Rabu, 25 November 2009

Perbandingan madzhab



PERBANDINGAN MAZHAB


A.Pengertian Perbandingan Mazhab Dan Ruang Lingkup Pembahasannya

Hukum islam yang prinsip dasarnya tercantum dalam al-Quran dam Hadist telah berkembang sedemikian luas melalui ijtihad para Mujtahidin dalam upaya menyelaraskan hukum islam agar tetap relevan dengan kebutuhan zaman. Hasil pemikiran para Mujtahid itu melahirkan beragam pemikiran yang berkembang menjadi mazhab/aliran yang memperkaya khazanah pemikiran hukum islam.

Perbandingan mazhab dalam bahasa arab disebut muqaranah al-mazahib. Kata muqaranah menurut bahasa, berasal dari kata kerja qarana-yukarinu –muqaranatun yang mempunyai arti mengumpulkan, membandingkan, dan menghimpun.

Berdasarkan makna lughawi di atas, maka perbandingan mazhab menurut ulama fiqih islam adalah sebagai berikut:

“perbandingan mazhab adalah mengumpulkan pendapat para imam mujtahid dengan dalil-dalilnya tentang suatu masalah yang diperselisihkan padanya, kemudian membandingkan dalil-dalil itu satu sama lainnya, agar nampak setelah dimunaqasyahkan pendapt mana yangterkuat dalilnya.”

Jadi perbandingan mazhab adalah ilmu pengetahuan yang membahas pendapat-pendapat fuqaha’ (mujtahidin) beserta dalil-dalilnya mengenai berbagai masalah, baik yang disepakati, maupun yang diperselisihkan dengan membandingkan dalil masing-masing yaitu dengan cara mendiskusikan dalil-dalil yang dikemukakan oleh Mujtahidin untuk menemukan pendapat yang paling kuat dalilnya.

Adapun bahasan objek ilmu perbandingan mazhab adalah membandingkan, baik permasalahannya, maupun dalil-dalilnya. Sedangkan yang menjadi sasaran permasalahannya atau ruang lingkup bahasannya adalah sebagi berikut:

1. Hukum-hukum amaliyah, baik yang disepakati, maupun yang masih diperselisihkan antara para mujtahid, dengan membahas cara berijtihad mereka dan sumber-sumber hukum yang dijadikan dasar oleh mereka dalam menetapkan hukum.

2. Dalil-dalil yang dijadikan dasar oleh para mujtahid, baik dari al-Quran maupun as-Sunnah, atau dalil-dalil lain yang diakui oleh syara’.

3. Hukum-hukum yang berlaku di Negara tempat Muqarin hidup, baik hukum nasional maupun hukum positif, maupun hukum internasional.

Dari sedikit pembahasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa masalah muqaranah mazahib (perbandingan mazhab) bukanlah masalah yang mudah, karena disamping harus mengetahui dalil-dalil yang dipedomani mujtahidin juga harus mengetahui cara mereka mengistinbath hukum.


B. Tujuan Dan Manfaat Mempelajari Perebandingan Mazhab (muqaranah mazahib)

Beberapa tujuan dan manfaat mempelajari perbandingan mazhab antara lain adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pendapat-pendapat para imam mazhab (para imam mujtahid) dalam berbagai masalah yang diperselisihkan hukumnya disertai dalil-dalil atau alasan-alasan yang dijadikan dasar bagi setiap pendapat dan cara-cara istinbath hukum dari dalilnya oleh mereka. Dengan mempelajari dalil-dalil yang digunakan oleh para imam mazhab tersebut dalam menetapkan hukum, orang yang melakukan studi perbandingan mazhab akan mendapatkan keuntungan ilmu pengetahuan secara sadar dan meyakinkan akan ajaran agamanya, dan akan memperoleh hujjah yang jelas dalam melaksanakan ajaran agamanya, sehingga ia tergolong kedalam kelompok orang yang disebut dalam al-Quran surat yusuf ayat108 sebagai berikut:

artinya “inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata. Maha suci Allah dan aku tidak termasuk orang-orang yang musyrik.” (Q.S Yusuf: 108).

2. Untuk mengetahui dasar-dasar dan qaidah-qaidah yang digunakan setiap imam mazhab (imam mujtahid) dalam mengistinbath hukum dari dalil-dalilnya, dimana setiap imam mujtahid tersebut tidak menyimpang dan tidak keluar dari dalil-dalil al-Quran atau as-Sunnah. Sebagai hasil dari cara ini, orang yang melakukan studi tersebut, akan menjadi orang yang benar-benar menghormati semua imam mazhab tanpa membedakan satu dengan lainnya, karena pandangan dan dalil yang dikemukakan masing-masing pada hakikatnya tidak terlepas dari aturan-aturan ijtihad. Maka sepantasnyalah orang yang mengikuti (bertaklid) kepada salah satu imam mazhab itu mengikuti pula jejak dan petunjuk imamnya dalam menghormati imam lain.

3. dengan memperhatikan landasan berpikir para imam mazhab, orang yang melakukan studi perbandingan mazhab dapat mengetahui, bahwa dasar-dasar mereka pada hakikatnya tidak keluar dari nushush al-Quran dan sunnah dengan perbedaan interpretasi, atau mereka mengambil qiyas, maslahah mursalah, istishab, atau prinsip-prinsip umum dalam nash-nash syari’at islam dalam menyelesaikan persoalan yang ada dalam masyarakat, baik ibadah maupun mu’amalah, yang dalil-dalil ijtihad itupun digali dari nash-nash al-Quran dan sunnah rasul.dengan demikian orang yang melakukan studi perbandingan mazhab tersebut akan memahami, bahwa perbuatan dan amalan sehari-hari dari pengikut mazhab lain itu, bukan diatur oleh hukum di luar islam, karena itu mereka tidak mengkafirkannya. Disamping itu, mereka akan mengetahui bahwa tidak benar-benar bahwa anggapan sebagian orang yang mengatakan, bahwa apa yang terdapat dalam kitab-kitab fiqih itu, seluruhnya hanya berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah. Timbulnya anggapan semacam ini adalah akibat kurangnya pengetahuan dan penghayatan terhadap prinsip-prinsip syariat islam.padahal, sebenarnya diantara isi kitab-kitab fiqih itu ada yang sudah tidak relevan dengan kondisi dimana kita hidup dewasa ini. Selain itu, jika diperhatikan dan dipelajari secara teliti dan mendalam, akan didapatkan suatu pengertian dan pengetahuan, bahwa kebanyakan isi kitab fiqih itu adalah masalah ijtihadyah sebagai hasil pemahaman ulama terhadap nash-nash al-Quran dan sunnah.


C. Hukum Mengamalkan Hasil Perbandingan Mazhab (Muqaranah Mazahib)

Hukum melakukan studi perbandingan mazhab untuk mendapatkan dalil yang terkuat dan mengamalkan hasilnya adalah wajib. Meskipun sebagian ulama muta’akhirin berpendapat, bahwa mengamalkan hasil muqaranah akan mengakibatkan perpindahan mazhab atau talfiq dan tidak dibenarkan. Pendapat itu dianggap lemah, karena tidak berdasarkan dalil yang kuat. al-Quran dan as-Sunnah tidak melarang untuk pindah mazhab atau talfiq.

Hasil studi perbandingan yang baik adalah mengamalkan apa yang menurut muqarin paling kuat dalilnya, baik bagi sisi muqarin sendiri, maupun bagi orang yang melakukan studi perbandingan, atau yang sedang meneliti dalil-dalil yang terkuat untuk masalah tertentu.

Hukum yang didapat dari hasil perbandingan itu adalah merupakan hasil penelitian obyektif dan terkuat dalilnya, oleh sebab itu wajib mengamalkannya. Akan tetapi islam tidak mewajibkan umatnya untuk bertaklid dan mengikat diri pada pendapat suatu mazhab, melainkan memerintahkan untuk mengikuti hukum-hukum yang diambil dari sumbernya yang kuat.


D. Kewajiban Muqarin (Pelaku Muqaranah Mazahib)

Melakukan muqaranah terhadap ijtihad atau pendapat para imam mazhab adalah suatu pekerjaan yang tidak mudah oleh sebab itu tidak semua orang dapat melakukannya, karena studi perbandingan ini akan menentukan sikap setelah menilai pendapat setiap mazhabnya, untuk mengambil pandapat mana yang lebih relavan dan lebih kuat argumentasinya. Tugas ini menghendaki agar si muqarin itu hendaklah memiliki ilmu pengetahuan yang luas dan pandangan yang obyektif disertai pengambilan pendapat mazhab yang benar-benar dapat dipertanggungjawabkan atas kebenaran pendapat itu kepada mazhab yang diperbandingkan. Disamping itu juga perlu didasari oleh sikap toleransi dan obyektivitas serta kesadaran akan tanggung jawabnya. Karena itu, seorang muqarin harus memenuhi syarat sebagai berikut:

1. Memiliki sifat teliti dalam mengambil mazhab dari kitab-kitab fiqih mu’tabar dan benar-benar dikenal, bahwa pendapat itu memang benar pendapat ashhab al-mazahib. Kemudian hendaknya mengambil dari pendapat mazhab tersebut yang terkuat dalilnya dan tidak mengambil yang lemah dalilnya supaya mudah menolaknya.

2. Mengambil dan memililh dalil-dalil yang terkuat dari setiap mazhab serta tidak membatasi diri pada dalil yang lemah dalam menyelesaikan suatu masalah.

3. Memiliki pengetahuan tentang ushul dan qaidah yang dijadikan dasar oleh setiap mazhab dalam mengambil dan menentukan hukum (thuruq al-istinbath). Hal ini perlu, agar ia mengetahui betul latar belakang pandangan mereka dalam menentukan hukum dari dalil-dalil yang dijadikan dasar oleh mazhab yang akan dibandingkan itu.

4. Mengetahui pendapat-pendapat ulama yang banyak terdapat dalam kitab-kitab fiqih disertai dalil-dalilnya dan harus pula mengetahui cara-cara mereka beristidlal dan dalil-dalil yang mereka jadikan pegangan.

5. Hendaklah muqarin setelah mendiskusikan pendapat mazhab-mazhab tersebut dengan dalil-dalilnya yang terkuat, mentarjih salah satunya secara obyektif, tanpa dipengaruhi oleh pendapat mazhabnya yang sudah terbiasa dia pegang (anut). Ini dimaksudkan, agar kesimpulan yang diambilnya itu benar-benar adil, tanpa dipengaruhi apapun, selain demi kebenaran dan keadilan semata.

Norma Syaariat Tentang Kebaikan Menyangkut Sosial dan Budaya



NORMA SYARIAT TENTANG KEBAIKAN MENYANGKUT SOSIAL DAN BUDAYA



A. Norma

Norma adalah patokan perilaku dalam suatu kelompok masyarkat tertentu. Norma sering juga disebut dengan peraturan social. Norma menyangkut perilaku-perilaku yang pantas dilakukan dalam menjalani interaksi sosialnya. Keberadaan norma dalam masyarakat bersifat memaksa individu atau kelompok untuk bertindak sesuai dengan aturan sosiala yang telah terbentuk. Pada dasarnya norma disusun agar hubungan diantara manuisia dalam masyarakat dapat berlangsung tertib sebagaimana yang diharapkan.

Norma tidak boleh dilanggar, siapapun yang melanggar norma atau bertingkah laku tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam norma itu, akan memperoleh hukuman. Misalnya bagi siswa yang terlambat dihukum tgidak boleh masuk kelas, bagi siswa yang mencontek pada saat ulangan tidak boleh meneruskan ulangan.

Norma adalah hasil buatan manusia sebagai makhluk social. Pada awalnya aturan ini dibentuk secara tidak sengaja. Lama-kelamaan norma itu disusun atau dibentuk secara sadar.morma dalam masyarakat berisi tata tertib, aturan dan petunjuk standar perilaku yang pantas atau wajar.

Norma-norma agama (syariat) menurut Ibnu Arabi merupakan jalan kebahagiaan. Orang yang menempuhnya akan selamat dan orang yang enggan menempuhnya akan menemui kebinasaan. Dalam hal ini Ibnu Arabi mengemukkakan hadis Nabi saw:

Rasulullah saw bersabda tatkala turun firman Allah “ dan sesungguhnya ini adalah jalan-Ku yang lurus.” Beliau membawa suatu garis di tanah dan beberapa garis lain disebelah kanan dan kiri garis pertama. Kemudian ia meletakkan tangannya di atas (pada) garis itu dan berkata:” ini adalah jalanku yang lurus, maka ikutilah olehmu, dan jangan kamu mengukuti jalan-jalan itu(sembari beliau menunjuk pada garis-garisyang terdapat di sebelah kanan dan kiri dari satu garis tadi), karena hal itu menyebabkan kamu beercerai-berai dari jalan-Nya


B. Sosial

Tampaknya tasawuf saat ini, seperti halnya syariat, baru menunjukkan kesalehan yang bersifat individual. Banyak orang yang mengerjakan salat, puasa, zakat, haji tetapi baru sebatas menjalankan hubungan vertical dengan Tuhan. Padahal ibdah ini juga mengandung dimensi horizontal, yaitu hikmahnya yang bisa menimbulkan implikasi social yang positif, sepertti terbentuknya sikap istikomah, disiplin, jujur, dsb.

Begitu pula tasawuf, manfaatnya baru bersifat individual, yang hanya mengisi dimensi esoterik kehidupan agama sehingga orang merasa hidipnya kebih lengkap. Kemudian praktek tasawuf dapat menghilangkan stress, frustasi, dan karena itu orang merasa hidup sehat dan bahagia. Manfaat seperti itu tentu saja tidak salah, tetapi jelas tidak cukup. Karena ajaran-ajran tasawuf mengandung nilai-nilai etika sosal yang amat dipeerlukan dalam membangun masyarakat yang maju dan sehat, sekaligus untuk membawa keluar bangsa ini dari krisis yang berkepanjangan . misalnya tasawuf mengajarkan terntang taubat yang berarti meminta ampun kepada Allah dari dosa yang pernah dilakukan. Perbuatan dosa itu bukan hanya zina, mabuk, dan berjudi tetapi juga perbuatan-perbuatan yang merugikan orang lain seperti mencuri, merampok, KKN.

Kemudian ada zuhud yang berarti hidup sederhana dengan menjauhi kesenangan duniawi yang dapat menjerumuskan kepada perbuatan dosa. Juga ada itsar yang berarti mendahulukan kepentingan orang lain. 

Nilai-nilai social itu tampaknya belum berkembang yang ditandai dengan makin maraknya praktek KKN, sebagimana yang diakui sendiri oleh pemerintah dan masyarakat. Itu berarti perkembangan tasawuf saat ini belum mencapai tahap ideal. Inilah tugas kita untuk mendorong minat yang besar pada tasawuf saat ini dari praktek tasawuf pribadi muslim kepada praktek tasawuf yang menekankan etika social sehingga masyarakat dan pemerintah secara perlahan dapat meninggalkan perbuatan tercela lalu menggantinya dengan perbuatan terpuji yang bermanfaat bagi kepentingan bersama.

• Tingkatan Norma Sosial

Berdasarkan tingkatannya, norma di dalam masyarakat dibedakan menjadi empat, yaitu:

1) Cara (usage)
Cara adalah suatu bentuk perbuatan tertentu yang dilakukan individu dalam masyarakat tetapi tidak secara terus-menerus.
Contoh: cara makan yang wajar dan baik apabila tidak mengeluarkan suara seperti hewan.

2) Kebiasaan (Folkways)
Kebiasaan merupakan suatu bentuk perbuatan berulang-ulang dengan bentuk yang sama yang dilakukan secara sadar dan mempunyai tujuan-tujuan yang jelas dan dianggap baik dan benar.
Contoh: memberi hadiah kepada orang yang berprestasi dalam suatu kedudukan atau kegiatan , memakai baju yang agus pada waktu pesta.

3) Tata Kelakuan (Mores)
Tata kelakuan adalah sekumpulan perbuatan yang menceminkan sifat-sifat hidup dari sekelompok manusia yang dilakukan secara sadar guna melakukajn pengawasan oleh sekelompok masyarakat terhadap angota-angotanya. Dalam tata kelakuan terdapat unsure memaksa atau melarang suatu perbuatan. Fungus mores adalah sebagai alat agar para anggota masyarakat menyesuaikan perbuatan-perbuatannya dengan tata kelakuakan tersebut.
Contoh:melarang pembunuhan, peerkosaan, atau menikahi sauara kandung.

4) Adat Istiadat(Costum)
Adat istiadat adalah sekumpulan tata kelakuan yang paling tinggi kedudukannya karena bersifat kekal dan terintegrasi sangat kuat terhadap masyarakat yang memilikinya. Koentjoroningrat menyebut adat istiadat sebagai kebudayaan abstrak atau system nilai. Pelanggran terhadap adat istiadat akan menerima sanksi yang keras baik langsung maupun tidak langsung. Misalnya orang yang melanggar hukum adat akan dibuang dan diasingkan ke daerah lain.

• Macam Norma Sosial
Norma social di masyarakat dibedakan menurut aspek-aspek tertentu tetapi saling berhubungan antara satu aspek dengan aspek yang lainnya. Pembagian itu adlah sebagai berikut:

a. Norma agama
Norma agama berasal dari Tuhan, pelanggarnya akan disebut dosa. Norma agama adalah peraturan social yang sifatnya mutlak dan tidak dapat ditawar-tawar atau diubah ukurannya karena berasal dari Tuhan. Biasanya norma agama itu berasal dari ajaran agama dan kepercayaan-kepercayaan lainnya. Pelanggaran terhadap norma ini disebut dosa. Contoh: melakukan sembahyang kepada Tuhan, tidak sombong, tidak boleh mencuri, dan sebagainya.

b. Norma kesusilaan
Norma kesusilaan adalah peraturan yang berasal dari hati nurani yang berasal dari akhlak, sehingga seseorang dapat membedakan apa yang dianggap baik dan apa pula yang dianggap buruk. Pelanggaran terhadap norma ini berakibat sanksi pengucilan secara fisik(dipenjara, diusir) ataupun batin (dijauhi). Contoh: orang yang berhubungan intim di depan umum akan dicap tidak susila, melecehkan lelaki atau wanita di depan orang.

c. Norma Kesopanan
Norma kesopanan adalah peraturan social yang mengarah kepada hal-hal yang berkenaan dengan bagaimana seseorang harus bertingkah laku yang awajar di dalam kehidupan masyarakat. Pelanggaran terhadap norma ini akan mendapat celaan, kritik, dan lain-lain tergantung pada tingkat pelanggaran. Contoh: tidak meludah di sembarang tempat, member atau menerima sesuatu dengan tangan kanan, kencing di sembarang tempat.

d. Norma Kebiasaan
Norma sosiala adalah sekumpulan peraturan yang berisi pertunjuk atau peraturan yang dibuat secara sadar atau tidak tentang perilaku yang diulang-ulang sehinga perilaku tersebut menjadi kebiasaan individu. Pelanggaran terhadap norma ini berakibat pada celaan, kritik, sampai pengucilan secara batin. Contoh: membawa oleh-oleh apabila pulang dari suatu tempat, bersalaman katika bertemu.

e. Kode Etik
Kode etik adalah tatanan nilai yang disepakati oleh suatu kelompok masyarakat BERtertentu. Contoh: kode etik jurnalistik, kode etik perwira, kode etik kedokteran. Kode etik biasanya termasuk dalam norma social, namun bila ada kode etik yang memiliki sanksi yang agak berat, maka masuk ke dalam kategori norma hukum.

Norma agama dan norma kesusilaan berlaku secara luas di setiap kelompok masyarakat bagaimanapun tingkat peradabannya. Sedangkan norma kesopanan dan norma kebiasaan biasanya hanya dipelihara atau dijaga oleh sekelomok kecil Individu saja, sedangkan kelompok masyarakat lainnya akan mempunyai norma kebiasaan dan norma kebiasaan yang tersendiri pula.


C. Budaya
Pengertian Kebudayaan

Kata kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta, budhayah ialah bentuk jamak dari budhi yang berarti akal atau budi. Demikianlah kebudayaan itu dapat diartikan “hal-hal yang bersangkutsn dengan akal”. Ada sarjana lain yang mengupas kata budaya itu sebagai perkembangan dari kata majemuk budi daya yang berarti daya dari budi. Karena itu mereka membedakan budaya dari kebudayaan. Budaya itu daya dari budi, yang berupa cipta, karsa, dan rasa. Dan kebudayaan tiu segala hasil dari cita, karsa, dan rasa itu.

Adapun kata culture yang artinya sama dengan kebudayaan, yang berasal dari kata colere yang berarti mengolah, menggerakkan, terutama mengolah tanah atau bertani. Dari arti ini berkembang arti culture, sebagai segala daya dan aktifitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam.

Adapun ahli Antropologi, yang memberikan definisi tentang kebudayaan antara lain:

a. E.B. Taylor
Dalam buku yang berjudul primitive cuklture, mendefinisikan bahwa: kebudayaan adalah keseluruhan kompleks yang di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan yang lain, serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.

b. Prof. D.R. Koentjoroningrat
Kebudayaan adalah keseluruha manusia dari kelakuan dan hasil kelakuan yang Kebudayaan adalah keseluruhan manusia dari kelakuan dan hasil kelakuan yang teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatnya dengan belajar dan semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat.

c. DR. M. Hatta
Kebudayaan adalah ciptaan hidup dari suatu bangsa.


Hubungan Antara Manusia dan Kebudayaan
Berbicara tentang kebudayaan tidak bisa lepas dari manusia sebagai penciptanya. Dengan kehendak Allah, manusia diciptakan sebagai khalifah-Nya di muka bumi ini. Allah maha kuasa dan maha pencipta yang telah menciptakan alam semesta beserta isinya termasuk manusia. Manusia sebagai khalifah Alah di bumi ini merupakan pencipta kedua setelah Allah. Dengan akal budi manusia mampu memikirkan konsep-konsep maupun prinsip-prinsip umum yang diikhtiarkan dari berbagai pengamatan dan percobaan. Dengan akal budinya manusia mampu menjadikan keindahan penciptaan alam semesta seliuruhnyadan ciptaan kekuasaan-Nya.

Dia yang telah menciptakan bagi kamu sekalian pendengaran, penglihatan dan hati. Tetapi sangat sedikit kamu yang bersyukur.(Q.S al-Mukminun :78.).

Allah SWT sendiri telah memberikan dorongan kepada manusia untuk meikirkan alam semesta, mengadakan pengamatan terhadap berbagai gejala alam, merenungkan keindahan ciptaan-Nya dan mengungkap hkum-hukum-Nya di alam semesta ini.

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)



LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT (LSM)
Oleh: IIN SOLIHIN
HAMBALI



Lemaga Swadaya Masyarakat (selanjutnya disebut LSM) ini merupakan salah satu pilar penegak Civil Society, sebuah istilah yang mendadak populere pada era 1990-an. Pada pokoknya Civil Society menampilkan aktor-aktor otonom diluar negara (state) yang resisten terhadap intervensi negara. Jeff Haynes (1997) yang menyebut LSM “kelompok aksi”, mencatat bahwa salah satu fenomena yang patut dicatat sebagai sebuah gejala Pasca Perang Dingin tahun 1990-an, adalah timbulnya gerakan-gerakan (kebanyakan di negeri dunia ketiga) yang kebanyakan antisistem, dari golongan terbawah, dengan berbagai tujuan politik, sosial, dan ekonomi. lebih khusus konsep Civil Society lantas dikaitkan dengan fenomena pertumbuhan yang luar biasa atas LSM. Atau non-goverment organization (NGO). Maka, seolah tak lengkap bila bicara tentang dunia LSM tak dikaitkan dengan Civil Society. Yang dimaksud LSM di sini adalah mereka yang melakukan proses penguatan dan pemberdayaan masyarakat, sehingga posisinya tak sepenuhnya bergantung pada “negara”. Bahkan sebaliknya, bisa melancarkan politik dan masukan pada negara secara leluasa, tanpa takut akan tekanan-tekanan yang dilancarkan (negara). Kemandirian masyarakat (elemen-elemen masyarakat, antara lain disimbolisasikan lewat eksistensi LSM), merupakan salah satu persyaratan terwujudnya Civil Society. Sebab itulah independensi demikian penting, terutama tetkala berahadapan dengan negara (state).

Salmon (1999), sebagaimana Jeff Haynes (1997) menyebut gejala “revolusi asosiasional” telah menjadi fenomena global, yang bergerak dari negara-negara maju, seperti Amerika, Eropa, dan (beberapa negara) Asia menyebar ke negara-negara berkembang di Afrika, Amerika Latin dan negara-negara bekas Uni Sovyet. Sesungguhnya, gejala itu bisa ditelusuri sejak awal Abad ke-20, di mana terjadi “the rise of nation stste”. Bagi Salmon kelompok-kelompok asosional itu tidak hanya mendedikasikan upaya-upayanya untuk anggota da pengurusnya, tetapi lebih ketujuan-tujuan publik di luar kemampuan dan peran aparat negara. Ia adalah semacam jembatan yang menghubungkan “state” dan “citizen”. Bagaimanapun Civil Society diakui sebagai kekuatan penting bagi reformasi (Force for refrom). Dan bahakan sistem dan kebijakan sebuah pemerintahan bisa amat ditemukan oleh bagaimana pengaruh Civil Society. Lembaga Swadaya Masyarakat adalah Institusi social yang dibuat oleh Swadaya Masyarakat yang tugas esensinya membantu dan memperjuangkan kepentingan masyarakat yang tertidas. Lembaga Swadaya Masyarakat dalam konteks masyarakat madani bertugas untuk memberdayakan kepada warga masyarakatnya. Yang mengenai hal-hal signifikan dalam kehidupan sehari-hari, seperti advokasi, sosialisasi dan program-program pembangunan masyarakat. LSM bergerak dalam berbagai bidang atau sector garapan dalam rangka pemberdayaan masyarakat atau penguatan posisi tawar masyarakat terhadap Negara. Diantara LSM adalah YLBHI (LSM bidang hukum dan HAM), LAP (LSM bidang pendidikan), WALHI (LSM bidang lingkungan hidup) dll.

LSM yang ideal dalam masyarakat madani adalah LSM sebagai lembaga yang independen, kuat dan lahir dari rakyat yang dapat memperkuat posisi dan daya tawar-menawar rakyat terhadap pemerintah, disebabkan mereka berani melakukan koreksi dan teguran terhadap penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan pemerintah. Harus ditumbuhkan semangat mengaspirasikan masyarakat kepada mereka yang sering disebut presure group (kelomok penekan), mereka yang akan memperjuangkan itu melalui jalur demokrasi yang benar. Lebih daru itu, mereka pun dapan memberikan saran-saran yang konstruktif sebagai solusi dan jalan keluar yang seharusnya dijalankan pemerintah dalam mengatasi masalah sosial dan kemasyarakatan yang sedang dihadapi. Dalam batasan-batasan tertentu, menurut Syamsuddin, organisasi yang didefinisikan sebagai LSM sebenarnya dapat berperan penting sebagai fasilitator pemberdayaan masyarakat secara ekonomi dan politik. Sebab, mereka dapan menjalankan kegiatan yang lebih mandiri dan bebas dari intrevensi negara, yang lingkupnya menjangkau lapisan masyarakat paling bawah sekalipun seperti buruh dan tani, dan sekaligus mensosialisasikan wacana alternatif tunggal negara.

LSM yang ada di indonesia sebagian besar tidak mandiri, terutama dari segi keuangan untuk mendanai program-program kerjanya. Pekerjaannya hanya seringkali membuat proposal untuk meminta bantuan dana kepada lembaga-lembaga donor, keluar maupun kedalam negeri. Yang paling memprihatinkan adalah kenyataan adanya sebagian LSM yang hanya memperalat dan menjual atas nama orang miskin untuk mencari dana keluar negeri, yang tujuannya adalah bukan untuk orang miskin, tetapi untuk kepentingan para pengurusnya saja. Melalui LSM (atas nama orang miskin) mereka memperkaya diri sendiri bukan untuk memperbesarkan LSM dan memperjuangkan hak-hak rakyat yang sesungguhnya.

Andres Uhlin menyebut peran LSM demikian besar dalam menggulingkan wacana pro demikrasi di indonesia. Peran generasi senior LSM yang berbiak di tahun 1970-an dan generasi LSM yang baru pro demokrasi dan HAM, bagi Uhlin, sangat signifikan. Pada saat menumbangkan rezim Orde Baru, LSM demikian progresif demikian pula dinamikanya hingga kini. Hanya saja karena LSM diindonesia banyak modelnya dan juga ada pragmentasi idiologis (sebagaimana terjadi digerakan mahasiswa) kalanagan LSM sebagai penggerak Civil Society, tidak mampu berbuat banyak. Keterbatasan-keterbatasan yang ada kerap mengahambat para aktifis LSM untuk bisa bergerak lebih leluasa lagi. Ironisnya justru tatkala negara sudah lagi tidak serefresif dulu, suara-suara moral kalangan LSM terkesan kehilangan gaunnya.

Salah satu keterebatasan kalangan LSM, termasuk LSM pro demokrasi adalah terkait dengan anggaran dana mereka. Karena LSM merupakan organisasi nonprofit, bisa dipastika sebagian besar dananya diproleh dari para penyokongnya (Funnding). Tatkala para penyokong dan penyedia dana mencabut hubyngannya maka LSM pun kelabakan. Contoh, YLBHI (Yayasan lembaga Bantuan Hukum Indonesia) yang dikabarkan tidak dapat bantuan dana secara signifikan dari lembaga-lembaga penyedia dana asing yang sekama ini menyuplainya, sehingga dikabarkan Taufik Kemas ikit turun tangan.

Catatan lainya adalah LSM kita rupanya sebagian besar berada dalam desain ekonomi-politik global yang bercorak neoliberal. Padahal, proses globalisasi neoliberal dan rezim pasar bebas telah mengambil dan menggunakan gagasan Civil Society justru untuk tujuan untuk menjinakan gerakan resisten rakyat dan gerakan NGO untuk menerima Global Governance, yakni relasi negara, rezim pasar, dan rakyat model neoliberal. Tentu saja hal ini amat lain dengan konsep civil society Antonio Gramsci, di mana konsep itu dipakai sebagai weapon of the weak, sebagai kendaraan kaum marjinal dan tertindas mempertahankan hak-hak asasi mereka.
LSM Dalam konteks Indonesia, fakih mencirikannya kedalam tiga kelompok, Pertama, Konformisme-paradigma bantuan kretif; Kedua, Reformis-tumbuh dari partisipasi masyarakat dan anti-korupsi; Ketiga, Transformatif. Studi lain yang membahas soal corak LSM Indonesia, misalnya Vedi R Hadiz (1999), yang menyebut LSM dengan istilah “organisasi sumberdaya masyarakat madani”. Sebagaimana Fakh, Hadiz juga mencoba menunjukan corak dan model LSM Indonesia yang ternyata tidak tunggal, melainkan plural, dengan segala persoalnnya. Fakih, menyebutnya ada empat pembahasan penting di seputar permasalahan yang dihadapi LSM indonesia: Pertama, LSM versus hegomoni developmentalism; Kedua, posisi struktur LSM dalam negara; Ketiga, gerakan rakyat versus sebagai konsultan pembangunan; dan Keempat, hegomoni dari lembaga negara.

Ada dua pendapat dikalangan pejabat Negara Indonesia tentang Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan peranannya dalam proses pembangunan di Indonesia. Pendapatp pertama, melihat bahwa LSM di Indonesia adalah sebuah organisasi yang senang membuat ribut-ribut dengan cara mendukung kegiatan-kegiatan yang sifatnya menuntut pemerintah agar lebih demokratis, lebih mengakui hak asasi manusia, dan lebih memperhatikan kelestarian lingkungan dalam membangun. Pendapat kedua melihat bahwa LSM adalah sebuah organisasi masyarakat yang dapat digunakan pemerintah untuk mencapai tujuan dari pembangunan yang direncanakan.Dalam konteks ini muncullah konsep kemitraan antara pemerintah dan LSM. Yang perlu dipertanyakan, mengapa sikap dan persepsi sebagian besar pejabat pemerintah terhadap LSM di Indonesia masih menganggap sebagai suatu kekuatan oposan terhadap kebijaksanaan pembangunan pemerintah dan bukan sebagai mitra. Paling sedikit ada dua alasan, pertama, sikap yang condong negatif terhadap LSM muncul karena masih kuatnya pandangan bahwa pemerintah dan aparatnyalah yang menjadi penanggung jawab tunggal baik dalam perencanaan, strategis maupun pelaksanaan pembangunan di Indonesia. Kedua, terkait dengan rasa kekwhatiran mereka terhadap kemungkinan LSM dipakai sebagai wahana penyebaran idiologi asing yang dianggap tidak sesuai dengan idiologi dan budaya politik Indonesia.

Tipe Keperibadian (Florence Littauer)




TIPE KEPRIBADIAN

Florence Littauer, dalam buku personality plus, membagi tipe kepribadian menjadi 4, yakni sanguinis, koleris, melankolis, dan plegmatis. Masing-masing tipe, memiliki kekuatan yang harus dioptimalakan dan kelemahan yang harus diminimalisir.

1. Sanguinis

Kepribadian ini ditandai dengan 3 karakter utama, yakni ekstrovert, senang berbicara dan optimis. Orang sanguinis biasanya popular dan identik dengan popularitas. Orang sanguinis ini memiliki kepribadian yang menarik, suka berbicara, emosional, humoris, ingatan yang kuat akan warna, mampu berbicara dengan memukau, demonstratif, ekspresif, antusias, periang, penuh semangat, penuh rasa ingin tahu, good ferformance termasuk di panggung, lugu dan polos, berhati tulus, hidup di ‘masa sekarang’, serta kekanak-kanakan.

Dalam hal pekerjaan, orang sanguinis selalu siap menjadi sukarelawan untuk tugas apapun, selalu memikirkan hal-hal baru, tampak hebat di permukaan, kreatif dan inovatif, punya energi, cemerlang, menginspirasi orang lain, dan memesona orang lain untuk bekerja. Sebagai teman, orang tipe ini adalah teman yang baik. Ia mudah bergaul, gampang jatuh cinta, suka dipuji, menyenangkan, tidak pendendam, cepat meminta maaf, spontan dan tidak membosankan.

Sayangnya, orang sangunis ini adalah orang yang menyukai kesenangan dan berkepribadian memikat, sehingga ia sering merasa tidak percaya bahwa ia bisa melakukan kesalahan. Mereka juga terlalu cerewet, modah bosan, bertele-tele, suka membesar-besarkan masalah (sehingga sering terjebak pada kebohongan), kurang tepat, pelupa, terutama terahadap nama, sulit untuk mendengarkan, kurang perhatian pada orang lain, sering menyala atau memutus pembicaran orang lain, teman yang selalu berganti-ganti, tidak tertib, kekanak-kanakan alias tidak dewasa.

Yah, itulah sifat orang yang sanguinis. Ia selalu gembira, tampil bak bintang, membuat orang senang, namun ia merasa sebagai orang yang tidak mungkin salah, sehingga ia mudah patah oleh kritikan, namun cepat bangkit dan melupakan kritikan itu. Bener-benar lupa, bukan sekedar cara mengkritik yang membuat kita sakit hati, namun juga isi kritikan itu.

2. Koleris

Koleris adalah pribadi orang kuat. ia adalah orang yang ekstrovert, pelaku sebuah pekerjaan dan selalu optimis. Ia berbakat sebagai pemimpin, dinamis dan aktif, sangat memerlukam perubahan, harus senantiasa memperbaiki kesalahan, kemauan kuat dan tegas, tidak emosional, tidak mudah patah semangat, bebas dan mandiri. Ia senantiasa memancarkan keyakinan, bisa menjalankan apa saja, motivator yang hebat, berorientasi pada target, detail, terorganisir dengan baik, cenderung untuk mencari penyelesaian yang praktis, bergerak cepat, mendelegasikan pekerjaan, menekankan hasil, dan kompetitif.

Sebagai teman, orang koleris ini cenderung kurang butuh teman, maunya memimpin, biasanya selalu “merasa” benar dan unggul dalam keadaan yang sifatnya darurat. Misalnya seregu remaja tersesat di sebuah hutan, ketika remaja lain terlihat panik, maka remaja koleris akan cenderung tenang dan mampu memimpin teman-temannya untuk menemukan jalan keluar. Jika anda penggemar serial lima sekawan rekaan Enid Blyton, karakter George alias Georgina Kirrin adalah gambaran yang sangat pas orang koleris.

Orang kuat ini, juga memiliki kelemahan. Yang paling menonjol adalah, bahwa ia adalah seorang pekerja keras, ambisius dalam mengejar prestasi. Ia tidak bisa bersantai-santai dan selalu tegang. Ini tentu membuat dia gampang mengalami depresi dan berpotensi menimbulkan berbagai jenis penyakit seperti serangan jantung, stroke, liver, maag, typus dan sebagainya.

Selain itu, orang koleris juga hanya mampu bahagia jika berposisi sebagai pengendali alias pemimpin. Mereka selalu mendominasi dan akan menjatuhkan dengan sengaja atau tak sengaja jika ada atasannya yang lembek. Tentu saja hal ini berpotensi menimbulkan suasana tak nyaman di dalam tim.

Mereka selalu sok unggul dan meremehkan orang lain. Namun uniknya, mereka mampu memanipulasi (tingkat partisipasi terendah, dimana seseorang mengikuti orang lain tanpa tahu apa maksudnya) orang sehingga tunduk di bawah kendalinya. Mereka juga tidak sabaran, suka menasehati atau memberi solusi meskipun tidak diminta sehingga kesannya menjadi sok tahu dan sok care. Rata-rata mereka juga otoriter dan senang dengan pertempuran atau pertengkaran. Karena jika ia “bertempur”, dan ia menang, maka itulah kesenangan yang ia dambakan. Ia akan senang menyalahkan orang lain dan menganggap ia paling benar. Sayangnya, ia juga sangat sulit untuk minta maaf. Namanya juga jagoaaan…!!!

4. melankolis

Inilah orang yang sempurna…!!! Ia introvert, pemikir, dan pesimis. Secara emosi ia adalah orang yang mendalam dan penuh pikiran. Ia juga analitis. Serius dan tekun. Cenderung jenius, berbakat dan kreatif, artistik dan musikal, filosofis dan puitis, menghargai keindahan, perasa, suka berkorban, penuh kesadaran dan idealis! Dalam hal pekerjaan, orang melankolis biasannya berorientasai jadwal, perfeksionis, standar tinggi, sangat rinci, gigih dan cermat. Ia juga tertib dan terorganisasi. Ia teratur, rapi, ekonomis, peduli dengan masalah-meskipun remeh, pintar mencari pemecahan masalah secara kreatif, suka diagram, grafik, daftar.

Semantara, dalam pergaulan, orang melankolis cenderung hati-hati dalam berteman, puas di belakang layar, menghindari perhatian. Namun demikian, ketika ia sudah mendapatkan teman yang cocok, ia akan setia dan berbakti, siap menampung curhat, mampu memberikan solusi, sangat perhatian dan siap memberikan “segalanya” untuk sahabatnya tersebut tanpa pamrih apapun. Orang melankolis juga mudah terharu oleh linangan air mata orang lain, serta cenderung mencari pasangan hidup yang ideal.

Orang melankolis adalah orang yang selalu merasa paling benar namun dengan kesungguhan dengan sikapnya yang perfeksionis, ia mampu membuktikan bahwa ia adalah orang yang benar. Setidaknya meyakinkan orang-orang bahwa dia memang benar. Oleh karenanya, ia merupakan pemuja kesempurnaan, dan sangat mudah tertekan ketika melihat sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang ia anggap sebagai kebenaran, meskipun itu hal yang remeh, seperti menyaksikan buku-buku yang berantakan, barang-barang yang tidak di tempatkan di tempatnya atau handuk basah yang digeletakkan begitu saja di atas tempat tidur.

Mereka terkesan terlalu banyak memberikan tuntutan kepada orang lain, khususnya orang-orang yang terdekat dalam hidupnya, misalnya pasangan hidunya. Wajah orang-orang melankolis rata-rata muram, dan selalu saja mencari-cari kesulitan alias masalah. Mereka gampang sakit hati dan menikmati rasa sakit itu.

Ciri negatif lainnya, mereka biasanya memiliki citra diri yang negatif, alias minder. Jangan harap mereka mau maju dengan sukarela ke panggung meskipun hanya mengucapkan sepatah dua patah kata. Ini terjadi karena mereka merasa tidak aman secara sosial. Mereka sebenarnya butuh pujian, namun gengsi untuk memintanya, sehingga dengan cara halus, ia akan memintanya-atau “memaksanya”. Mereka juga sering menunda-nunda, karena terlalu banyak perhitungan, takut jika ia tak mampu melakukan dengan benar.

“orang-orang yang melankolis adalah si perfeksionis yang terkesan terlalu banyak memberi tuntutan kepada orang lain. Mereka juga merupakan orang-orang bercitra diri negatif, alias minder”.

4. Plegmatis

Damai, itulah kesan terkuat yang didapat dari orang plegmatis. Ia adalah sosok yang introvert, pengamat dan pesimis. Ia rendah hati, mudah bergaul, santai, diam tenang, sabar dan baik keseimbangannya. Hidupnya konsisten, cerdas, simpatik, baik hati, menyembunyikan emosi, bahagia menerima kehidupan dan efesien. Dalam pekerjaan, ia cakap dan mantap. Damai dan mudah sepakat, punya kemampuan administratif, menjadi penengah masalah, menghindari konflik, tetap baik meskipun di bawah tekanan, serta mampu menemukan cara yang mudah. Ia mudah diajak bergaul, menyenangkan, tidak suka menyinggung perasaan, pendengar yang baik, selera humor lumayan, suka mengawasi orang, punya banyak teman, punya belas kasihan dan perhatian. Sosok Anne dalam serlial lima sekawan rekaan Enid Blyton, merupakan gambaran yang sangat pas seorang gadis cilik yang berkarakter plegmatis.

Orang plegmatis juga memiliki kelemahan. Ia sangat butuh dimotivasi karena nyaris tak punya semangat. Ia sulit melekukan perubahan-perubahan, dan juga sangat malas! Karena kemalasannya, ia sering menunda-nuda pekerjaan. Ia nyaman dengan suasana yang jumud, yang bagi orang-orang sanguinis atau koleris tentu sangat menyebalkan. Dengan sendirinya, dia juga malas mencoba hal-hal baru. Hidupnya monoton. Meskipun ia memiliki keinginan, biasanya lebih suka dipendam dalam-dalam. Ia juga tidak berani mengambil keputusan, cenderung plin-plan dan sulit berkata tidak. penyebabnya tentu anda memahami, ya… mereka tidak mau terlibat konflik dan tidak mau menanggung resiko. Namun jika ia sudah memiliki tekad untuk melakukan sesuatu, ia pasti akan melakukannya, dan tak ada seorangpun yang mampu mencegahnya.


Ket: diambil dari buku karya afifah afra berjudul “…and the star is me!”


By
Lye_

Kebudayaan dan Kesenian di Banten



 Kebudayaan dan Kesenian di Banten

Potensi dan kekhasan budaya masyarakat Banten, antara lain seni bela diri pencak silat, debus, rudad, umbruk, tari saman, tari topeng, tari cokek, dog-dog, palingtung dan lojor. Disamping itu juga terdapat peninggalan warisan leluhur antara lain Masjid Agung Banten Lama, Makam Keramat Panjang, Masjid Raya Al-Azhom dan masih banyak peninggalan lainnya.

Di Provinsi Banten terdapat suku masyarakat Baduy. Suku Baduy merupakan suku asli Banten yang masih terjaga tradisi anti modernisasi. Suku Baduy-Rawayan tinggal dikawasan Cagar Budaya Pegunungan Kendeng seluas5.101,85 Ha di daerah Kenekes. Daerah ini dikenal sebagai wilayah tanah titipan dari nenek moyang, yang harus dipelihara dan dijaga baik-baik, tidak boleh dirusak, tidak boleh diaki sebagai hak milik pribadi.

Selain keberadaan Suku Baduy yang menjadi daya tarik tersendiri, Provinsi Banten juga memiliki sejarah kebudayaan yang cukup besar dan terkenal sehingga menjadikan Banten sebagai wilayah tujuan wisatawan baik domestik maupun mancanegara dengan berbagai tujuan wisata alam maupun untuk kegiatan penelitian

Hal ini pun mengemuka di pandangan umum semiloka “Rencana Strategis (Renstra) Kebudayaan dan Pariwisata 2002 – 2006 Pemprov Banten” di gedung KPRI Serang. Ashok Kumar, GM Anyer Cottage, mengatakan betapa pentingnya sebuah buku panduan. Para turis lokal atau mancanegara, bisa berpatokan pada buku itu. Mereka tidak usah pusing-pusing di mana mesti menginap (hotel berbintang atau kelas melati), di mana harus makan, membeli souvenir, dan mencari hiburan (seni tradisi, kontemporer, sampai ke yang sekedar bersenang-senang!).

Sudahkah hal itu terjadi di sini? Jika ada seorang turis asing mendarat di bandara Cengkareng, apa yang akan terjadi? Apakah dia akan dicegat oleh sebuah billboard, “daripada pusing di jakarta yang pengap, mendingan melancong ke Banten atau dia akan meluncur ke Jalan Jaksa di seputaran Monas dan menghabiskan dollarnya di kehidupan malam Jakarta!

Sulaeman Effendi, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banten, dalam sambutannya mengatakan, bahwa Renstra 2002 – 2006, nantinya sebagai acuan resmi bagi seluruh jajaran Dinas Kebudayaan dan Pariwisata di tingkat Kabupaten Kota di Provinsi Banten. Dia menyadari, bahwa renstra ini belum sempurna dan terbuka untuk diperbaiki.

Hal itu juga dibenarkan oleh beberapa peserta. Toto ST Radik malah dengan gamblang mengungkapkan, renstra ini tidak representatif, karena tidak komplit dihadiri oleh stakeholders (para pelaku budaya dan pariwisata secara lembaga/persorangan) dari Tangerang, Cilegon, dan Pandeglang, dan Lebak. Si Penyair itu menganjurkan, sebaiknya semiloka ini dilanjutkan pada hari lain. Terlebih-lebih, beberapa “pentolan” tak hadir sejak awal. Seperti Pak Prof. Tihami dari STAIN SMHB.

Terjadi tarik-ulur. Beberapa peserta ada yang pro dan kontra. Rekan-rekan dari Forum Kesenian Banten; Ruby Bhaedowy, Nazla, dan Asep GP, sejak awal mengkhawatirkan, bahwa renstra ini penekanannya hanya pada “pariwisata” saja dan kebudayaan (didalamnya ada kesenian) akan terlupakan.

Perwakilan dari Karang Taruna serta Kasub Dibudpar Lebak, menganjurkan agar diskusi kelompok untuk memberi masukan pada renstra dilanjutkan. Dalam diskusi kelompok, akhirnya “kebudayaan” bisa diakomodir. Begitu juga Wan Anwar, dosen Sastra dari Untirta Banten, mengingatkan agar “kesenian masa kini/kontemporer” diperlakukan sejajar dengan “kesenian tradisional”. Tak perlu ada diskriminasi. Pihak Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Dibudpar) Provinsi Banten memberi garansi, bahwa renstra ini belumlah kartu mati. Beberapa point masih bisa diperbaiki.

Hal yang sangat menarik adalah visi Renstra 2002-2006; yaitu Banten sebagai daerah tujuan budaya dan wisata yang religius, maju, dinamis, berkesinambungan, berbasis kerakyatan, dan berwawasan lingkungan. Dalam implementasinya kadangkala “berbasis kerakyatan” itu melenceng jauh. Selama ini, pariwisata Banten belumlah menyentuh masyarakat kelas bawah. Terutama dalam hal “untung sama dijunjung, rugi sama dipikul”. Yang menikmati keuntungan hanya sebatas pengusaha hotel dan para birokrat pembuat keputusan. Semoga saja setelah Banten jadi provinsi dan pemberlakuan otonomi daerah, paradigma lama berubah menjadi paradigma baru, yang mengikuti perkembangan paradigma wisata dunia.

Memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Tapi, janganlah juga dipersulit. Serahkan saja segala urusan ekonomi kepada masyarakat. Pihak Dibudpar Kabupaten tinggal mengkoordinir, membina dan mengayomi. Toh, dananya sudah ada di APBD. Tinggal didistribusikan dengan merata. Yang perlu kita samakan adalah, bahwa “pariwisata berbasis kerakyatan” ini bukanlah sebuah proyek. Tapi sebuah nawaitu yang tulus dalam rangka memajukan ekonomi masyarakat Banten.

Itu bisa dimulai dengan mensinergikan objek daerah tujuan wisata (ODTW) dengan masyarakat setempat. Misalnya, daerah Lebak dan Pandeglang sangatlah potensial dalam hal ini. Bina dan ayomi masyarakat setempat untuk paham, bahwa Baduy, Cikotok, pantai Selatan, selat Sunda, gunung Karang, Situ Cikaromoy, Batu Kuwung adalah aset yang bisa mendatangkan uang secara halal bagi mereka.

Sebuah paket wisata yang terselip di renstra sangatlah strategis dan laku dijual. Di India, Thailand, dan hampir di seluuh dunia, paket wisata sudah menjadi kelaziman. Banten justru mempunyai banyak kelebihan. Tinggal mempromosikannya saja. Janganlah pernah berpikir, bahwa promosi itu hanya efektif di bandara, di Gambir, di lobi hotel berbintang, atau di biro-biro perjalanan. Tapi, bidik juga kawasan-kawasan turis yang tersebar di Indonesia. Kalau di Jakarta, ada di Jalan Jaksa. Yogyakarta, ya di Sosrowijayan. Di Bali tentu di Legian Kuta. Menyebrang ke Sulawesi. Di Makasar, Losari beach bisa dijadikan sebagai tempat promosi paket wisata Banten yang efektif. Begitu juga di Medan dan Lampung. Kita cegat di mana-mana. Para wisman yang mangkal di sana adalah target potensial. Mereka adalah pelaku wisata (tukang piknik) sejati - bermodalkan ransel, travel cheque, buku panduan, yang tanpa rasa lelah menyusuri 5 benua. Darimulut mereka, informasi tentang daerah-daerah yang nyaman untuk dinikmati; baik itu alam, makanan, bahkan seni dan budayanya, akan menyebar seperti virus. Di café-café, mereka ngerumpi. Yang baik dibilang baik, yang jelek, pasti dicaci maki!

Bayangkan, jika turis mancanegara di Jalan Jaksa, mendapatkan informasi yang menggugah hasrat mereka untuk datang ke Banten. Mereka hanya perlu datang ke stasiun kereta Gambir atau Tanah Abang. Turun di stasiun Rangkas. Tanpa susah-susah, mereka tinggal melihat ke buku panduan; dimana harus bermalam. Begitu juga kalau makan malam mesti ke mana. Di lobi hotel, dia bisa mendapatkan informasi yang komplit. Mau melihat seni pertunjukan; misalnya pencak silat, teater kontemporer, atau kesenian tradisional, dia bisa pergi sendiri ke sana. Biasanya itulah yang para wisman inginkan, karena mengunjungi negara lain adalah tidak semata-mata ingin menikmati keindahan alamnya saja. Tapi juga kesenian dan kebudayaan masyarakat setempat. Jika itu terjadi di Banten, maka pariwista Banten akan terasa dampaknya bagi masyarakat luas.

Efek domino yang lain, jika para wisman sudah merasa nyaman dan aman bepergian di tatar Banten, Insya Allah, pada akhirnya nanti, akan tumbuh secara alami travel agent. Itu peluang bisnis yang harus dibuka seluas-luasnya oleh instasi terkait kepada masyarakat. Biarkan mereka mengemas sendiri paket-paket wisata. Dibudpar setempat hanya perlu memberi pedoman standar saja sebagai acuan. Bisa saja nanti akan muncul paket “Baduy fungkees” dari TA si anu, atau “Baduy Express” dari TA yang lainnya.

Hal tersebut di atas memang sudah sejalan dengan “Program Operasional dan Kegiatan Subdinas Pengembangan SDM” sepanjang 2002 – 2006. Pelatihan, pembinaan, dan pengembanan SDM di lingkungan pramusaji, pramuwisata, dan menejer restoran, memang sangat perlu. Juga pennnembangan produk wisata, pelatihan pengelolaan desa wisata, pelatihan dan pengembangan produk kerajinan dan seni lokal untuk desa wisata, juga setali tiga uang. Tapi, perlu juga ditambahkan, para seniman kontemporer pun berhak mendapatkan perlakuan yang sama. Baik itu di teater atau atau pun seni lukis.

Tapi, yang terjadi di “Matrik Program dan Kegitan Strategis Sub Dinas Kebudayaan”, ada semacam ketergesa-gesaan pembentukan “Dewan Kesenian Banten” (DKB) di 2002 yang tinggal dua bulan lagi. Lebih memprihatinkan lagi, pelaksanaannya diserhakann ke sebuah event organizer. Padahal renstra ini belumlah kita sepakati. Memang, masih ada kesempatan bagi tim perumus, yang akan memperbaiki renstra ini. Maka, marilah kita perbaiki renstra ini dengan hati yang tulus dan lapang dada.

2. Taman Budaya Banten, Buat Siapa?

Sekitar tahun 2002-2003, Banten memiliki GKB (Gedung Kesenian Banten). Bangunan ini terbilang megah dibanding bangunan yang sudah ada. Tidak hanya di Banten, tetapi juga di penjuru nusantara, bahkan dunia. Dilihat dari geografis, cukup strategis. Tepat di jantung ibu kota provinsi. Yakni, Alun-alun Serang. Tak ada dinding bangunan yang menjadi batas gerak seniman berekspresi. Beratapkan langit dan beralas tanah.

Hal ini dilakukan sebagai bentuk demonstratif halus Penggiat Seni di Banten. Keinginan untuk mendapatkan tempat berekspresi dan perhatian dari Pemerintah Provinsi, direalisasikan dengan membangunan GK (Gedung Kesenian), meski berlabel indie.

Toto ST. Radik, penggiat seni sekaligus Budayawan Banten, ketika dikonfirmasikan hal ini lewat SMS mengatakan, alasan didirikannya GK berawal dari wacana pembangunan kesenian dan kebudayaan di Banten yang nyaris tak ada. Persoalan politik dan ekonomi lebih dominan. Dengan berdirinya GK diharapkan, aspiratif penggiat seni untuk mendapatkan tempat yang layak guna berekspresi didengar Pemerintah Provinsi.

Ihwal diadakannya KDRM (Klab Diskusi Rumah Dunia). Di dalamnya terselenting isu akan dibangunnya Taman Budaya. Dinas Pendidikan Provinsi yang akan memprakarsai. Konon didirikannya gedung ini dengan tujuan memberi lahan bagi para penggiat seni dan masyarakat untuk berekspresi.

Masyarakat sempat mewanti-wanti, kalaupun pembangunan Taman Budaya terealisasi, jangan dilakukan dengan pondasi awal, melainkan cukup renovasi dan rehabilitasi bangunan yang sudah ada saja. Alasannya menghemat pengeluaran APBD Provinsi. Proyek semacam ini, diperkirakan akan menelan beberapa ratus juta rupiah. Dana itu akan lebih baik dimasukan dalam program lain saja. Disinilah kekreatifan penggiat seni diuji. Tidak terjebak dalam perspektif materism, sehingga mengandalkan uluran tangan Pemerintah secara berlebihan.

Dan kini, isu didirikannya Taman Budaya kembali menggema setelah beberapa waktu senyap di telinga masyarakat. Dinas Pendidikan dan Dinas Kebudayaan Pariwisata, bekerja sama dengan beberapa penggiat seni di Banten merealisasikan pembangunan Taman Budaya. Letaknya berdekatan dengan Kantor Pemprov Banten yang baru, yakni di kawasan Curug, Petir.

Berdasarkan pernyataan anggota diskusi Radar Banten, 29 Januari 2005, luas Taman Budaya mencapai 3 hektar. Di dalamnya terdapat beberapa bagian, yakni hall, café, pelayanan internet, workshop teater dan rupa, panggung terbuka, mess pengelola, dan tempat parkir. Untuk saat ini, pembangunan telah berjalan. Pondasi awal dan tiang penyangga luar, telah menelan dana 1 milyar rupiah. Untuk keseluruhan pembangunan, diperkirakan mencapai angka 24 M!

Di depan kantornya, Didi Supriadie, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Banten membenarkan hal itu. Ia juga mengatakan Taman Budaya nantinya dijadikan pula sebagai basis kebudayaan masyarakat Banten, atau lebih tepat disebut learning centre. “Masyarakat bisa berkunjung ke sana, tidak hanya mengikuti kegiatan yang ada. Taman Budaya juga akan menyediakan fasilitas untuk masyarakat Banten, agar mengenal lebih dekat kebudayaan asli daerahnya.”

3.Pelaksanaan Perkawinan dan Perceraian di Berbagai Komunitas

Ada sejumlah pertanyaan menyangkut UU Perkawinan Nomor: 1 Tahun 1974. Pertama, bagaimana pelaksanaannya di berbagai komunitas; atau dalam bentuk lainnya- bagaimana pemahaman, tanggapan dan kesadaran hukum masyarakat atas UU tersebut. Kedua, adakah faktor adat istiadat dan tata nilai komunitas bersangkutan dalam pelaksanaannya. Dan ketiga, sejauhmana sistem nilai budaya ikut berperan dalam pelaksanaan UU tersebut. Ada beberapa faktor yang membuat terwujudnya sebuah perkawinan atau -sebaliknya- perceraian. Di samping ada keinginan masing-masing pihak -perempuan dan lelaki- untuk menyatukan komitmen mereka dalam sebuah perkawinan atau sepakat berpisah; di luar itu terdapat pengaruh dari faktor geografis, sosial, agama dan budaya. Dan diantara berbagai faktor tersebut, ada ketentuan baku yang mensahkan secara institusional lembaga perkawinan atau perceraian. Yakni, UU Perkawinan Nomor: 1 Tahun 1974. Penelitian tentang "Pelaksanaan Perkawinan dan Percaraian di Berbagai Komunitas Wilayah Pulau Jawa" berusaha menjawab ketiga hal pokok dalam pertanyaan-pertanyaan di atas. Penelitian ini dilakukan di 5 lokasi: Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, DIY, dan Jawa Timur. Di Jabar ada di dua lokasi yakni Sukabumi dan Ciamis (dianggap dipengaruhi budaya Pasundan), dua lokasi di daerah Banten yakni Lebak dan Tangerang, 2 di Jateng yakni Cilacap dan Pemalang (dianggap dipengaruhi budaya Keraton Solo), 2 di Yogyakarta yakni Sleman dan Bantul dan 2 di Jatim yakni Gresik dan Malang. Alasan memilih lima lokasi tersebut karena masing-masing penduduknya mayoritas muslim (beragama Islam), sangat kuat dipengaruhi oleh tradisi lokal (konsepsi Jawa); serta ada interaksi yang harmonis antara pelaksanaan adat istiadat dengan hukum agama disatu sisi dan dengan ketentuan hukum positif di sisi yang lain. Temuan penelitian yang dihasilkan adalah sebagian besar masyarakat menganggap bahwa permasalahan perkawinan dan perceraian adalah masalah yang berhubungan dengan ajaran agama, sehingga mereka lebih mementingkan sahnya menurut ajaran agama daripada menurut Undang-undang Perkawinan No.1 tahun 1974. Di samping itu sebagian besar responden tidak mengetahui tentang adanya Undang-undang Perkawinan ini. Bahkan di berbagai daerah masih banyak masyarakat yang melakukan pernikahan di bawah tangan dan tidak tercatat status pernikahannya di KUA atau Pengadilan Agama, alasan mereka untuk mendapat izin dari Pengadilan Agama membutuhkan biaya yang cukup besar, sementara mereka tidak mampu membayarnya. Namun demikian, masyarakat di kawasan tersebut sepenuhnya bisa menerima tanpa reserve kehadiran UU yang menjadi dasar pengesahan perkawinan mereka. Tak hanya itu saja. Di beberapa daerah (misalnya Jateng dan Jatim) dimana UU Perkawinan telah tersosialisasi dengan baik, telah terjadi perubahan cukup signifikan dalam hal usia perkawinan. Sebelumnya, di beberapa wilayah didapati usia dini (menstruasi pertama, sekitar 12-16 tahun) perempuan sudah dinikahkan dan pria di usia 19 tahun; tapi sejak UU Perkawinan diberlakukan usia pernikahan untuk perempuan adalah 18 tahun, 21 tahun bagi pria. Meski, karena faktor utama ekonomi dan pendidikan, di Banten, Jabar dan Jatim masih didapati perkawinan di usia dini-dengan prosentasi yang makin mengecil. Selain itu, pemberlakuan UU Perkawinan juga menyurutkan langkah banyak pria untuk berpoligami. Apalagi, dalam ketentuan tersebut, praktek poligami memiliki persyaratan ketat. Namun, di sisi lain, praktek ini tetap berlangsung lagi-lagi karena banyak faktor. Terbesar adalah: konflik rumah tangga dan ekonomi. Kedua faktor ini pula yang menjadi penentu banyaknya terjadi perceraian di kalangan pasangan suami istri; terutama di Jabar dan Banten. Dalam penelitian ini juga disampaikan data-data perkawinan dan perceraian tahun 2001 secara kuantitatif di 10 wilayah: Lebak, Tangerang, Sukabumi, Ciamis, Cilacap, Pemalang, Bantul, Sleman, Malang dan Gresik. Dari data-data tersebut tampak sekali pertumbuhan penduduk yang tinggi berjalin seimbang dengan pertumbuhan perkawinan; meski disisi lain adanya fluktuasi (naik turun) tingkat perceraian seiring dengan faktor penyebab di masing-masing daerah. Lalu bagaimana dengan pengaruh adat istiadat, tata nilai atau agama pada komunitas setempat? Seperti dikemukakan di atas, pengaruhnya sangat jelas. Dalam temuan penelitian ini dikemukakan, bahwa sebagaimana arus paham Jawa dan Islam, masyarakat beranggapan ada sesuatu yang 'Maha' dan berada di luar diri manusia. Tata nilai tersebut juga terwujud dalam kehidupan sehari-hari mereka, termasuk dalam menentukan perjodohan, kehidupan keluarga dan sosial. Pandangan yang dianut suatu keluarga juga sangat menentukan. Oleh sebab itu, dalam perjodohan harus direstui oleh keluarga dan diatur oleh orang tua. Bahkan, diseluruh kawasan yang diteliti terungkap, ada konsepsi yang amat penting mengenai 'perkawinan terlarang'. Pengaruh konsepsi ini muncul dari adat istiadat setempat dan mendapat pengesahan secara langsung dari ajaran agama Islam yang mayoritas menjadi anutan mereka. Misalnya konsep penolakan kawin antara seorang nenek dengan cucu dan antara misanan (cucu dari dua orang saudara sekandung). Jalinan adat istiadat, tata nilai agama dan hukum negara sangat positif di berbagai daerah. Tidak didapati adanya penolakan (resistensi); di samping itu masyarakat juga menganggap tak ada perbedaan yang cukup signifikan secara konseptual di antara ketiga hal tersebut. Meski demikian, tetap muncul perbedaan pandangan dan sikap terhadap perkawinan beda agama, meski rata-rata responden di seluruh daerah tetap beranggapan -sesuai hukum Islam- bahwa perempuan Islam tak boleh menikahi dengan pria non muslim. Peran-peran lembaga perkawinan seperti KUA, Pengadilan Agama (PA), Catatan Sipil, mempunyai peran penting dalam proses pemberlakukan perkawinan dan perceraian sesuai dengan UU yang berlaku. Bahkan tampak pula bagaimana PA berusaha menekan tingkat angka perceraian dan catatan sipil menghindarkan dari terjadinya perkawinan campuran yang dianggap tak sesuai dengan hukum Islam maupun adat setempat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan pelaksanaan Undang-Undang Perkawinan dalam suatu komunitas, khususnya mengenai perkawinan dan perceraian yang berlaku di kalangan masyarakat serta menganalisis keterkaitan adat-istiadat serta sistem nilai budaya yang ikut berpengaruh terhadap pelaksanaan undang-undang dimaksud.

“Banten memang punya warisan tradisi yang biasa disebut Banten Kolot. Memang tak mudah segala hal yang modern bisa masuk ke sini,” ungkap H. Nawawi A.F, Kepala Subdinas Pendidikan Luar Sekolah, Pemuda, dan Olah Raga, di Provinsi Banten. Namun keadaan ini tak jadi penghalang. Banten malah menjadi daerah yang dipilih Depdiknas sebagai target proyek percontohan Bank Dunia untuk penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) pada tahun 1997 lalu.

Pemerintah Provinsi Banten sebagai provinsi yang ke-30 di Indonesia, dibentuk dengan Undang-undang No. 23 Tahun 2000 Tanggal 17 Oktober 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten dengan wilayah meliputi Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, Kota Cilegon dan Serang jadi ibukota provinsinya. Berdasarkan UU RI Nomor 23 tahun 2000 luas wilayah Banten adalah 8.651,20 Km2 . Secara wilayah pemerintahan Provinsi Banten terdiri dari 2 Kota, 4 Kabupaten, 140 Kecamatan, 262 Kelurahan, dan 1.242 Desa. Mayoritas penduduknya memiliki semangat religius ke-Islaman yang kuat dengan tingkat toleransi yang tinggi.

Prioritas pemerintah Provinsi Banten terpancang pada dua hal, yakni pemberantasan buta huruf dan penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun. Berdasarkan data Dinas Pendidikan Provinsi Banten tahun 2006, masih ada sekitar 203.000 orang penduduknya yang buta aksara. Sedikit banyak, hal ini memberi pengaruh yang cukup signifikan. “Dana APBD memang banyak tersedot ke program penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun dan pemberantasan buta aksara. Khusus untuk Pendidikan Anak Usia Dini, memang masih menduduki prioritas yang kecil,” ucap Widodo Hadi, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Banten.

4. Penyelenggaraan PAUD di Banten
“Penyelenggaraan PAUD yang ideal, masih terbatas,” tutur H. Nawawi AF. APK nya di asumsikan masih terhitung rendah. Berdasarkan data tahun 2005 dari subdinas PLSPO Provinsi Banten, Angka Partisipasi Kasar (APK) untuk usia PAUD (0 s/d 6 tahun) baru mencapai 15,66 % dari sekitar 400.000-an anak di Banten.

PAUD yang diselenggarakan di Banten, tak beda jauh dari konsep layanan yang ada di Jakarta. Yakni, melayani kebutuhan pendidikan bagi anak usia 0 s/d 6 tahun yang tak terlayani di taman kanak-kanak, karena berbagai alasan. Salah satunya karena biaya pendidikan di Taman Kanak-kanak yang relatif lebih mahal daripada PAUD. “50% PAUD di sini, adalah PAUD nonformal yang mandiri. Dan diatas 50% juga, sasaran muridnya adalah anak-anak dari golongan ekonomi lemah,” jelas H. Nawawi.

Diakuinya, bahwa animo masyarakat terhadap pentingnya PAUD di Banten, sangat tergantung pada kemampuan ekonomi dan latar belakang pendidikan. “Masih sedikit masyarakat Banten yang paham pentingnya PAUD,” ujar Drs. Sugeng Purnomo M. Pd, Ketua Forum PAUD Provinsi Banten.

Forum PAUD Provinsi Banten telah didirikan sejak 3 tahun yang lalu. Titik berat program kerjanya adalah sosialisasi PAUD dan program-program PAUD. “Sasarannya memang masyarakat umum dan para perangkat pemerintah daerah yang ada di dinas-dinas pendidikan kabupaten dan kota, serta PKK Provinsi,” ucap Sugeng Purnomo. Dipaparkan bahwa selama menjalankan sosialisasi ke kabupaten dan kota, forum PAUD banyak bekerja sama dengan lintas instansi, yaitu PKK Provinsi, Dinas Pendidikan kabupaten dan kota, dan Himpaudi Provinsi Banten.

Rutinitasnya melakukan monitoring dan evaluasi, selama sebulan sekali hanya memusatkan perhatiannya pada PAUD yang bermutu rendah. “Kualitas penyelenggaraan PAUD di sini memang masih sangat variatif. Namun kendala terbesar yang dialami PAUD-PAUD ini adalah masih kurangnya dana penyelenggaraan,” ungkap Sugeng.

Dikhawatirkan ini juga berimplikasi terhadap kelengkapan sarana dan prasarana, Tambahnya, “Kebanyakan, PAUD yang kualitasnya masih rendah adalah PAUD yang tempatnya belum permanen dan belum punya Alat 
Permainan Edukatif (APE).”

Forum PAUD Banten yang beranggotakan 19 orang termasuk di dalamnya beberapa orang pengurus ini, terdiri dari para akademisi, praktisi PAUD, personil dari Dinas Pendidikan Provinsi Banten, personil PKK Provinsi Banten, BKKBN, Dinas Kesehatan, dan Departemen Agama. Dalam menjalankan tugasnya, Forum PAUD Banten juga mendapat sokongan biaya operasional. “Tahun 2006 lalu, Forum PAUD Provinsi Banten mendapat bantuan dana operasional sebanyak Rp 40 juta dari dana dekonsentrasi APBN,” ucap Sugeng yang kini masih aktif jadi dosen di Jurusan Pendidikan Luar Sekolah, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Dana operasional ini banyak digunakan untuk sosialisasi PAUD dan program-program PAUD sebanyak 2 kali dalam setahun. Selain itu,dana ini juga banyak mendukung kegiatan-kegiatan monitoring dan evaluasi yang dilakukan sebulan sekali di setiap PAUD yang membutuhkan.

Di samping lakukan monitoring dan evaluasi, Forum PAUD juga lakukan pembinaan terhadap PAUD-PAUD se-Banten. “Kami juga berikan pembinaan melalui kegiatan pelatihan untuk para tutor PAUD, tahun ini jumlah sasarannya mencapai jumlah 40 orang,” aku sugeng.

Upaya sosialisasi dan peningkatan tutor PAUD, banyak berpengaruh terhadap penyelenggaraan PAUD di Banten. “Tahun 2007 ini ada 400-an PAUD yang telah terselenggara di Banten,” ucap Wahyudin, S. Pd, staf pengelola program PAUD Provinsi Banten. Jumlah ini terdiri dari 100-an PAUD yang ada dibawah pengelolaan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), 40-an PAUD yang ada dibawah pengelolaan Yayasan, 12 PAUD sejenis (berbentuk Taman Penitipan Anak) di Kota Cilegon dan Kabupaten Tanggerang, serta sekitar 250-an berbentuk PAUD yang pengelolaannya terintegrasi dengan Bina Keluarga dan Balita (BKB).

“Bisa diasumsikan, pertumbuhan jumlah PAUD di Banten dalam tiap tahunnya bisa mencapai 10%,” ucap H. Nawawi. Percepatan pertumbuhan ini didukung oleh pengelolaan PAUD yang terintegrasi dengan BKB. Menurut Sugeng, “Untuk proses sosialisasi melalui personil PKK Provinsi Banten, jadi lebih efektif. Efeknya juga sangat terlihat. Buktinya, ada lebih dari 50% PAUD di Banten yang pengelolaannya terintegrasi dengan BKB.”

Terhadap pesatnya pertumbuhan PAUD yang berintegrasi dengan BKB ini, H. Nawawi menanggapi bahwa memang ada beberapa dampak yang muncul. “Sudah jelas, berefek positif, karena bisa meningkatkan angka partisipasi kasar. Namun, kadang kualitas para tutornya yang kami khawatirkan juga,” ujarnya. Mengingat PAUD yang berintegrasi dengan BKB, roda kegiatannya banyak “digerakkan” oleh ibu-ibu PKK daerah setempat yang kadang nota bene bukan tutor PAUD yang memiliki latar belakang pendidikan/keilmuan pendidikan khusus untuk anak usia dini.

Ia mengharapkan adanya pembinaan melalui kegiatan-kegiatan pelatihan bagi para tutor PAUD di Banten. “Kami juga banyak dibantu dan bekerjasama dengan Forum PAUD dan Himpaudi Provinsi Banten,” ujarnya.

Himpaudi Provinsi Banten, didirikan sejak tanggal 22 Agustus 2006 lalu. Umurnya memang sangat muda. “Kami baru satu tahun berkegiatan,” ujar Hj. Titin Prihatini M.Pd, Ketua Himpaudi Provinsi Banten. Ia juga menjelaskan bahwa titik berat program kegiatan Himpaudi adalah pada peningkatan mutu tenaga pendidik dan tenaga kependidikan PAUD di Banten.

Mengenai mutu para tutor PAUD se-Banten yang terintegrasi dengan BKB, Titin merespon dengan beberapa solusi praktis yang telah dilakukan. Yaitu melakukan pendekatan-pendekatan persuasif kepada kader-kader PKK yang ada di setiap POSYANDU. “Jika kesadaran tentang pentingnya PAUD ini bisa muncul dengan kuat, ini tidak akan banyak terpengaruh dengan berapa banyaknya dana yang dikeluarkan, tetapi akan lebih memperhatikan bagaimana model pembelajarannya,” tegas Titin yang kini sedang meneruskan jenjang pendidikan S3 Jurusan PAUD di Universitas Negeri Jakarta. Oleh karenanya, penekanan program tentang perlunya peningkatan mutu pendidik PAUD dan pengelola PAUD, disosialisasikan di tingkat kabupaten hingga ke tingkat kelurahan.

Ia bersama tim pengurus dan para anggota di Himpaudi Provinsi Banten yang seluruhnya berjumlah 21 orang ini, telah menjalankan berbagai upayanya tanpa pamrih. “Kami ini hanya sekumpulan orang-orang yang solid saja. Yang mau bekerja tanpa gaji dan kompensasi,” aku Titin. Bersama-sama, mereka berupaya menyelenggarakan diklat, magang, seminar, workshop/pelatihan-pelatihan, dan mengupayakan pemberian sertifikat kepada para tutor PAUD yang latar belakang pendidikannya bukan dari PAUD maupun PGTK di Provinsi Banten.

Himpaudi Provinsi Banten, punya daftar kerja dan target yang cukup panjang untuk menggenjot mutu tenaga pendidik di sana. Pasalnya, dari 2000-an orang tenaga pendidik PAUD di Banten, baru sekitar 100 orang saja yang memenuhi kualifikasi atau yang memiliki ijazah PGTK dan ijazah S1 PAUD. Sejalan dengan kondisi ini, beberapa program diluncurkan.

Himpaudi Provinsi Banten punya program rutin yang disebut, Himpaudi Roadshow. Setiap satu bulan sekali, Himpaudi yang ada di setiap kabupaten, melakukan pelatihan singkat untuk para tutor PAUD. Minimal, di setiap kabupaten ada 5 orang tutor yang ikut pelatihan singkat setiap bulannya. Himpaudi yang paling rutin menjalankan Himpaudi Roadshow sebulan sekali, baru hanya Himpaudi Kabupaten Cilegon saja. Kegiatan ini sudah dimulai sejak tahun lalu hingga sekarang.

Selama perjalanan tugasnya pada tahun 2006 lalu, Sudin PLSPO Provinsi Banten juga telah mengikutsertakan para tutor PAUDnya sebanyak 40 orang dalam pelatihan BCCT, bekerjasama dengan Himpaudi Provinsi Banten. Selain itu, beberapa orang pengurus Himpaudi juga dikirim magang di YARSI pada bulan Mei 2007 lalu. Kegiatan magang dimaksudkan agar pengurus Himpaudi di tingkat Provinsi Banten, dapat mensosialisasikan wawasan dan ilmu pengetahuan yang ia peroleh di YARSI kepada seluruh pengurus Himpaudi di Kabupaten dan Kecamatan. “Termasuk tentang bagaimana pola pembelajaran yang paling cocok untuk PAUD di Banten,” jelasnya.

Ilmu Hukum



ILMU HUKUM

Ilmu hukum: yaitu ilmu pengetahuan yang objeknya hukum. (asal mula, wujud , asas- asas, system, macam pembagian, sumber-sumber,perkembangan, funsi dan kedudukan hukum di masyarakat).

Metode-metode Mempelajari Ilmu Hukum:
 metode idealis
 metode normatif analitis
 metode sosiologis
 metode histories
 metode sistematis
 metode komparatif

Objek Pengantar Hukum:
 hukum pada umumnya yang tidak terbatas pada hukum positif Negara tertentu.

Fungsi Pengantar Hukum:
 mendasar dan menumbuhkan motivasi bagi setiap orang yang akan mempelajari hukum.

Objek Pengantar Hukum Indonesia:
 hukum positif Indonesia

Fungsi Pengantar Hukum Indonesia:
 mengantarkan setiap orang yang akan mempelajari hukum positif Indonesia.

Pembaharuan Hukum Keluarga di Turki



PEMBARUAN HUKUM KELUARGA DI TURKI

Pembaruan hukum Islam dalam format perundang-undangan hukum keluarga dimulai pada tahun 1917 dengan disahkannya the ottoman law of family rights (Undang-undang tentang hak-hak keluarga) oleh Pemerintah Turki. Pembaruan hukum keluarga di Turki merupakan tonggak sejarah pembaruan hukum keluarga di dunia Islam dan mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan hukum keluarga di negara-negara lain.

Hukum keluarga mempunyai posisi yang penting dalam Islam. Hukum keluarga dianggap sebagai inti syari’ah. Hal ini berkaitan dengan asumsi umat Islam yang memandang hukum keluarga sebagai pintu gerbang untuk masuk lebih jauh ke dalam agama Islam.

Turki mempunyai peran penting dalam sejarah hukum Islam. Hukum perdata Turki pada awalnya didasarkan pada mazhab Hanafi, namun kemudian juga menampung mazhab-mazhab lain, seperti dalam Majallah al-ahkam al adhiya yang telah dipersiapkan sejak tahun 1876.

Salah satu potret pembaruan hukum keluarga di Turki yang mengalami beberapa kali amandemen adalah aturan-aturan hukum tentang perceraian dalam perundang-undangan telah mengalami perkembangan yang cukup pesat jika dibandingkan dengan fiqh konvensional.

A. Pendahuluan

Penerapan hukum Islam dalam terma kenegaraan secara serius dan sistematis dimulai pada masa Umar bin Abdul Aziz. Negara pada saat itu merupakan lembaga eksekutif yang menerapkan hukum Islam sebagaimana dirumuskan oleh otoritas hukum setempat di masing-masing daerah. Kumpulan hukum (fiqh) yang mengatur hal-hal pokok dilaksanakan secara seragam. Namun berkaitan dengan hal-hal yang detail banyak terjadi perbedaan karena praktek-praktek setempat dan variasi-variasi yang berbeda sebagai hasil ijtihad para ulama.

Legislasi hukum-hukum baru untuk melengkapi hukum Islam dalam skala besar telah dilakukan oleh penguasa-penguasa Turki Usmani pada abad ke-10 H/16 M yang menghasilkan qanun (canon). Qanun adalah produk kesultanan, dan bukan produk kekhalifahan.

Pembaruan hukum Islam dalam format perundang-undangan hukum keluarga3 dimulai pada tahun 1917 dengan disahkannya the ottoman law of family rights (Undang-undang tentang hak-hak keluarga) oleh Pemerintah Turki.4 Pembaruan hukum keluarga di Turki merupakan tonggak sejarah pembaruan hukum keluarga di dunia Islam dan mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan hukum keluarga di negara-negara lain.

Hukum keluarga mempunyai posisi yang penting dalam Islam. Hukum keluarga dianggap sebagai inti syari’ah. Hal ini berkaitan dengan asumsi umat Islam yang memandang hukum keluarga sebagai pintu gerbang untuk masuk lebih jauh ke dalam agama Islam. Hukum keluarga selama berabad-abad diakui sebagai landasan bagi pembentukan masyarakat muslim.

Secara global dapat dikatakan hanya dalam hukum keluarga syaria’at Islam masih berlaku bagi ratusan juta atau lebih umat Islam sedunia.

Pembaruan hukum keluarga di negara-negara Islam selalu melahirkan perdebatan di kalangan modernis-progresif dan tradisionalis- konservatif. Pembaruan hukum keluarga setidak-tidaknya berkaitan dengan materi hukum yang dianggap out of date yang dilakukan dengan metode-metode tertentu. Pembaruan hukum keluarga di Turki menarik untuk disingkap lebih lanjut, mengingat Turki adalah negara pertama di dunia Islam yang menggangas pembaruan yang radikal. .

B. Sekilas Tentang Turki

Negara Turki lahir dari reruntuhan kesultanan Usmaniyah pasca perang dunia I yang terletak di Asia kecil (Anatolia) yang didirikan oleh Mustofa Kemal Attaturk. Turki merupakan negara sekuler pertama di dunia Islam. Negara yang berdekatan dengan benua eropa ini memproklamirkan diri sebagai negara republik pada tahun 1923.

Menurut data tahun 1992 Negara Turki berpenduduk 58.436.000. 98 % diantaranya merupakan muslim yang mayoritas bermazhab sunni.

Penduduk Turki banyak yang secara sadar tidak menjalankan syariát Islam sebagai akibat kebijakan sekularisasi yang diterapkan.

Gerakan tanzimat yang dikumandangkan oleh Turki Muda meupakan awal pembaruan Turki di bidang militer, ekonomi, sosial, keagamaan. Gerakan tanzimat didasari oleh pemikiran barat dan meninggalkan pola dasar syariát Islam. Penyingkiran Islam oleh pemerintah Turki salah satunya tercermin dari penghapusan kalimat “agama Negara Turki adalah Islam” yang semula terdapat pada pasal 2 konstitusi negara. Pemerintah Turki juga membentuk komite untuk mengkaji pembaruan Islam.

Tujuan komite tersebut lebih bersifat politis yaitu memisahkan seluruh lembaga sosial, pendidikan dari yurisdiksi para pemimpin agama beserta sekutu-sekutu politik mereka, serta meletakkannya ke dalam yurisdiksi direktorat urusan agama.

Rezim yang berkuasa menjadi lebih sekuler ketika Islam “dinasionalisasi” pada bulan Januari 1932; al-Qurán dibaca dalam bahasa Turki, Setahun kemudian muncul kebijakan tentang azan yang berbahsa Turki. Walaupun begitu Islam tetap digalang demi tujuan-tujuan kewarganegaraan, seperti seruan agar masjid-masjid terus menyebarkan propaganda untuk mendukung perekonomian nasional. Penerjemahan al-Qurán dalam bahasa Turki yang dilakukan oleh Pemerintahan Mustofa Kemal Attaturk dilakukan tanpa menyertakan teks aslinya (bahasa Arabnya).

Walaupun begitu teks Arabnya masih tetap dipakai dalam shalat.Dalam perkembangannya ada kecenderungan orang-orang Turki kembali pada teks Arab dalam membaca al-Qurán. Sedangkan penerjemahan al-Qurán ke dalam bahasa setempat dilakukan untuk lebih memahami teks al-Qurán.

C. Sejarah Pembaruan Hukum Keluarga Turki

Eksistensi hukum keluarga di dunia sebagai hukum positif mempunyai bentuk yang berbeda-beda. Tahir Mahmood membagi tiga kategori negara berdasarkan hukum keluarga yang dianut :

1. Negara yang menerapkan hukum keluarga tradisional Jumlah negara yang masuk kategori ini adalah Saudi Arabia. Yaman, Kuwait, Afganistan, Mali, Mauritania, Nigeria, Sinegal, Somalia, dan lain-lain.

2. Negara yang menerapkan hukum keluarga sekuler Termasuk dalam kategori ini adalah Turki, Albania, Tanzania, minoritas muslim Philiphina dan Uni Sovyet (almarhum).

3. Negara yang menerapkan hukum keluarga yang diperbarui.
Kategori ketiga ini adalah negara yang melakukan pembaruan substantif dan atau pembaruan peraturan. Pembaruan hukum keluarga Islam untyuk pertama kalinyadilakukan di Turki, diikuti Lebanon dan Mesir. Negara Brunei, Malaysia dan Indonesia juga masuk kategori ini.

Turki mempunyai peran penting dalam sejarah hukum Islam, terutama di asia barat. Hukum perdata Turki pada awalnya didasarkan pada mazhab Hanafi, namun kemudian juga menampung mazhab-mazhab lain, seperti dalam Majallah al-ahkam al adhiya14 yang telah dipersiapkan sejak tahun 1876, namun di dalamnya tidak terdapat aturan tentang hukum keluarga.

Aturan hukum yang berkaitan dengan perkawinan dan perceraian mulai dirintis tahun 1915. Materi perubahan pada tahun tersebut adalah kewenangan (hak) untuk menuntut cerai yang menurut mazhab Hanafi hanya menjadi otoritas suami.15 Seorang isteri yang ditinggal pergi oleh suaminya selama bertahun-tahun atau suaminya mengidap penyakit jiwa ataupun cacat badan tidak dapat dijadikan dasar bagi isteri untuk meminta cerai dari suaminya.

Pada tahun yang sama dikeluarkan dua ketetapan umum. Pertama, dalam rangka menolong para isteri yang ditinggalkan suaminya secara resmi didasarkan pada mazhab Hambali (juga ajaran mazhab Maliki sebagai alasan pendukung). Kedua, dalam rangka memenuhi tuntutan perceraian dari pihak isteri dengan alasan suaminya mengidap penyakit tertentu yang membahayakan kelangsungan rumah tangga. Hukum tentang hak-hak keluarga (The Ottoman Law of Family Rights / Qanun al-huquq al Aila) yang dirintis sejak tahun 1915 kemudian diundangkan pada tahun 1917 adalah hukum keluarga yang diundangkan pertama kali di dunia Islam. Hukum tentang hak-hak keluarga tahun 1917 yang dikeluarkan oleh Pemerintahan Turki Usmani mengatur tentang hukum perorangan dan hukum keluarga (tidak termasuk waris, wasiat dan hibah). Undang-undang ini bersumber pada berbagai mazhab sunni. Hukum tentang hak-hak keluarga tahun 1917 dalam bagian tertentu berlaku bagi golongan minoritas Yahudi dan Nasrani, karena undang-undang tersebut dimaksudkan untuk menyatukan yurisdiksi hukum pada pengadilan-pengadilan nasional.17 Undang-undang yang terdiri dari 156 pasal ini hanya berlaku singkat selama dua tahun, namun munculnya undang-undang ini memberikan inspirasi bagi negara lain untuk mengadopsinya dengan beberapa modifikasi Beberapa tahun setelah pencabutan Hukum tantang hak-hak keluarga tahun 1917 situasi politik di Turki memberikan sedikit ruang untuk melakukan pembaruan hukum. Pasca konferensi Perdamaian Laussane tahun 1923, pemerintah Turki membentuk komisi hukum untuk mempersiapkan hukum perdata baru. Komisi tersebut berusaha menempatkan Hukum tentang hak-hak keluarga tahun 1917, Majallah al-ahkam al adhiya tahun 1876 dan hukum tradisional yangtidak tertulis ke dalam hukum baru yang menyeluruh. Namun perbedaan pendapat yang tajam di kalangan modernis dan tradisional – seperti pengambilan materi dari mazhab yang berbeda dalam hukum Islam, yang bersumber dari hukum adat atau hukum luar – menjadikan komite hukum kacau dan dibubarkan.

Guna mengisi kekosongan hukum pasca kegagalan komisi hukum tersebut Pemerintah Turki mengadopsi hukum perdata Swiss tahun 1912 (The civil code of Switzerland, 1912) dengan beberapa perubahan yang disesuaikan dengan kondisi Turki dan diundangkan dalam hukum perdata Turki tahun 1926 (The Turkish civil code of 1926). Dalam beberapa hal ketentuan dalam hukum perdata Turki tahun 1926 sangat menyimpang dari hukum Islam tradisonal, seperti ketentuan waris dan wasiat yang mengacu pada hukum perdata Swiss tahun 1912.18 Materi yang menonjol dalam hukum perdata Turki tahun 1926 adalah ketentuan-ketentuan tentang pertunangan (terutama masalah taklik talak), batas usia minimal untuk kawin, larangan menikah, poligami, pencatatan perkawinan, pembatalan perkawinan, perceraian, dan lain-lain. Menurut hukum perdata Turki tahun 1926, seorang suami atau isteri yang hendak bercerai diperbolehkan melakukan pisah ranjang. Jika setelah pisah ranjang dijalani pada waktu tertentu tidak ada perbaikan kondisi rumah tangga, maka masing-masing pihak mempunyai hak untuk mengajukan cerai di pengadilan.

Ketentuan tentang perceraian diatur pada Pasal 129 – 138 Hukum Perdata Turki tahun 1926. Suami atau isteri yang terikat dalam sebuah ikatan perkawinan dapat mengajukan perceraian kepada pengadilan dengan alasan-alasan yang telah ditentukan sebagai berikut :

1. Salah satu pihak berbuat zina.
2. Salah satu pihak melakukan percobaan pembunuhan atau penganiayaan berat terhadap pihak lainnya.
3. Salah satu pihak melakukan kejahatan atau perbuatan tidak terpuji yang mengakibatkan penderitaan yang berat dalam kehidupan rumah tangga.
4. Salah satu pihak meninggalkan tempat kediaman bersama (rumah) tiga bulan atau lebih dengan sengaja dan tanpa alasan yang jelas yang mengakibatkan kerugian di pihak lain.
5. Salah satu pihak menderita penyakit jiwa sekurang-kurangnya 3 tahun atau lebih yang mengganggu kehidupan rumah tangga dan dibuktikan dengan surat keterangan ahli medis (dokter).
6. Terjadi ketegangan antara suami isteri secara serius yang mengakibatkan penderitaan.

Seiring dengan perkembangan zaman Hukum Perdata Turki tahun 1926 mengalami dua kali proses amandemen. Amandemen tahap pertama terjadi pada kurun waktu 1933 – 1956. hasil amandemen ini antara lain berkaitan dengan ganti kerugian, dispensasi kawin, pasangan suami isteri diberi kesempatan untuk memperbaiki hubungan ketika pisah ranjang, juga penghapusan segala bentuk perceraian di luar pengadilan, serta tersedianya perceraian di pengadilan yangdidasarkan pada kehendak masing-masing pihak (Pasal 125-132). Di samping itu pembayaran ganti kerugian terhadap pihak yang dirugikan akibat perceraian dapat dilaksanakan jika didukung dengan fakta dan keadaan kuat.

Proses amandemen kedua terhadap Hukum Perdata Turki tahun 1926 berlangsung pada tahun 1988-1992. Amandemen tahun 1988 memberlakukan perceraian atas kesepakatan bersama (divorce by mutual consents), nafkah istri dan penetapan sementara selama proses perceraian berlangsung. Amandemen tahun 1990 berkaitan dengan pertunangan, pasca perceraian dan adopsi. Proses amandemen yang dilakukan oleh legislative tersebut berakhir tahun 1992.

Materi amandemen tahun 1990 yang berkaitan dengan perceraian, antara lain :

1. Salah satu pihak dapat mengajukan cerai atas dasar perwujudan dari ketidakcocokan tabiat yang berakibat pada rumah tangga yang tidak bahagia.
2. Pihak yang tidak bersalah dan menderita berhak mengajukan cerai dan meminta ganti rugi yang layak dari pihak lain.
3. Pihak yang tidak bersalah dan menjadi miskin berhak mengajukan cerai dan meminta nafkah dari pihak lain selama setahun.

D. Perceraian Dalam Kajian Fiqh Konvensional

Talak, khulu’, ila’ dan zihar adalah istilah-istilah yang berkaitan dengan putusnya perkawinan. Para ulama sepakat bahwa hak talak berada pada pihak suami yang berakal.20 Perceraian dalam terma Islam merupakan sesuatu yang diperbolehkan namun sangat dibenci oleh Allah. Hal ini menunjukkan bahwa perceraian merupakan alternatif terakhir yang harus ditempuh ketika upaya-upaya untuk menyatukan suami isteri dalam ikatan perkawinan mengalami jalan buntu.

Talak dibagi dua, yaitu talak raj’i yaitu suami mempunyai hak untuk merujuk isterinya, dan talak bain yang meniadakan hak rujuk sebagaimana berlaku pada khulu’, ila’ dan lian. Akibat dari talak bain adalah harus adanya akad nikah baru jika mantan suami ingin kembali bersama isterinya.

Imam Malik membedakan talak dengan fasah. Apabila terjadi perselisihan tentang boleh tidaknya perkawinan (seperti perempuan yang mengawinkan dirinya sendiri tanpa wali atau perkawinan orang yang ihram, maka pemutusan perkawinan dengan talak, bukan fasah. Jika putusnya perkawinan bukan dari pihak suami isteri, keadaan apabila suami isteri hendak melanjutkan perkawinannya tidak sah karena sebab itu masih ada (seperti mengawini orang yang sesusuan atau kawin pada masa iddah) maka pemutusan kerkawinannya dengan fasakh.

Fasakh dapat disebabkan oleh penyakit-penyakit tertentu. Penyakit yang dijadikan alasan fasakh menurut Ibnu Qudaimah sebagaimana dikutip Khoiruddin Nasution adalah penyakit yang menghalangi terjadinya hubungan seksual. Penyakit tersebut secara global dibagi menjadi tiga kelompok. Pertama, penyakit yang mungkin mengenai kedua pasangan, seperti: gila dan lepra/kusta. Kedua, penyakit yang berhubungan dengan istri, seperti: kemaluan isteri tersumbat atau sobek. Ketiga, penyakit yang berkaitan dengan suami, seperti lemah syahwat atau terpotong kemaluannya.

Apabila terjadi perselisihan (siqaq) antara suami isteri, para ulama sepakat tentang kebolehan mengirim hakam (juru damai) masing-masing dari pihak keluarga suami dan isteri . Walaupun begitu dimungkinkan untuk mengirimkan orang lain yang bukan dari keluarga suami isteri dengan pertimbangan kepantasan untuk menjadi hakam.

Jika terjadi perbedaan pendapat diantara kedua hakam tersebut maka pendapat keduanya tidak dapat dilaksanakan. Apabila terjadi kesepakatan untuk menceraikan suami isteri tersebut, menurut Imam Malik diperbolehkan mengadakan pemisahan tanpa persetujuan suami isteri tersebut. Imam Syafi’i dan Abu Hanifah melarang kedua hakam tersebut untuk melakukan pemisahan, kecuali ada penyerahan atau pemberian kuasa dari suami kepada kedua hakam tersebut.

Berkaitan dengan nusyuz, apabila nusyuz dilakukan oleh suami maka penyelesaiannya menurut an-nisa (4):128 adalah berdamai (islah). Apabila nusyuz dilakukan oleh isteri maka jalan keluarnya menurut an-nisa’ (4): 34 adalah menasehati, membiarkan sendirian di tempat tidur atau memukul.

E. Materi dan Metode Pembaruan Hukum Keluarga Turki

Perkembangan modern di dunia Islam disebabkan oleh empat faktor: (1) apakah suatu negara tetap mempertahankan kedudukannya atau didominasi oleh negara eropa. (2) Watak organisasi ulama atau kepemimpinan. (3) Perkembangan pendidikan Islam. (4) sifat kebijakan kolonial dari negara-negara penjajah. Pembaruan hukum Islam di Turki dapat berjalan lancar, kebijakan-kebijakan pemerintah dalam hukum keluarga diikuti oleh penduduk Turki. Walaupun terdapat perbedaan antara modernis dan tradisonalis, namun tidak sampai pada taraf antipati. Hal ini diantaranya disebabkan oleh watak organisasi ulama di Turki yang tidak mempunyai institusi keagamaan yang kuat seperti di Mesir (al-Azhar). Hal ini sebagai akibat dari sekularisasi yang diterapkan di Turki. Aturan-aturan hukum yang mengatur tentang perceraian dalam perundang-undangan Turki telah mengalami perkembangan yang cukup pesat jika dibandingkan dengan fiqh konvensional. Hal ini setidaknya dapat dilihat dari uraian berikut:

1. Otoritas pengajuan cerai yang sebelumnya mutlak berada di pihak suami, sedangkan istri tidak mempunyai hak sedikitpun untuk dan dengan alasan apapun, sejak munculnya hukum tentang hak-hak keluarga tahun 1917 pihak istri diperbolehkan mengajukan perceraian.
2. Perceraian dilakukan di pengadilan yang didahului dengan permohonan cerai dari pihak suami atau isteri (Hasil Amandemen Pasal 129-135).
3. Dalam maslah perceraian menurut fiqh konvensional tidak dikenal istilah pisah ranjang (juditial separation). Hukum perdata Turki tahun 1926 mengatur dan membolehkan pisah ranjang.
4. Pihak suami isteri mempunyai hak yang seimbang dalam pengajuan cerai dengan mendasarkan pada ketentuan perundang-undangan (Pasal 129-138 Hukum Perdata Turki 1926 dan Pasal 134-144 Hasil Amandemen Tahun 1990).
5. Suami atau isteri yang nusyuz (dalam hal ini zina yang dijadikan alasan perceraian) maka perlakuan terhadap suami yang zina sama dengan isteri yang zina.
6. Penyakit jiwaa dalam perundang-undangan Turki termasuk dalam alasan perceraian, sedang dalam fiqh konvensional berkaitan dengan fasakh.
7. Perundang-undangan Turki memberlakukan perceraian atas kesepakataan bersama (suami isteri) berdasar hasil Amandemen tahun 1988.
8. Masing-masing pihak yang merasa dirugikan pihak lain sebagai akibat perceraian diperbolehkan mengajukan tuntutan ganti rugi yang layak (Pasal 143 Hasil Amandemen tahun 1990).

Metode pembaruan hukum Islam yang digunakan di Turki pada tahap awal menggunakan metode takhayyur. Hal ini dapat dilihat pada kodifikasi hukum majallat al-ahkam al-adhiya tahun 187628 dengan memilih salah satu dari sekian pendapat mazhab fiqh yang ada.

Aplikasi metode takhayyur dalam perundang-undangan Turki menurut Anderson29 seperti pada aturan ta’lik talak yang dicantumkan pada Pasal 38 Hukum tentang Hak-hak keluarga tahun 1917 bahwa seorang isteri berhak mencantumkan dalam ta’lik talak bahwa poligami suami dapat menjadi alasan perceraian. Metode pembaruan hukum keluarga yang dominan terutama berkaitan dengan perceraian adalah maslahah mursalah. Hal ini nampak dari ketentuan yang mewajibkan perceraian di Pengadilan, kemaslahatan yang diperoleh adalah sikap kehati-hatian dan kepastian hukum. Keseimbangan hak antara suami isteri dalam pengajuan cerai dengan alsan-alasan yang mendasarinya juga dimaksudkan untuk menghindari kesewenang-wenangan salah satu pihak (suami) yang mengakibatkan kerugian dipihak lain dan mengembalikan posisi isteri yang sering termarjinalkan oleh konstruksi pemahaman hukum Islam.

Pembaruan hukum keluarga di Turki dalam perspektif kategorisasi metode pembaruan, dapat dikemukakan bahwa metode pembaruan extra doctriner reform nampak pada masa-masa awal pembaruan ditandai dengan munculnya protes kaum istri yang merasa terkekang oleh mazhab Hanafi, kemudian memunculkan solusi alternatif perceraian dari pihak isteri yang ditinggal suaminya yang lebih mengacu pada mazhab Hambali dan Maliki. Metode intra doctriner reform lebih mewarnai pembaruan hukum keluarga di Turki seperti penghapusan segala bentuk perceraian di luar pengadilan dengan hanya mengakui perceraian yang terjadi dalam sidang di pengadilan. Pembaruan ini merupakan bentuk kepastian hukum bagi masyarakat Turki.

F. Penutup

Hukum keluarga di Turki telah mengalami beberapa kali perubahan. Hukum tentang hak-hak keluarga tahun 1917 (The Ottoman Law of Family Rights / Qanun al-huquq al Aila) diperbarui dengan Hukum Perdata Turki Tahun 1926 (Turkish civil code, 1926), kemudian diamandemen dua kali, tahapan tahun 1933-1956 dan tahun 1988-1992. Materi pembaruan hukum keluarga dalam masalah perceraian seputar persamaan hak dalam pengajuan perceraian antara suami istri dan alasan-alasan yang dijadikan dasar perceraian. Metode pembaruan yang diterapkan dalam masalah perceraian adalah maslahah mursalah. Walaupun begitu extra dan intra doctriner reform cukup mewarnai dinamika pembaruan hukum keluarga di Turki.


BIBILIOGRAFI

Anderson, J.N.D., Hukum Islam di Dunia Modern, alih bahasa Machnun Husein, Surabaya: Amar Press, 1990.
Asmuni, M. Yusron, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Islam, Jakarta:LSIK dan Raja Grafindo Persada, 1995
Esposito, John. L., Ensiklopedi Oxford Dunia Islam, alih bahasa, Bandung:Mizan, 2001

alipoetry © 2008 Por *Templates para Você*