha sebagai perusahaan pembiayaan (PP) sesuai ketentuan dalam PMK No.84/PMK.012/2006 termasuk melakukan fit and proper test direksi dan komisaris.
d.      Selanjutnya biro P3 memberi pertimbangan menerima atau menolak permohonan usaha PP.
e.       Jika pengajuan ditolak maka biro P3 mengeluarkan surat penolakan pemberian izin usaha sebaga PP.
f.       Jika pengajuan diterima maka dikeluarkan KMK izin usaha sebagai PP.
g.      Selanjutnya perusahaan yang telah memperoleh izin usaha sebagai perusahaan pembiayaan wajib melakukan usaha selambat-lambatnya 60 hari sejak tanggal izin usaha ditetapkan.
h.      Melaporkan kegiatan usaha kepada menteri keuangan c.q. Ketua Bapepam dan lembaga keuangan (Biro Perbankan, Pembiayaan dan Penjaminan) selambat-lambatnya 10 hari sejak tanggal dimulainya kegiatan usaha.


2.      Persyaratan Izin Usaha[2]
Untuk menempuh proses pendirian pembiayaan syariah diperlukan persyaratan-persyaratan sebagai berikut:
a.       Akta pendirian badan hukum termasuk andalan dasar yang telah disahkan oleh instansi berwenang.
b.      Data direksi dan dewan komisaris atau pengawas.
c.       Data pemegang saham atau anggota.
d.      Sistem dan prosedur kerja, struktur organisasi dan personalia.
e.       Fotocopi bukti pelunasan modal disetor dalam bentuk deposito berjangka pada salah satu bank umum di Indonesia dan dilegalisasi oleh bank penerima setoran yang masih berlaku selama dalam proses pengajuan izin usaha.
f.       Rencana kerja untuk 2 tahun pertama yang sekurang-kurangnya memuat:
1.      Rencana pembiayaan dan langkah-langkah yang dilakukan untuk mewujudkan rencana dimaksud.
2.      Proyeksi arus kas, neraca perhitungan laba/rugi bulanan dimulai sejak perusahaan pembiayaan melakukan kegiatan operasional.
g.      Bukti kesiapan operasional.
h.      Perjanjian usaha patungan antara pihak asing dan pihak indonesiabagi perusahaan patungan.
i.        Pedoman pelaksanaan penerapan prinsip mengenal nasabah (P4MN).

C.     Pembinaan dan Pengawas LPS
Pada perusahaan pembiayaan syariah pengawasan dan pembinaan yang dilakukan meliputi:
1.      Sumber Pendanaan
Sumber pendanaan perusahaan pembiayaan syariah wajib diperhitungkan sebagai komponen dalam menghitung gearing ratio perusahaan pembiayaan. Sumber pendanaan tersebut dapat diperoleh melalui bank atau badan usaha lainnya baik dari dalam maupun luar negeri dengan menggunakan akad yang sesuai dengan prinsip syariah.
Adapun akad yang diterapkan pada sumber pendanaan ini meliputi:[3]
a.       Pendanaan mudharabah mutlaqah (unrestricted investment) yaitu diperoleh perusahaan pembiayaan melalui akadkerja sama dengan pihak lain yang bertindak sebagai penyandang dana (shahibul mal), dimana shahibul mal tersebut membiayai 100% modal kegiatan pembiayaan untuk proyek yang tidak ditentukan oleh perusahaan pembiayaan, dan keuntungan usaha dibagi sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam akad.
b.      Pendanaan mudharabah muqayyadah (restricted investment) yaitu diperoleh perusahaan pembiayaan melalui akad kerjasama dengan pihak lain yang bertindak sebagai penyandang dana (shahibul mal), dimana shahibul mal tersebut membiayai 100% modal kegiatan pembiayaan untuk proyek yang tidak ditentukan oleh perusahaan pembiayaan, dan keuntungan usaha dibagi sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam akad.
c.       Pendanaan mudharabah musytarakah yaitu diperoleh perusahaan pembiayaan melalui akad kerjasama dengan pihak lain yang bertindak sebagai penyandang dana (shahibul mal), dimana shahibul mal dan perusahaan pembiayaan selaku pengelola (mudharib) turut menyertakan modalnya dalam kerjasama investasi dan keuntungan usaha dibagi sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam akad.
d.      Pendanaan musyarakah (equity participation) yaitu diperoleh perusahaan pembiayaan melalui akad kerjasama dengan pihak lain yang bertindak sebagai penyandang dana (shahibul mal), dimana shahibul mal dan perusahaan pembiayaan selaku pengelola (mudharib) turut menyertakan modalnya dalam kerjasama investasi dan keuntungan usaha dibagi sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam akad.
e.       Pendanaan lainnya yang sesuai dengan prinsip syari’ah.

2.      Kegiatan Pendanaan
Kegiatan usaha perusahaan pembiayaan syariah terdiri dari:
a.       Sewa guna usaha (leasing) syariah adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh penyewa guna usaha (lessee) selang jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran sesuai dengan prinsip syariah. Usaha leasing dilakukan berdasarkan akad ijarah dan ijarah muntahiyah bittamlik.[4]
b.      Anjak piutang adalah pengalihan hutang dari pihak yang berhutang kepada pihak lain yang wajib menanggung (membayarnya).[5] Anjak piutang (factoring) dilakukan berdasarkan akad wakalah bil ujrah.[6]
c.       Pembiayaan konsumen adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran sesuai dengan prinsip syariah. Pembiayaan konsumen dilakukan berdasarkan akad murabahah, salam, dan istisna.
d.      Usaha kartu kredit yang dilakukan sesuai dengan prinsip syariah adalah fasilitas jaminan pembayaran untuk pembelian barang dan jasa dengan menggunakan kartu kredit sesuai dengan prinsip syariah.[7]      
3.      Dewan Pengawas Syariah
Perusahaan pembiayaan yang melakukan kegiatan berdasarkan prinsip syariah wajib memiliki dewan pengawas syariah yang terdiri dari paling kurang 2 orang anggota dan satu orang ketua. Anggota dewan syariah diangkat dalam rapat umum pemegang saham rekomendasi Majelis Ulama Indonesia.
Dewan ini bertugas memberikan nasihat dan saran kepada direksi, mengenai aspek syariah kegiatan operasional perusahaan pembiayaan dan sebagai mediator antara perusahaan pembiayaan dengan DSN-MUI.

4.      Pelaporan
Perusahaan pembiayaan syariah wajib menyampaikan laporan kegiatan setiap tanggal 10 setiap bulan dan mendapatkan pernyataan kesesuaian syariah oleh dewan pengawas syariah yang dengan tembusan kepada DSN-MUI. Pelaporan perusahaan pembiayaan umumnya meliputi laporan keuangan bulanan, laporan kegiatan semesteran, dan laporan keuangan tahunan yang telah di audit oleh akuntan publik.

5.      Prinsip Transaksi Perusahaan Pembiayaan Syariah
Setiap transaksi kegiatan operasional perusahaan pembiayaan syariah harus memenuhi prinsip syariah. Aturan mengenai transaksi perusahaan pembiayaan syariah antara lain:
a.       Untuk setiap jenis transaksi pembiayaan syariah wajib tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
b.      Akad-akad syariah yang telah ditandatangani oleh keduabelah pihak tidak dapat dibatalkan secara sepihak, kecuali memenuhi kondisi:
1.      Keduabelah pihak setuju untuk menghentikannya;
2.      Akad bertentangan dengan prinsip syariah, atau
3.      Akad batal demi hukum, karena timbul kondisi hukum yang dapat menghalangi pelaksanaan atau penyelesaian akad.
c.       Untuk setiap jenis transaksi pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, setiap pihak yang bertransaksi wajib memiliki kecakapan dan kewenangan untuk melaksanakan perbuatan hukum menurut syariah maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku.
d.      Untuk setiap jenis transaksi pembiayaan berdasarkan prinsip syariah sebagaimana diatur dalma peraturan ini, wajib dilaksanakan tanpa unsur paksaan diantara para pihak yang berakad atau bertransaksi.
e.       Untuk setiap jenis transaksi pembiayaan berdasarkan prinsip syariah sebagaimana diatur dalam peraturan ini, yang diikuti dengan kewajiban melaksanakan asuransi atas objek pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, maka objek yang diasuransikan wajib diasuransikan pada perusahaan asuransi dengan prinsip syariah juga.
f.       Pencatatan akuntansi untuk setiap jenis transaksi pembiayaan berdasarkan prinsip syariah sebagaimana diatur dalam peraturan ini wajib disusun berdasarkan pernyataan standar akuntansi keuangan yang berlaku.

6.      Pembatasan Perusahaan Pembiayaan
Agar lembaga pembiayaan tidak menyerupai perbankan dalam melakukan aktivitas disisi pasivanya, maka lembaga pembiayaan menurut ketentuan dilarang:
a.       Menghimpun dana dari masyarakat secara langsung dalam bentuk giro, deposito dan tabungan.
b.      Menerbitkan surat sanggup bayar (promissory notes) kecuali sebagai jaminan atas utang kepada bank yang menjadi pemberi dananya. Surat sanggup tersebut tidak dapat dialihkan dan dikuasakan pada pihak manapun.
c.       Memberikan jaminan dalam segala bentuknya kepada pihak lain.

7.      Kualitas Aktiva Produktif
Adanya penilaian  mengenai kolektibilitas aktiva produktif, mengharuskan perusahaan pembiayaan harus benar-benar melakukan analisis yang baik dan hati-hati atas setiap jenis kegiatan pembiayaan yang dilakukannya, termasuk aktiva produktif lainnya yang dimiliki misalnya surat berharga dan penyertaan. Hasil penilaian aktiva produktif akan mempengaruhi kinerja perusahaan pembiayaan. Metode penilaian aktiva produktif perusahaan pembiayaan dinilai berdasarkan kolektibilitas aktiva produktif sesuai jenis usaha pembiayaan. Kemudian berdasarkan penilaian yang dilakukan tersebut, maka kolektibilitas aktiva produktif digolongkan sebagai lancar, diragukan dan macet.

D.    Strategi Pengelolaan dan Pembangunan Perusahaan Pembiayaan Syariah di Indonesia
Pengelolaan dan pengembangan perusahaan pembiayaan dapat dilakukan melalui beberapa bidang, yaitu:[8]
1.      Pemasaran antara lain dengan membangun kerjasama dengan dealer, sinergi bisnis dengan group/induk perusahaan, untuk membangun captive market pemilihan konsumen sangat menentukan terhadap keberhasilan pembayaran kembali produk yang dijual.
2.      Produk antara lain menciptakan yang sederhana di mata konsumen, dan dari sisi mitigrasi risiko masih tetap aman, produk yang dijual adalah produk yang kualitasnya bagus, serta mudah dijual bila terjadi penarikan kembali dari konsumen.
3.      Keuangan antara lainbila tak memungkinkan funding mayoritas dari bank, ada keterbatasan untuk menambah jumlah funding yang diperoleh.
4.      Permodalan antara lain secara bertahap perusahaan perlu melakukan pemupukan modal, atau berusaha mendapatkan penambahan modal disetor para pemegang saham.
5.      Sumber daya insani antara lian diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas agar dapat melakukan marketing, menganalisis risiko, dan melakukan perbaikan jika terjadi risiko gagal bayar dari konsumen.

Perusahaan Pembiayaan Syariah di Indonesia
Harus diakui struktur sistem keuangan di Indonesia hingga saat ini masih didominasi oleh perbankan, perlahan pasar keuangan dibidang pasar modal secara perlahan juga ikut meningkat. Belakangan perusahaan pembiayaan juga ikut meningkat seiring dengan meningkatnya pasar keuangan.[9]

E.     Kegiatan Usaha Perusahaan Pembiayaan Syariah
1.      Kegiatan Guna Usaha (Leasing) Syariah
Istilah leasing berdasarkan dari bahas inggris to lease yang berarti menyewakan. Perusahaan leasing di Indonesia disebut perusahaan sewa guna usaha. Kegiatan usahanya bergerak dibidang pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh penyewa guna usaha (lesse) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran sesuai dengan prinsip syariah.
Hingga kini telah diberikan berbagai definisi mengenai leasing yang tercantum dalam keputusan menteri yang pada prinsipnya meliputi elemen-elemen berikut ini:[10]
a.       Suatu pembiayaan perusahaan, yang kemudian berkembang tidak hanya untuk kegiatan usaha.
b.      Penyediaan barang modal yang dipergunakan oleh lessee untuk kepentingan bisnisnya.
c.       Keterbatasan jangka waktu, yang merupakan unsur penting karena apabila tidak ada batas waktu, maka hanya merupakan sewa-menyewa biasa.
Usaha leasing syariah dilakukan berdasarkan akad ijarah dan akad al-ijarah al-muntahiyah bi al-tamlik.[11]
1.      Ijarah.
Akad ijarah adalah akad penyaluran dana untuk pemindahan hak guna (manfaat)atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah), antara perusahaan pembiayaan sebagai pemberi sewa (mu’ajjir) dengan penyewa (musta’jir) tanpa diikuti pengalihan kepemilikan barang itu sendiri.
2.      Ijarah al-muntahiyah bi al-tamlik
Ijarah al-muntahiyah bi al-tamlik adalah akad penyaluran dana untuk pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah), antara perusahaan pembiayaan sebagai pemberi sewa (mu’ajjir) dengan penyewa (musta’jir) disertai opsi pemindahan hak milik atas barang tersebut kepada penyewa setelah selesai masa sewa.
2. Anjak Piutang Syariah
Anjak piutang (factoring) dapat didefinisikan sebagai transaksi pembelian dan atau penagihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek klien (penjual) kepada perusahaan anjak piutang, kemudian akan ditagih oleh perusahaan anjak piutang kepada pembeli karena adanya pembayaran kepada klien oleh perusahaan anjak piutang.
Anjak piutang dilakukan berdasarkan akad wakalah bil ujrah. Wakalah bil ujrah adalah pelimpahan kuasa oleh suatu pihak (al muwakil) kepada pihak lain (al wakil) dalam hal-hal yang boleh diwakilkan dengan pemberian keuntungan (ujrah). Landasan hukum akad ini adalah fatwa DSN-MUI No:10/DSM-MUI/IV/2000 tentang wakalah.[12]
            3. Pembiayaan  Konsumen Syariah
            Pembiayaan konsumen (consumer finance) adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran.
            Pada prinsipnya pembiayaan konsumen dilakukan berdasarkan akad murabahah, salam, dan istisna’.[13] 
4.  Usaha Kartu Plastik Syariah
Salah satu kegiatan sistem  pembayaran yang saat ini telah berkembang pesat adalah alat pembayaran dengan  menggunakan kartu (APMK) atau disebut pula dengan kartu plastic. Kebutuhan masyarakat terhadap penggunaan APMK dalam memenuhi kegiatan ekonomi menunjukan perkembangan yang sangat pesat dari tahun ke tahun.
Kartu plasyik dalam perkembanganya juga telah diakomodasi oleh keuangan syariah khususnya dalam  fatwa DSN-MUI No: 42/DSN-MUI/V/2004 tentang syariah charge card dan No. 54/DSN-MUI/X/2006 tentang syariah card.[14]
Adapun akad yang digunakan dalam penggunaan kartu tersebut adalah akad kafalah, qaradh, dan ijarah.

sumber

Soemitra, Andi. 2010. Bank & Keuangan Syariah, Jakarta : Kencana
K. Harjono, Dhaniswara. 2006. Pemahaman Hukum Bisnis Bagi Pengusaha, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada


           




           




0 komentar:

alipoetry © 2008 Por *Templates para Você*